Bulan 11

550 75 38
                                        


Lana duduk di pinggir tempat tidur kamarnya, lebih tepatnya kamar yang ia tempati sementara di rumah orang tuanya. Hatinya berdebar kencang memikirkan pertemuan malam ini. Malam ini, dia akan bertemu dengan orang tua kandungnya untuk pertama kalinya. Meskipun ini adalah hal yang sangat ia nanti nanti, ada semacam harapan dan ketakutan yang bercampur jadi satu.

Satya mengetuk pintu kamar Lana dan masuk dengan senyum hangat, /Lana, kamu siap?/ tanyanya lembut.

Lana memakai alat bantu dengarnya dan mengangguk pelan. "Aku... aku siap Mas. Hanya sedikit gugup."

Satya mendekat dan memeluk adiknya dengan hangat, "Wajar kok. Tapi kamu nggak sendirian, ingat kamu punya Mas dan Rama."

Lana tersenyum tipis, "Terima kasih Mas."

Rama juga ikut masuk dan berdiri di sampingnya, meletakkan tangannya di bahu Lana, "Mereka sangat ingin bertemu denganmu. Mereka sudah lama menantikan momen ini."

"Aku juga, tapi... aku takut," jawab Lana sambil menundukkan kepala, "Bagaimana kalau aku gak sesuai ekspektasi mereka?"

Satya menggeleng, "Setelah semua yang telah mereka lalukan untuk melindungi mu dan melihat sikap Chandra, Mas dapat pastikan mereka menerimamu sepenuhnya."

"Mas yakin?"

"100%, kok jadi ragu gini? Menyenangkan hati orang kan keahlian kamu Na." ucap Rama sambil mengusak rambut Lana.

Lana hanya mengerucutkan bibirnya. Tentu berbeda, selama ini hanya pelanggan cafe yang ia hadapi. Sedangkan ini orang tua kandungny yang belum pernah ia temui.

"Kalau mereka nyakiti kamu, nanti Mas maju paling depan. Kalau Bintang kasar sama kamu, Rama yang maju." Satya mengatakannya sambil melirik Rama.

Rama yang merasa namanya dibawa bawa hanya mendengus. Meski dalam hati ia menyetujui yang Satya katakan. Remaja menyebalkan itu akan menjadi urusannya.

###

Semakin mendekati ruang makan, Lana merasakan napasnya sesak, tetapi dia berusaha tetap tenang. Sesak yang ia rasakan saat ini tidak akan bisa diredakan dengan inhaler maupun obatnya yang lain.

Ruang makan itu tampak elegan, lengkap dengan lampu kristal yang berkilau dan meja yang dihias dengan indah. Seperti adegan makan malam keluarga kaya raya yang ia lihat di film-film. Saat ia memperhatikan menu yang terhidang, senyum tipis terukir di wajahnya. Semuanya adalah menu favoritnya.

Chandra menyambut mereka dengan senyum lebar. "Ayo duduk, semuanya sudah siap."

Lana mengangguk dan mengambil posisi pada bangku yang ditunjuk Chandra. Ia duduk di antara Satya dan Rama, berusaha menunjukkan senyum yang ramah untuk menyembunyikan rasa cemasnya. Satya berusaha menenangkan adiknya dengan mengelus tangannya yang sedikit dingin.

Selain Chandra dan Bintang, di antara kursi kursi itu dia melihat seorang pria dan wanita yang tampak elegan dan ramah. Wajah mereka langsung berseri-seri saat melihat kehadiran Lana. Air mata tampak menggenamg dan siap jatuh di ujung mata wanita itu. Mereka adalah orang tua kandungnya, Ayah dan Bunda.

Bunda berdiri dan tersenyum, "Lana," kata wanita itu dengan suara yang sangat lembut. "Ini Bunda, dan ini Ayah."

Lana merasakan air mata menggenang di matanya saat mereka mendekatinya, Bunda memeluknya erat. "Kami sangat merindukanmu Lana," bisiknya.

Lana membalas pelukan itu dengan erat, merasakan kehangatan yang selama ini dia rindukan. "Aku juga merindukan kalian," jawabnya dengan suara serak.

Ayahnya berdiri di samping, menunggu giliran untuk memeluk putranya. "Kami sangat bersyukur bisa bertemu denganmu lagi. Maaf selama ini hanya dapat mengamatimu dari jauh."

Teras SeduhWhere stories live. Discover now