Rest, before upcoming war

25 1 6
                                    

Kamar di villa terasa tenang, dikelilingi oleh suara lembut dari malam yang tenang. Zela, yang baru saja pulih dari luka-luka yang dideritanya, perlahan mulai membuka matanya. Derick, yang tidak pernah meninggalkannya sejak kedatangannya, duduk di samping tempat tidur, tampak lelah tetapi penuh perhatian.

Saat Zela mulai sadar sepenuhnya, ia merasakan kepalanya berat dan tubuhnya masih terasa nyeri. Namun, ada sesuatu yang lebih berat yang membuatnya merasa tertekan. Derick, melihat perubahan di wajah Zela, segera menepuk tangan lembutnya di tangan Zela.

“Hey, kamu bangun akhirnya,” kata Derick dengan suara lembut, mencoba menenangkan Zela.

Zela mengerjap, menatap Derick dengan mata yang penuh kelelahan dan emosi. Ia mulai membuka mulut, berusaha mengumpulkan kata-kata yang sudah lama tertahan.

“Derick, aku… aku harus cerita,” katanya dengan suara yang lemah dan bergetar. “Malam itu… malam saat aku hilang, ada banyak yang terjadi.”

Derick menggenggam tangan Zela lebih erat. “Sabar, Sayang. Ceritakan aja, aku di sini dengerin, pelan-pelan.”

Zela menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan ketegangan dalam dirinya. “Jadi, setelah kita terlibat kecelakaan… aku dibawa ke tempat yang asing. aku diborgol dan mataku ditutup, jadi aku gak bisa lihat apa-apa. Tapi aku bisa merasakan kalau kita naik pesawat.”

Derick mendengarkan dengan seksama, wajahnya berubah menjadi sangat serius. “Dimana kamu dibawa setelah pesawat?”

“Aku dibawa ke sebuah cabin di tengah hutan,” lanjut Zela dengan suara yang semakin melemah. “Cabin itu dikelilingi oleh hutan lebat. Mereka nggak pernah ngasih tau aku siapa mereka. Tapi dari semua yang terjadi, aku tau mereka nyimpan dendam sama aku.”

Derick menggigit bibirnya, tampak marah dan khawatir sekaligus. “Mereka nyiksa kamu?”

Zela mengangguk perlahan, air mata mulai mengalir di pipinya. “Iya, mereka nyiksa aku. Mereka bilang aku itu penghalang antara kamu sama mereka. Mereka nggak suka sama aku, Derick.”

Derick meremas tangan Zela lebih kuat. “Aku bakal cari tau siapa mereka. aku pastiin nggak akan biarin mereka lolos.”

“Aku tahu,” kata Zela dengan lemah. “Tapi ada satu hal lagi yang harus kamu tau. Mereka…”

Zela terdiam sejenak, berusaha mengumpulkan kekuatan untuk melanjutkan. “Mereka udah nyusun rencana buat ngerusak segalanya. Mereka nyangka kalau aku bisa nahan kamu dari semua rencana mereka.”

Derick mengusap air mata Zela dengan lembut. “Sayang, aku minta maaf karena ini terjadi sama kamu. Tapi aku janji akan segera menuntaskan semua ini.”

Zela tersenyum lemah, merasa sedikit lebih tenang dengan dukungan Derick. “Aku cuma pengen kamu tahu… meskipun aku disiksa, aku bakalan tetep nunggu kamu datang. Karena aku tahu, kamu nggak akan ninggalin aku begitu aja.”

Derick menundukkan kepala, menempatkan dahi mereka berdua bersentuhan. “Aku pastikan semua ini selesai. aku bakal pastiin kamu aman, Zela.”

Dengan kata-kata tersebut, mereka berbagi momen yang penuh emosi, di tengah rasa sakit dan trauma yang belum sepenuhnya sembuh. Namun, dengan dukungan Derick dan tekad untuk melawan, Zela mulai merasa sedikit lebih kuat, siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang selanjutnya.

===================================

Di ruang tengah villa yang megah, semua orang berkumpul dengan penuh kecemasan. Derick, dengan wajah yang lelah dan penuh kekhawatiran, baru saja keluar dari kamar tempat Zela dirawat. Setiap orang, dari Caramel hingga Navya, menunggu dengan napas tertahan, berharap mendengar kabar baik tentang keadaan Zela.

INEFFABLE : Different to TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang