/menggunakan bahasa isyarat/
Lantunan Simfoni
*
*
*Lana terbangun dengan tubuh yang masih belum terlalu segar. Udara pagi yang sejuk masuk melalui jendela kamarnya yang sedikit terbuka membuat ia terbatuk beberapa kali. Ia meraih inhalernya dan menggunakannya untuk memastikan napasnya lebih stabil sebelum turun dari tempat tidur dan menuju kamar mandi.
Saat ia keluar dari kamar mandi, Lana menemukan secangkir teh hangat dan sepiring roti bakar yang sudah disiapkan oleh Satya di meja samping tenpat tidurnya. Ada sebuah catatan kecil di dekat piring itu:
"Selamat pagi Na, istirahat yang cukup ya. Jangan lupa minum obatnya. - Mas Satya."
Lana tersenyum tipis membaca catatan itu. Ia kemudian menikmati sarapannya sambil memainkan ponselnya.
Sarapannya udah aku makan ya Mas. Makasih.
Setelah pesan itu terkirim sebuah panggilan videocall masuk ke ponsnya.
/Udah enakan? Maaf tadi Mas tinggal, tidurnya nyenyak banget. Gak tega bangunkamnya/
/Udah lumayan Mas/
/Janga lupa inhaler pgi yang buat kontrol sama obatnya. Siap itu istirahat aja, gak usah ke kafe/
/Ok/
/Kalau badannya makin gaenak telpon aja ya, Rama bentar lagi juga pulang. Dia cuma ada dua kelas hari ini/
/Siap Mas! Semangat kerjanya Mas!/
Setelah panggilan terputus Lana mulai dengan rutinitasnya. Ia menghirup inhalernya yang berbentuk bulat pipih, berbeda dengan yang biasa ia gunakan saat kambuh. Beberapa butir obat juga ia minum menggunakan teh hangat. Meski ia menyesal karena rasa pahit jadi menyebar di mulutnya karena teh hangat itu.
"Ke perpus aja apa ya?" gumamnya pada diri sendiri.
Perpus Ayah tentunya salah satu ruangan terbesar di rumah ini mengingat sang Ayah adalah seorang penulis. Lebih tepatnya seorang ghost writer. Ayah tidak suka namanya terang terang-terangan terpampang. Jadi ia akan menjual karyanya untuk diterbitkan oleh penulis lain.
Saat sudah berada di perpustakaan Lana mulai sibuk memilih buku. Sebenarnya ia sudah membaca semuanya dan mengingat seluruh isinya tentunya. Tapi ia tidak akan pernah bosan. Buku - buku buatan Ayah terdiri dari berbagai genre, romance, thriller, fantasy, dan banyak lagi. Lana selalu takjub dengan kata demi kata yang Ayah susun. Semuanya terasa seperti bukan karangan dan begitu nyata.
Tiba - tiba sebuah tangan menepuk pundaknya dari belakang, membuat lana berjengit kaget. Hampir saja ia lari karen mengira itu adalah hantu, mengingat ia hany seorang diri di rumah. Tapi tangan itu menahan tubuhnya saat kalinya aka melangkah, napasnya sudah kembang kempis karena panik.
"Eh, eh. Jangan kambuh gara-gara Mas dong." ucap Rama panik sambil membantu Lana duduk di lantai untuk menetralkan napasnya.
Lana merogoh kantongnya dan mengeluarkan dua alat yang ia butuhkan saat ini, alat bantu dengar dan inhaler.
"Mas ngeseli, bengek lagi jadinya." ucap Lana di sela napasnya yang terputus. Ia langsung menggunakan inhalernya. Dalam waktu kurang dari satu jam ia sudah menggunakannya dua kali pagi ini.
"Maaf, maaf." ucap Rama yang sedang mengelus pelan dada Lana. Ia benar - benar merasa bersalah.
"Mau balik ke kamar? Atau mau baca buku di sini?"

YOU ARE READING
Teras Seduh
Ficção GeralMemiliki ingatan yang baik adalah anugerah. Tapi jika terlalu baik malah menjadi buruk. Memori itu akan menumpuk dan larut antara satu sama lain. Seperti kopi dan air yang sudah diseduh. Hitam Pekat. Tapi bagi sebagian orang itu nikmat.