Chandra mengeratkan genggamannya pada setir mobil hingga buku jarinya memutih, matanya fokus menatap jalanan yang gelap. Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam, menandakan sudah hampir 10 jam Lana hilang sejak diculik di Teras Seduh.
Setelah membereskan apa yang terjadi di Teras Seduh, Chandra belum ada berhenti sama sekali mencari Lana. Satya dan Rama, ia larang untuk ikut. Mereka bedua diamankan di kediaman keluarga angkasa, dengan paksaan tentunya. Meski mereka sama khawatirnya dengan dirinya, keberadan mereka tidak dapat menolong banyak. Bahkan akan banyak menghambat karena ketidaktahuan mereka.
Handphone ia letakkan di atas dashboard terus melakukan panggilan berulang kali. Setiap panggilan tak terjawab, setiap pesan yang belum dibaca, membuat perutnya semakin mual dengan rasa khawatir. Dia sudah mencoba menghubungi Bintang, Bulan, dan Jo yang sedang bersama mereka berkali-kali, tapi tidak satu pun dari mereka yang menjawab. Ia tahu kedua adiknya masih marah padanya, tapi tidak seharusnya di situasi yang mengancam nyawa Lana seperti ini mereka tidak mau menurunkan ego mereka.
Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Dia tak bisa berhenti memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin terjadi pada Lana. Dia tahu betul musuh yang mereka hadapi tak akan segan-segan melakukan tindakan keji jika situasinya mendesak.
Bagaimana kalau Lana kambuh? Dia dibawa ke mana? Apakah mereka melukai Lana?
"Tolong angkat teleponnya Bintang..." gumam Chandra penuh keputusasaan. Kemampuan Bintang disaat seperti ini sangat dibutuhkan, mencari Lana akan mejadi lebih mudah dengan kemampuan proyeksinya.
Chandra kembali melirik sekilas ke layar ponselnya, masih mencoba terhubung. Nada sambung terus berputar di telinganya, membuatnya semakin resah.
Tidak ada jawaban.
Chandra mencoba lagi, kali ini menghubungi Bulan. Hasilnya sama. Ini bukan pertanda baik. Biasanya Bulan tidak penah mengabaikannya seburuk apapun ia memperlakukan Bulan.
Chandra menginjak pedal gas dengan kuat, matanya fokus pada jalanan yang gelap di depannya. Pikiran dan perasaannya bercampur aduk antara rasa takut kehilangan Lana dan penyesalan yang terus menghantui setiap keputusan yang telah ia ambil. Dalam hatinya, dia tahu bahwa tindakan terakhirnya telah melukai Bintang dan Bulan yang berakibat dengan rusaknya rencana mereka. Tapi ini bukan waktu untuk menyesali apa yang sudah terjadi, dia harus menemukan Lana, bagaimanapun caranya.
Saat dia sedang berpikir untuk menghubungi lagi, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Titik koordinat. Itu saja, tanpa ada kata-kata. Chandra langsung mengenali nomor pengirimnya. Bintang.
Tanpa ragu, ia memasukkan koordinat itu ke GPS dan mengarahkan mobilnya menuju lokasi yang ditentukan. Apa pun yang terjadi, dia akan menuju ke sana. Meskipun dia tidak tahu apa yang menantinya di tempat itu, Bintang memberinya sebuah petunjuk. Dan itu lebih dari cukup.
Perjalanan menuju titik koordinat itu terasa begitu panjang, meskipun dalam kenyataannya hanya beberapa menit. Pikiran Chandra berputar pada berbagai kemungkinan. Apakah Bintang telah menemukan Lana lebih dulu? Semoga saja seperti itu.
###
Chandra tiba di lokasi yang dituju, ia melihat sebuah mobil terparkir di pinggir jalan yang sepi. Chandra memarkirkan mobilnya dan turun. Ia melihat Bintang dan Jo berdiri di dekat mobil, sementara Bulan tampak duduk di dalam mobil dengan selimut yang melindungi tubuhnya dari angin malam yang masuk melalui jendela yang terbuka.
Sebelum Chandra bisa mengucapkan sepatah kata pun, Bintang berbicara lebih dulu, "Mas harus berterima kasih pada Bulan," kata Bintang dengan nada yang dingin. "Kalau bukan karena dia, Mas mungkin masih berkeliaran tanpa tujuan."
![](https://img.wattpad.com/cover/369361754-288-k192307.jpg)
YOU ARE READING
Teras Seduh
Fiction généraleMemiliki ingatan yang baik adalah anugerah. Tapi jika terlalu baik malah menjadi buruk. Memori itu akan menumpuk dan larut antara satu sama lain. Seperti kopi dan air yang sudah diseduh. Hitam Pekat. Tapi bagi sebagian orang itu nikmat.