22 - Devoted, Promoted, and Engaged #2

19 4 10
                                    

"Ayah, Ibu, coba tebak Granger bawa siapa kali ini?"

"Loh, anak semata wayang kita pulang! Bu, anak kita pulang!

Astaga... Benar kan, Granger memang selama ini tidak pernah pulang padahal rumahnya terbilang dekat, tidak melintasi pulau. Pertemuan orang tua dan anak di pagi hari ini membuat Silvanna juga ikut terharu. Untuk sekarang biarkan saja sang kekasih melepas rindu terlebih dahulu dengan kedua orang tuanya.

Kemudian wanita berusia paruh baya itu mengalihkan perhatian padanya, "Anak cantik ini siapa namanya?"

Silvanna tersenyum dan ia langsung memeluk ibu dari sang kekasih yang tampak lebih tua dari ibunya. Pelukannya terasa nyaman sehingga Silvanna merasa bahagia saat berada di dalam pelukan seseorang yang akan menjadi orang tuanya juga ini.

"Nama saya Silvanna, ibu. Saya pacarnya Granger," dengan bangga Silvanna menyebutkan hal itu bahkan sebelum Granger memperkenalkan dirinya pada sang ibu.

"Ayo masuk, anakku! Maaf ya, rumah ibu berantakan," sesal sang ibunda sambil menggandeng Silvanna masuk ke dalam rumahnya yang sejujurnya sangat bersih dan terawat. Di beberapa sudut rumah, Silvanna melihat beberapa meja dengan vas berisi bunga segar dalam air yang menguarkan aroma khas yang menenangkan.

Silvanna diajak duduk di ruang tamu dengan sofa tua yang memang masih terasa sangat nyaman. Rumah ini walaupun berada di tengah kota tapi tetap saja terasa sangat tenang. Silvanna suka berada di sini. Semoga Granger nanti mengajaknya menginap di tempat nyaman ini.

Yang baru saja Silvanna sadari adalah bagaimana cara berjalan ayah Granger yang tampak menahan sakit di kakinya. Silvanna dengan sigap membantunya saat Granger memintanya untuk tetap duduk selagi Granger dan sang ibu memasak makanan untuk makan siang mereka.

"Ayah kenapa kakinya? Duduk dulu sini, yah."

Silvanna membantu sang ayah untuk duduk di sebuah kursi yang diminta, sebuah kursi kayu dengan bantalan kecil yang menurut beliau akan memudahkan untuk berdiri maupun duduk kembali.

Silvanna masih memperhatikan sang ayah hingga beliau bisa duduk dengan nyaman kemudian ia baru duduk juga agar bisa mengobrol dengan nyaman.

"Ayah dari kecil memang udah sakit-sakitan, nak. Tapi dulu sewaktu masih ada kakek, semuanya bisa diobati. Sekarang udah gak bisa. Doain aja ayah bisa sehat-sehat selalu dan bisa liat Granger lebih sukses nanti," jawab sang Ibunda sebagai perwakilan. Yah, tidak masalah. Mungkin saja sang ayah masih merasa canggung untuk mengobrol dengan orang asing seperti dirinya.

Doa dan harapan yang besar seolah diaminkan oleh semesta. Langit mendadak teduh dan angin bertiup semilir begitu menyejukkan. Tepat setelahnya, ibu dan Granger kembali ke ruang tamu bersama mereka dan mengajak untuk berpindah ke ruang makan karena sudah waktunya makan siang.

|•••|

"Silvanna asli dari mana, nak?" tanya sang ibu yang sepertinya berusaha mendistraksi Silvanna agar tidak melaksanakan pekerjaan rumah. Disusul oleh Granger yang mengecup pipi Silvanna secara tiba-tiba dan menggeser tubuh mungilnya untuk beralih dari ruang makan.

"Dah, ibu ajak ngobrol Silvanna aja. Ini biar aku yang beresin."

Entah mengapa mendengar hal itu, hati Silvanna terasa menghangat. Ia merasa bahwa Granger bukanlah seorang pria yang akan membebankan pekerjaan rumah tangga hanya pada seorang wanita dan Silvanna sangat mengapresiasi hal itu.

Mereka kembali duduk di sofa. Gadis itu duduk bersanding dengan sang ibu dan senyuman tak henti tercipta di bibir tipisnya.

"Silvanna orang Moniyan juga?" Tanya sang ibu lagi.

Black and White [Granger x Silvanna]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang