Balik lagi nih, siapa yang kangen?
Jangan lupa vote ya!
Happy reading!
Di pagi yang cerah ini, Theodore baru saja menyelesaikan sarapan. Mengawali hari seperti biasanya, yaitu menuju ruang kerja pribadi untuk berkencan dengan berkas – berkas. Matanya tak sengaja bertatapan dengan penjaga di depan ruang kerjanya. Entah kenapa rasanya mereka sedang menahan gugup, mereka berusaha menghindar dari tatapan Theodore.Tangannya tergesa-gesa membuka knop pintu, mata Theodore menyapu seisi ruangan. Dan benar saja ia mendapati Lauren duduk di meja kerjanya. Laporan yang tersusun rapi kini berserakan di atas meja. Theo yang panik langsung saja menghampiri Lauren, memastikan keadaan berkas penting miliknya.
Pria itu menghembuskan nafas lega, melihat berkasnya tetep tersusun rapi. Namun lembaran-lembaran kosong miliknya telah ternoda dengan tinta dari pena berbulu yang Lauren pegang. Beruntung bukan miliknya yang berserakan. Matanya mengamati tingkah Lauren, tangan kiri Lauren memegang kertas berisi rincian pengeluaran Duchy. Sementara tangan kanan Lauren menyalin angka angka yang ia salin dari berkas di tangannya.
“Kau belajar menulis angka?” tanya Theodore.
Karena kaget tangan mungil Lauren menyenggol tinta. Lembaran kertas hasil jerih payah separuhnya telah bernoda hitam. Membuat Lauren mendengus dengan raut masam.
“Maaf mengagetkanmu,” ucap Theodore yang meminta maaf dengan tulus.
“Papa coba hitung lagi,” pinta Lauren.
Tidak menghiraukan permintaan maafnya dan justru meminta Theo memeriksa kembali berkas miliknya, satu alis Theodore terangkat sembari menatap Lauren dengan raut bingung. Pria itu mengambil berkas dan pena dari tangan Lauren. Lalu mulai menghitungnya satu persatu dengan teliti. Jiwa Lauren yang dulunya sebagai penagih hutang membuat gadis itu tidak terima ada kesalahan dalam menghitung.
Theodore kini membandingkan berkas yang ia terima dari Baron dengan secarik kertas berisi susunan angka yang baru saja ia hitung. Benar saja, ada selisih banyak disana. Ini berarti Baron berani melakukan korupsi di wilayahnya.
“Kenapa kau tau ada kesalahan di sini?” tanya Theodore.
Seingatnya mereka belum memberikan guru untuk mengajari Lauren membaca dan menulis. Apakah ia adalah anak yang jenius? Lauren hanya mengangkat kedua bahu, lalu memasang ekspresi seolah tidak tahu.
“Tulisaannya jelek papa, jadi benar tulisan jelek adalah seorang penjahat?” tanya Lauren.
“Asumsi dari mana itu? Tentu saja itu tidak benar, jika orang lain mendengar mereka bisa tersinggung Lauren,” jelas Theodore.
“Maaf papa! Lagi pula aku meminta papa untuk mengajariku berhitung, kenapa justru papa menghitung sendiri?” gumam Lauren.
“Baiklah papa yang salah, biarkan aku mengurus ini sejenak.” Theodore bergegas keluar dari ruangannya. Lauren hanya mampu menatap punggung ayahnya yang kian menjauh, menyisakan Lauren dalam kesunyian.
Baru saja Lauren hendak turun dari kursi kebesaran ayahnya, suara familiar terdengar.
“Your Grace, jangan menyiksa saya lagi. Martabatku sebagai tangan kanan seorang Duke Tiran kini menjadi pengasuh anaknya? Ini tidak keren, tidak adakah tugas lain?” Tidak salah lagi, itu adalah suara Justin yang teramat di kenali Lauren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Angkat Duke Tiran
FantasyTheodore de Luca di angkat menjadi seorang Duke muda setelah kematian sang ayah di medan perang. Alih - alih memilih pasangan hidup, ia justru menolak semua putri bangsawan yang di sodorkan padanya. Pria itu menghindari pernikahan dan justru mengado...