Lana 4

748 100 24
                                    

Tidak ada suara selain perpaduan suara oxygen concentrator dan jarum jam yang terdengar. Seluruh penghuni di kamar ini berusaha sebisa mungkin tidak mengusik tidur Lana yang sedang terbaring. Walaupun mereka tau Lana tidak dapat mendengar suara mereka meski mereka berteriak sekalipun.

Rama tidak tahu apa yang disuntikkan Chandra sampai adiknya ini dapat tertidur setelah terus berteriak histeris, yang pasti ia cukup berterimakasih atas bantuannya. Meski Chandra dan Bintang juga yang menjadi penyebab semua kehebohan ini.

"Istirahat aja Ram, gak usah ditunggui. Saya udah berikan obat tidur juga supaya dia istirahat." ucap Chandra santai sambil mengelus Bintang yang tertidur di pangkuannya.

"Aku udah janji buat gak ninggali dia. Aku gak mau kalau dia bangun dan gak bisa kenali lagi dia lagi di mana kayak tadi."

Chandra dan Bintang memutuskan untuk bermalam di rumah mereka. Chandra yang ternyata seorang dokter ingin memantau kondisi Lana lebih lanjut. Ia juga merasa betanggung jawab dengan tingkah laku adiknya. Itulah sebabnya mereka masih berada di kamar Lana meski sudah larut malam.

Sedangkan Satya sedari tadi belum menemui Lana kembali. Ia memilih untuk berada di manapun, asal tidak di berada di ruangan yang sama dengan Lana. Rasanya ia butuh waktu untuk menenangkan dirinya sendiri.

Pukulan yang diberikan Rama membuatnya sadar bahwa ia sudah tidak bersikap seperti manusia. Dengan mudahnya ia menyampaikan hal-hal yang seharusnya lebih baik tidak diketahui Lana. Bahkan Chandra saja ingin menyampaikannya dengan perlahan.

Tapi munafik rasanya kalau saat ini Satya tidak kecewa dengan Lana. Ternyata "adik"nya itu berada di lokasi saat "adik"nya kecelakaan dan Lana memilih pergi. Saat ini ia berandai andai, apakah "adik"nya dapat selamat jika saat itu tidak mengambilkan bola untuk Lana. Seandainya Lana mencari pertolongan, apakah mereka saat ini dapat melihat "adik" yang sangat ia sayangi tumbuh besar dan keluarga mereka akan bahagia?

Satya tidak tahu.

"ARGGH!"

"LEPAS!"

"Aku janji akan bawa uang lebih banyak Bu.... Jangan pukul... sakit..."

Satya menutup telinganya seerat mungkin saat teriakan teriakan itu mulai terdengar. Ia berusaha tidak terpengaruh dengan itu semua. Jika mendengarnya ia akan luluh dan tidak tega menanyakan apapun pada Lana. Sebagai putra sulung, ia harus menuntut kebenaran keluarganya. Biarkan saja Rama tidak ingin, Satya harus tetap memperjuangkannya.

Lana adalah orang asing yang kebetulan menjadi adik angkatnya. Sedangkan "adik" dan kedua orangtuanya memiliki darah yang sama mengalir di tubuhnya. Keputusan yang ia ambil tepat kan?

Satya harap juga begitu.

###

"Adeknya Mas udah bangun," ucap Rama sambil membenarkan letak masker oksigen di wajah Lana. Sakit sekali rasanya mendengar setiap tarikan napas yang berat itu.

/Mau minum?/

Meski Rama yakin Lana dapat melihat gerakan tangannya, Lana hanya diam dengan pandangan kosong.

/Masih capek? Mau tidur lagi?/

Lagi-lagi Rama tidak mendapat jawaban.

"M-mas..."

"Ya Na?" jawab Rama setelah memasangkan alat bantu dengar Lana.

"Mas... marah?"

"Kenapa harus marah? Lana gak buat salah apa-apa."

Air mata mulai mengalir di wakah pucat Lana. Napasnya terdengar semakin sessak dengan suara batuk yang mengiringi.

"Jangan nangis ya... nanti makin sesak..."

Teras SeduhWhere stories live. Discover now