With or Without

21 3 2
                                    

Sudah sekitar sebulan mereka meninggalkan cottage Derick kembali ke kehidupan masing-masing dengan damai. Zela sudah kembali ke pelukan Derick, setidaknya itu sudah cukup untuk membuat Derick dan yang lainnya tenang untuk sekarang.

===================================

Surabaya, Indonesia

“Agak sepi ya sekarang..” Ver tertawa canggung, melepas jasnya dan menggantungkannya di gantungan jas, Caramel yang duduk di kursi, ditemani secangkir teh dan rokoknya yang menyala hanya tersenyum tipis. dihadapannya Bell dan Aery tengah sibuk dengan penjualan barang haram di deepweb, terimakasih kepada Hazel yang telah mengajarkan adik-adiknya ini bertransaksi barang haram.

“Ya mau gimana lagi? semuanya udah aman kok. gue bersyukur Zela udah balik.” Caramel mengepulkan asap dari hembusan nafasnya membuat seisi ruangan tengah bau asap rokok.

“Loh thea mana?” Ver duduk di kursi, menyadari kalau anak-anak dari Caramel berkurang satu, menyisakan Bell serta Aery yang sibuk dengan laptop mereka. “Thea pulang.” Bell menjawab, pandangannya tidak terputus dari laptop dihdapnnya, mengadirkan keriput di jidat Ver yang keheranan.

“Pulang?”

“Iya, dia ada urusan di banyuwangi, mama asuhnya di panti sakit.” Jawaban dari Bell membuat Ver hanya mengangguk paham tidak ingin menanyakan lebih lanjut dengan hal tersebut.

“Gue ngerasa agak aneh sebenernya sama The Ravens.” Celetukan Ver dibalas oleh Caramel dengan menaikkan satu alisnya dengan heran. ia menatap kebingungan dengan apa yang baru saja keluar dari mulut ver. 

“Iya maksud gue, kenapa kalo the Ravens bilang Zela itu penghalang, kenapa Zela gak langsung dibunuh ditempat?”

Spekulasi Ver berhasil membuat Aery dan Bell terdiam. Caramel membuang abu rokoknya di asbak kembali menghisap rokoknya dengan tenang. beberapa saat keheningan melanda mereka berpikir hal yang sama dengan Ver. Caramel langsung menatap Ver dengan agak takut.

“Gue rasa, target sebenernya bukan Zela. ini semu cuma konspirasi?”

“Kita gatau, tapi gue rasa hilangnya Zela ini cuma pancingan.” Ver menjawab, ia merebahkan punggungnya di sofa dengan santai mengambil susu kotka dari meja yang merupakan milik Bell, sementara pemilik susu kotak itu hanya cemberut dengan kesal.

“Ah omongan lu bikin gue khawatir tau gak.” Caramel mendesis kesal, mematikan rokoknya dengan kasar ke asbak dan memijit pelipisnya tenggelam dalam pikirannya yang sudah muncul berbagai spekulasi.

“Eh yeuh, mamang Ver.” Suara Corry terdengar dari dapur. Corry mengenakan celemek berwarna krem dengan gambar teddy bear yang kekecilan di badannya yang kekar. jelas itu milik Bell yang dipakai. Ver menatap Corry yang menyajikan kopi hangat dengan geli. “Ih anjing, pake apaan lo?”

“Lucu kan? ari kata Navya mah slayyy.”  Corry menjetikkan jariny dengan lentik disambut Ver serta Aery yang menahan muntah dan merinding selurub badan.

“Rokok doang surya, mlehoy.” Caramel menyahut, masih berpikir. wajahnya suram seketika dan melihat anak-anaknya dengan was-was. ia mulai merasa menyesal mengikuti Derick.

“Bell, tolong pengiriman hari ini diurus ya, habis ini kita harus check sesuatu.”

“Oke mak laksanakan.” Bell mulai mencatat dan Aery sendiri mulai sibuk menelepon orang gudang untuk menyiapkan dan mengepak barang. Caramel membuka ponselnya dan dengan ragu membuka nomor Albert. Caramel membuka panggilan, butuh waktu sekitar dua sampai tiga kali panggilan Albert baru mengangkat.

“Sorry gue abis meeting. butuh apa?”

“Kita ketemu sebentar di perbatasan menuju Sidoarjo, ada yang mau gue diskusiin. jangan bawa Derick atau Zela.” Kalimat Caramel disambut anggukan oleh Albert yang berada di seberang telepon.

INEFFABLE : Different to TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang