14

279 49 48
                                    

"Beliung itu gila [Name]! Dia itu gila!" Rimba memegang kedua pundakku, ia berteriak pasrah.

Aku tersentak. "A-apa?" Aku nggak akan paham kalau cuma sepotong kalimat seperti itu, aku menunggu Rimba menjelaskannya lebih lanjut.

Rimba mundur beberapa langkah setelah aku melepas cengkramanku pada kerah bajunya. "Kalau kamu adalah orang yang sering berhubungan dengan rumah sakit, aku yakin kamu pasti mengenal Bundaku. Dokter Kuputeri." Rimba berhenti sejenak, ia memastikan kalau aku betul-betul mendengarkan pengakuannya. "Apakah namanya asing di telingamu? Kalau iya, maka bersyukurlah, itu artinya kamu anak yang sehat."

"Sedari kecil, psikologisnya Beliung agak terganggu, kurasa itu semenjak Kakak pertama kami, Bang Voltra, meninggal karena menjadi korban tabrak lari." Rimba menyenderkan punggungnya pada pohon. Menceritakan masa lalunya, benar-benar menguras tenaga. Ia memerlukan sandaran untuk sekedar menopang bobot tubuhnya.

"Aku ingat, bagaimana Beliung yang mengamuk hebat di hari pemakaman, meraung-raung karena ditinggal Kakak kesayangannya. Bahkan walau sudah berselang beberapa hari, kondisinya justru semakin memburuk." Rimba menarik napas, mengisi kekosongan di paru-paru. "Tapi Bunda selalu punya cara, untuk mengembalikan Beliung seperti semula. Jika sewaktu-waktu Beliung kambuh, Bunda akan di sana, menenangkannya sepenuh hati, sampai kesadaran Beliung kembali ke tempatnya."

"Aku kira semua itu akan bertahan selamanya. Beliung akan sembuh, dan tidak ada lagi hal yang perlu aku khawatiri." Rimba membuang napas gusar, "Hanya saja aku salah, Bunda justru pergi, mentelantarkan Beliung dengan segala penderitaannya. Bundaku meninggal [Name]. Selain Bunda, tidak ada yang bisa menghadapi Beliung, termasuk aku. Beliung tidak pernah kembali normal lagi semenjak saat itu. Bunda adalah kunci kesadarannya, tanpa Bunda, mustahil ia bisa mengontrol dirinya sendiri."

Ini fakta yang cukup mengejutkan. Aku tidak menyangka kalau Beliung punya latar belakang seperti ini. "Bagaimana dengan Ayah kalian?"

Rimba tertawa miris. "Si brengsek itu tidak pernah kembali. Ia pergi semenjak Putra sulungnya meninggal. Ia kehilangan 'calon boneka penerus perusahaannya'. Ia tidak pernah peduli apapun yang terjadi pada Beliung. Apapun ... yang terjadi pada kami."

Aku membisu. Ada banyak pertanyaan yang memenuhi pikiranku, tapi tak satu pun pertanyaan dapat kulontarkan keluar. Ini terlalu berlebihan, kita seumuran, tapi nasib mereka tidak lebih baik dari pada aku. Aku nggak bisa membayangkan—aku anak yang sering dimanja Papa, apapun yang kumau bisa langsung aku dapatkan. Aku juga anak Mama, aku nggak nafsu makan kalau nggak makan masakan Mama, aku nggak bisa tidur kalau keningku belum dicium Mama, hatiku nggak tenang kalau belum melihat Mama—harus bertahan hidup tanpa peran orang tua.

"Waktu awal masuk, kamu penasaran 'kan? Kenapa aku bisa beda angkatan, padahal kita seumuran?" Rimba mengungkit pertanyaanku diawal pertemuan kita dahulu. "Itu karena Beliung mengunci aku di dalam Gudang selama seminggu."

"Aku berpikir, kalau cuma seminggu, aku bisa membual soal alasan-alasan klasik kenapa aku nggak masuk seminggu penuh pada wali kelasku nanti, karena kukira Beliung nggak setega itu untuk menyakiti aku." Rimba menenggelamkan pandangannya pada rerumputan, yang menari-nari karena tertiup angin. "Tapi lagi-lagi aku salah. Dia menyakiti aku. Dia melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan pada ..." untuk beberapa detik, Rimba terlihat mempertimbangkan kalimat selanjutnya. "Sai."

BLARR!!

Kakiku lemas. Tubuhku seakan tersambar petir dahsyat. Aku akan terjatuh jika seandainya aku tidak memegang tembok gedung kelas sebelas, yang membatasi antara halaman belakang dengan area terbuka.

"Bedanya aku beruntung [Name]. Tuhan masih mengizikan aku hidup. Walau sebagai gantinya, aku mesti dirawat inap berbulan-bulan. Aku koma. Itulah sebabnya aku perlu mengulang kelas." Rimba sadar akan betapa terkejutnya aku, tapi ia tetap melanjutkan penjelasannya.

Perlahan Sirna || Beliung x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang