Hampir 3k words... jadi pelan pelan aja ya bacanya...
###
Hari ini Teras Seduh tutup. Beberapa pengunjung tampak berbalik arah dengan kecewa saat melihat kafe favorit mereka tidak buka saat ini.
Lana duduk di kursi dekat jendela, menatap ke luar sambil mengingat kejadian semalam. Nassal cannula tampak masih menghiasi wajahnya yang pucat. Sesekali ia tampak bernapas melalui mulutnya, seakan oksigen yang ia hirup tidak cukup.
Satya dan Rama duduk di meja tidak jauh darinya, terlihat sedang membicarakan sesuatu dengan serius. Chandra datang membawa secangkir teh hangat dan meletakkannya di depan Lana. "Minum dulu Na. Ini bisa bantu kamu merasa lebih baik," katanya dengan lembut.
Lana mengangguk dan mengambil cangkir itu dengan kedua tangan, merasakan hangatnya teh yang menenangkan. Ia melirik ke arah Bintang yang duduk sendirian di sudut ruangan, tampak masih muram dan enggan berbicara.
Semuanya hanya diam menikmati ketenangan setelah huru hara yang mereka hadapi semalam. Sibuk dengan pikiran masing masing.
"Mas Chandra..." panggil Lana lembut pada Chandra yng sedang memeriksa kondisinya.
"Hm?"
"Kemarin Mas bilang sesuatu sebelum kita dikerjar. Maksud Mas itu bukan angka untuk judi, lalu itu apa?"
Chandra menarik napasnya dalam, "Saya tidak tau... tapi yang pasti itu bukan angka untuk permainan judi."
"Kenapa?"
"Angka angka itu memiliki pola dan terasa tidak asing, tapi saya tidak tau itu apa..."
Bintang bangkit dan berjalan mendekat, ia sedikit menunduk agar matanya sejajar denga Lana yang sedang duduk "Ingat sesuatu? Coba cocokkan dengan ingatanmu yang sangat spesial itu." ucapnya ketus.
Rama bangkit dari tempat ia duduk, lalu ia merangkul Lana dan menatap Bintang nyalang. Mungkin ia mulai menaruh rasa hormat dan percaya pada Chandra, tapi pada Bintang ia semakin kesal. Ia tidak suka setiap kalimat tajam yang dilontarkan remaja itu kepada adiknya.
"Marah? Memang itu tugasnya." ucap Bintang setelah meletakkan gelasnya. "Cepat kalian pecahkan kode kode itu. Aku akan berjaga saja di depan."
Bintang melangkah keluar. Meninggalkan semua orang yang masih terdiam karena ucapannya.
"Maaf... apapun yang dia katakan, tolong jangan dimasukkan ke hati." ucap Chandra mewakili adiknya.
"Tapi benar kata Bintang, mungkin kita bisa sama sama membahas apa saja yang kita temukan kemarin. Ada tempat yang bisa dipakai?" tanya Chandra kembali.
Lana merasa ada ketegangan di antara mereka, tetapi dia tahu bahwa ada hal yang lebih penting yang harus mereka hadapi sekarang. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, sebelum berkata, "Ayo kita ke perpustakaan Ayah. Di sana kita bisa membahas ini dengan lebih tenang."
###
Perpustakaan ayah mereka adalah sebuah ruangan besar dengan dinding yang dipenuhi rak-rak buku dari lantai hingga langit-langit. Di tengah ruangan, ada meja kayu panjang yang biasa digunakan ayah mereka untuk bekerja. Lana merasa tenang setiap kali berada di sini, dikelilingi oleh kenangan masa kecil dan karya-karya ayahnya.
Satya membantu Lana duduk di salah satu kursi di sekitar meja, ia juga memastikan oksigen masih mengalir dengan baik. Kemudian mereka semua mengambil tempat duduk. Chandra mengeluarkan beberapa lembar kertas dari tasnya dan buku yang mereka temukan kemarin.
YOU ARE READING
Teras Seduh
Genel KurguMemiliki ingatan yang baik adalah anugerah. Tapi jika terlalu baik malah menjadi buruk. Memori itu akan menumpuk dan larut antara satu sama lain. Seperti kopi dan air yang sudah diseduh. Hitam Pekat. Tapi bagi sebagian orang itu nikmat.