0.01 Kesempatan Kedua

5.5K 492 11
                                    

"Gadis kecil, ayo bangun. Ada yang ingin mengadopsimu." Seorang wanita dewasa mencoba membangunkan anak berusia empat tahun dengan mengguncangkan badannya.

Setelah beberapa saat bocah itu duduk, mengumpulkan kesadaran. Apa yang ia dengar tadi? Adopsi? Gadis kecil? Rentetan pertanyaan terlintas di otaknya. Setelah pandangan matanya jelas, ia mendongak. Seorang wanita bergaun panjang semata kaki, di belakangnya terlihat lilin - lilin menyala sebagai penerangan.

Ia menoleh mendapati enam ranjang di ruangan ini, dengan gadis kecil yang tidur di atasnya. Sorot matanya menatap sosok di hadapannya bingung. Namun wanita itu memilih mengangkat sosok mungil itu dari kasur alih alih menunggunya sadar.

Tubuh gadis itu melayang begitu aja, terkejut setelah beberapa saat sadar bahwa tubuhnya menyusut. Ia hanya pasrah saat tubuhnya di mandikan pagi - pagi buta.

Setelah di pastikan tubuhnya bersih dengan pakaian baru, kini mereka sedang berkumpul di sebuah ruangan. Anggap saja kantor sekaligus ruang tamu. Semua perabotan di sini menggunakan kayu, lihatlah tembok kayu yang di hias ukiran sedemikian rupa. Aroma tanah tercium dari celah fentilasi, serta rintik hujan yang terdengar samar.

Wanita tadi mulai menyalakan lilin tambahan di setiap sudut ruangan, membuat ruangan ini lebih terang dari sebelumnya. Mengurangi kesan mistis yang membuat bulu kuduk gadis kecil itu berdiri sedari tadi.

Ada empat manusia di sini yaitu ; dirinya, dua wanita dewasa dengan pakaian seperti seragam, lalu pria berkepala empat dengan kacamata yang bertengger di hidungnya.

"Kapan His Grace datang?" Pria itu memulai percakapan menatap dua wanita pengasuh di hadapannya.

"Saya rasa sebentar lagi, Sir Deon berkata bahwa mereka akan tiba pukul lima pagi." Mendengarnya pria itu hanya mengangguk.

"Sejujurnya saya merasa cemas," wanita di samping gadis kecil itu menatapnya khawatir, "rumornya tuan Duke adalah orang yang kejam dan bagaimana ia akan merawat bocah ini?"

"Tunggu. siapa dan di mana aku?" Suara bocah itu mengalihkan atensi.

"Kau adalah gadis tanpa nama, sekarang kau berada di panti asuhan. Tuan Duke muda akan mengadopsimu setalah ini." Setelah mendengar itu justru membuatnya bingung.

Seingatnya dia adalah perempuan berusia dua puluh lima tahun, bekerja sebagai penagih hutang dari jasa pinjaman. Hari itu ia di perintahkan atasannya untuk menagih uang di jalan merpati. Sebuah rumah mewah bercat putih yang bangunannya berada area strategis.

Rumor yang beredar bahwa pemilik rumah itu baru saja bangkrut, ia memilih meminjam uang untuk melunasi hutangnya yang lain. Dirinya tanpa ragu mengetuk pintu berulang kali, namun tak kunjung mendapat jawaban.

Setelah memastikan pintu tidak terkunci wanita itu memilihnya masuk, lampu yang mati membuat ruangan agak gelap. Beruntungnya ada sedikit cahaya yang masuk melewati celah celah fentilasi. Matanya memindai seluruh sisi, ia dapati serpihan guci guci mahal yang berserakan di lantai.

Tiba - tiba dirinya tersungkur di iringi suara benda pecah. Darah segar mengalir dari kepalanya, pecahan guci baru berwarna coklat berserakan di sekitar tubuhnya. Pandangan matanya kian buram. Hal terakhir yang ia ketahui adalah sepasang sepatu hitam mengkilat berdiri di hadapannya, disusul dengan suara tawa.

Dirinya sadar telah terbunuh hari itu dan kini mendiami tubuh mungil entah milik siapa.
Sebuah suara membuyarkan lamunan, seorang pria berdiri dengan seragam seperti kepala kesatria menatapnya tajam.

"Siapa namamu?" Gadis itu mendongak, seorang pria dewasa dengan mata almond menatapnya dengan aura yang mengintimidasi. Tingginya sekitar seratus sembilan puluh senti. Sangat kontras dengan tubuhnya yang mungil ini.

"Ia belum memiliki nama, Your Grace." Tak kunjung menjawab, seorang wanita pengasuh membuka suara.

"Kenapa belum!?" Bagi orang awam suara itu seperti nada mengancam, namun begitulah intonasi nada seorang kesatria.

"B-belum ada nama yang cocok dengan nona muda. Beliau menolak semua nama yang kami usulkan." Kepala panti menjawabnya, sembari menyerahkan dokumen yang harus di tanda tangani.

Setelah berpikir sejenak ia mulai membuka suara, menatap sosok kecil yang entah kenapa sedari tadi menatap dengan penuh kagum. Berbeda dengan orang orang yang akan bersembunyi jika berhadapan dengannya. Gadis ini memiliki nyali yang besar.

"Namamu adalah Lauren de Luca mulai sekarang, suka ataupun tidak." Gadis mungil itu tersenyum sembari mengangguk.

"Aku suka, siapa nama papa?" Tangan mungil itu memeluk kaki manusia tiang itu, semua orang menahan nafasnya khawatir apa yang akan terjadi setelah ini.

"Namaku Theodore de Luca," pria itu mendekati meja menandatangani berkas, "sisanya akan di urus asistenku, ayo pergi !" Duke muda itu dengan mudah mengangkat Lauren. Ia melepas jasnya untuk membungkus tubuh mungil anak angkatnya. Berlari menembus rintik hujan menuju kereta kuda yang berjarak lima meter dari sana.

Pemandangan halaman penuh bunga berganti dengan interior mewah di dalam kereta. Lauren menatap sekelilingnya, ada campuran emas murni di hiasan kereta ini. Gadis mungil itu duduk di sofa kecil yang sangat empuk menurutnya.

Pandangannya beralih pada pemuda di hadapannya, pria itu menyisir rambut coklatnya ke belakang dengan jari. Rintik hujan sedikit membasahi tubuhnya, beberapa bulir air tertinggal di rahangnya yang terlihat kokoh.

Kemeja berwarna putih itu sedikit tembus di bagian atasnya, membuat tubuhnya yang atletis terlihat samar. Lauren meneguk ludahnya diam - diam, bagaimanapun juga jiwanya ia sudah dewasa.

"Papa sudah menikah?" Ucapan itu terlontar begitu saja dari bibir mungil Lauren ketika tertangkap basah sedang menatap ayah angkatnya.

"Aku tidak akan menikah." Ucapan itu membuatnya terkejut, apa mungkin ayahnya menyimpang?

"Aku tidak suka dengan wanita bangsawan yang hanya mengincar harta dan wajah tampanku saja." Mendengar itu Lauren menghembuskan nafas lega.

"Tidak papa, dari pada Lauren memiliki ibu tiri yang jahat!" Lauren tersenyum lebar, membuat Theo menepuk kepala mungilnya.

"Anggap saja begitu, persiapkan dirimu! Kau akan bertemu ibuku. Mungkin ia akan marah karena alih - alih menikah aku justru mengadopsi seorang anak."




Putri Angkat Duke Tiran Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang