Prolog

573 46 13
                                    

Aku melenguh. Mama tidak berhenti mengomel dan menggedor-gedor pintu kala tau aku masih berada di alam mimpi. Ini masih dini hari, cahaya sang surya bahkan belum menembus gorden jendela.

"Mau sampai kapan kamu tidur? Ayo bangun! Ini udah siang. Nanti kamu telat!" Mama berteriak diambang pintu. Tangan kirinya memegang spatula kayu dengan sedikit kerak nasi di ujungnya, celemek bernoda saus, kecap dan minyak bertengger cantik di pinggang, rambut merahnya disanggul ke bawah. Mama pasti habis masak. Coba kutebak, nasi goreng?

Aku tak kunjung beranjak bangun. Masih setia berbaring dengan mata setengah terbuka. Aku melamun, memutuskan untuk menebak apa yang Mama masak untuk sarapan, tak lupa memuji betapa cantik dan rajinnya Mamaku hari ini. Eh, tidak juga sih, Mama selalu cantik dan rajin setiap hari. Tapi hari ini, cantiknya berkurang. Kedua alisnya tertaut, tangan kanannya tak lelah menggedor-gedor pintu kamarku. Walau buram, bisa kulihat urat-urat pada pelipisnya mulai terbentuk. Mama sedang kesal.

Kesal kenapa ya? Kalah arisan? Adikku memecahkan gelas souvenir lagi? Barang incarannya keburu sold out? Atau apa?

Masa hanya karena aku baru bangun? Biasanya Mama tak pernah merisaukan kapan aku bangun, jadi aku sering bangun siang. Kecuali jika Mama sedang butuh bantuan untuk mengurus beberapa perkejaan rumah saat ia sibuk. Tapi kalau ada perlu pun, Mama tak akan membangunkanku dengan penuh amarah seperti pagi ini.

"Kenapa Ma?" Dengan suara serak karena baru bangun tidur, aku bertanya.

"Kenapa? KAMU MASIH NANYA KENAPA?" Mama mendekat ke arahku. Hentak-hentakan yang dihasilkan tiap langkah kakinya seakan menguncang seisi kamar. Mama mengambil kalender di sudut meja belajar, lantas melemparkannya padaku.

Aku meraihnya malas, dan mulai menelisik tiap-tiap tanggalnya. Aku tidak mengerti apa maksud Mama melemparkan kalender ini. Dia mau aku melihat apa? Tidak ada yang aneh. Kecuali tanggal pada hari senin di bulan Juli yang sudah dilingkari oleh tinta merah. Aku menaikan satu alis. Ini hari apa? Kenapa dilingkari ya? Aku lupa, padahal aku sendiri yang melingkarinya.

Mataku menyipit. Aku mengamati tiap sudut, sisi, dan angka-angkanya dengan lebih jelas. Oh. Ketemu. Pada pojok kanan bawah, aku menuliskan; MPLS. Juga ditulis dengan pulpen warna merah. MPLS—Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah? Kapan? Siapa? Kenapa aku repot-repot menandai tanggalnya di kalender?

"Siapa yang MPLS?" Aku bertanya lagi.

Kali ini, Mama menepuk dahi, menghela napas panjang. Dengan sabar, Mama berkata, "Kamu, sayang."

Aku mengernyit heran. "Aku? Aku kan udah lulus Ma."

Krek

Spatulanya patah. Mama menggenggamnya terlalu keras. Alih-alih memukulkan patahan spatulanya padaku, Mama malah tersenyum. Tapi senyumnya seram. Mirip joker—badut penderita gangguan neurologis.

Mama menarik napas, meraup oksigen sebanyak-banyaknya, bersiap-siap. "KAMU TUH BARU LULUS SMP, ANAK SETAN!"

Aku terbelalak. Tanganku menyusuri bawah bantal, meraih ponsel yang tertimbun di dalamnya. Setelah dapat, kutekan tombol power, aku butuh melihat pukul berapa saat ini. Ponselnya menyala, angka pada homescreen menunjukan pukul 06:55. 5 menit lagi dan aku akan benar-benar terlambat mengikuti upacara pembukaan tahun ajaran baru.

Kulemparkan ponsel itu ke sembarang arah, lantas melompat dari kasur, mengambil handuk, dan berlari ke kamar mandi.

Aku tidak langsung buka baju dan bergegas mandi, walau tau ini sudah lewat dari jadwal check in murid baru di lapangan. Kusempatkan untuk mengeluh dari dalam bilik shower. "MAMA KENAPA NGGA BANGUNIN DARI TADI?" Aku sengaja membesarkan volumeku, supaya Mama mendengarnya.

Bukannya balasan, hal selanjutnya yang kudengar adalah suara pintu yang dilempar dengan patahan spatula.

Update ga nentu, tapi biar book ini rajin up, boleh kali dipencet tombol vote😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Update ga nentu, tapi biar book ini rajin up, boleh kali dipencet tombol vote😁


Happy reading!

Perlahan Sirna || Beliung x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang