0.04 Sahabat Baru

4.4K 328 9
                                    

     Lauren masih saja terisak di dalam kereta kuda. Theodore menghembuskan nafasnya lelah, setelahnya memberikan sapu tangan miliknya yang diterima Lauren dengan senang hati. Mata Theodore melirik sapu tangan miliknya yang sudah ternodai oleh ingus sang anak. Dia tidak menyangka jika raja dan putra mahkota akan terus mendesak anakya.

     Tapi yang membuat pria itu takjub adalah pribadi Lauren yang penuh pendirian. Meski dirinya sudah di ancam oleh kedudukan. Lauren berusaha mengatur nafasnya, hidungnya yang memerah dengan sisa ingus membuatnya kesulitan bernafas saat ini.

     “Kita mampir ke pasar, beli makanan kesukaanmu. Lalu berhentilah menangis,” ucap Theodore.

     “Aku bisa membeli apapun papa?” tanya Lauren.

     “Iya, lagi pula aku tidak akan bangkrut,” jawab Theo.

     Kini Lauren tersenyum senang, matanya terlihat berbinar cerah meski sedikit bengkak. Anak itu menyedot ingusnya yang hampir saja menetes. Melihat itu Theodore segera membuat jarak.

       “Kita mampir ke pasar” ucap Theo ke kusir kereta.

     Setelah perjalanan lima belas menit, mereka hampir memasuki area pasar. Jalur perjalanan mulai buruk, itu terbukti dengan beberapa kali Lauren hampir tersungkur. Kini Theodore menahan tubuh Lauren dengan tangan, layaknya safety belt. Anak itu kembali mengusap ingus dengan sapu tangan Theo, membuat sang pemilik hanya bisa pasrah.

     Akhirnya kereta kuda berhenti, Theodore turun terlebih dahulu disusul oleh Lauren. Masyarakat melihat Theodore langsung membungkuk dan berjalan menyingkir, memberi jalan untuk seorang penguasa sepertinya. Perlakuan mereka tak luput dari mata Lauren.

     “Papa, mereka takut padamu?” bisik Lauren.

     “Iya, hanya anak nakal sepertimu yang tidak takut padaku,” jawab Theo.

     Lauren mendengus, mulutnya bergumam tidak jelas. Ia berusaha menyusul Theodore dengan langkah kaki sengaja dihentak hentakkan. Mereka sampai di sebuah bakery, aroma roti yang baru matang menyeruak ketika mereka masuk.

     Tiba – tiba terdengar suara perut keroncongan, Theo melirik Lauren yang sedang tersenyum tanpa dosa.

     “Kau seperti tidak kuberi makan satu tahun,” gumam Theo.

     “Maaf papa, aromanya harum sekali membuat Lauren lapar,” bisik Lauren.

     Seorang pelayan mendekati mereka, ia membungkuk lalu tersenyum ramah, dan memberikan mereka rekomendasi menu.

     “Cepatlah memilih,”bisik Theodore.

     “Papa, aku tidak bisa melihat,” jawab Lauren.

      Ia merentangkan kedua tangannya ke atas, berharap Theo mau menggendong tubuh mungilnya. Theo memutar kedua bola matanya malas, ia tidak tahu jika  mengurus kurcaci akan semerepotkan ini. Dengan terpaksa ia menggendong Lauren.

      Wajahnya berbinar melihat rak – rak berisi aneka roti yang menggugah selera. Dia membiarkan tangan putrinya menunjuk semua menu yang diinginkan, lagi pula keluarga de Luca tidak akan semudah itu bangkrut. Theo menurunkan kembali tubuh Lauren dan bergegas mengurus pembayaran. Ada raut kecewa pada wajah Lauren sesaat.

     Gadis itu memilih menuju pintu keluar, matanya menyipit melihat kerusuhan di sebrang bakery. Lauren mengendap endap meninggalkan ayahnya. Berjalan menyelinap masuk ke dalam kerumunan. Suara makian terdengar, kakinya berjinjit dengan harapan dapat melihat situasi di hadapannya.

     Sementara itu Theodore sudah keluar ke depan bakery, tangannya menenteng dua kantong belanjaan. Ia menghela nafas, hilangnya Lauren pasti menerobos kerumunan orang di depan. Matanya melihat sosok kecil menuju ke arahnya, tidak salah lagi itu adalah Lauren.

Putri Angkat Duke Tiran Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang