3 - The Man and the Guitar Case

50 5 23
                                    

"Besok sampai Minggu gue gimana, guys?" Tanyanya di Kamis malam ini, "Masuk pagi terus malam ke sini lagi apa sekalian gue masuk malam?" Pemuda berambut hitam dengan sedikit highlight putih itu masuk ke dalam ruang crew setelah selesai menutup pintu depan beserta rolling door-nya. Ia melepaskan apron yang sedari tadi melingkar di pinggangnya kemudian digantungkannya benda yang sehari-hari melindungi pakaiannya dari noda itu kembali pada tempatnya. Ia menatap wajah lelah teman-temannya, ia berikan satu senyuman yang ia harap bisa sedikit meredakan lelah mereka.

"Makasih, Bang Gran! Beneran hilang capek gue," ujar salah satu gadis berambut oranye yang ber-name tag Lolita itu.

"Gak ada makasih makasih. Kalian semua udah melakukan yang terbaik. Sekarang mending jawab gue aja, baiknya besok gue masuk apa?" Desaknya lagi.

"Bentar gue liatin jadwal dulu ya, Gran."

          Ia mengangguk. Membiarkan Cecilion, sang pemilik café itu untuk melihat jadwal kerjanya dan akan mendiskusikannya dengan teman-temannya yang lain karena Cecilion berprinsip bahwa kenyamanan pegawainya juga merupakan prioritasnya. Itulah alasan dirinya sangat bahagia berada di sini dan ini sudah tahun kelima dia berada di sini.

"Gran, besok langsung malam aja ya bareng gue, Bruno, Selena, Haya, sama Kagura. Yang pagi sama sore udah full soalnya."

"Oke, Bang Ceci. Makasih."

"Sama-sama. Gue pamit pulang dulu ya, istri udah telepon dari tadi. Makanan yang udah dibungkus jangan lupa dibawa ya, biar gak ada sisa di café."

"Makasih Bang Ceci!" Jawab mereka semua kompak.

          Satu persatu dari mereka pun beranjak, tak terkecuali dengan pemuda berambut hitam dengan highlight putih yang dipanggil Granger itu. Sambil menenteng bungkusan di tangan, ia berjalan santai menyusuri pavement dengan kondisi lingkungan sekitar yang sudah sangat sepi. Mungkin karena sudah larut malam juga sehingga penduduk sini sudah kembali ke peraduan mereka. Ia membuka pintu rumah kontrakan yang ditinggalinya. Terlihat di sana, teman satu kontrakannya, Yin, sudah berkelana di alam mimpi saking lelahnya ia hari ini.

          Granger beranjak untuk sejenak membersihkan diri. Meloloskan semua rasa lelah dan nyeri yang terakumulasi. Tak lama ia pun kembali. Dengan pakaian yang sudah lengkap membalut tubuhnya, ia beranjak ke kamar untuk membangunkan sang kawan yang masih saja tertidur dengan posisi melingkar di kasurnya.

"Yin, makan dulu yuk! Gue bawa makanan. Lo pasti cuma makan sore doang tadi."

Yang dibangunkan hanya menggeliat malas sambil bergumam, "Gue kenyang, Gran. Taruh kulkas aja besok gue panasin. Mending lo istirahat juga."

Baiklah, ia rasa perkataan Yin memang ada benarnya. Jadi setelah ia memasukkan makanan ke dalam kulkas, ia beranjak untuk beristirahat.

|•••|

           Granger Vinson itu namanya. Pemuda dua puluh delapan tahun ini merupakan seorang anak tunggal dari sepasang keluarga yang sudah lama kehilangan kejayaan. Hidupnya serba sulit sehingga sejak ia lulus dari SMA, ia harus bekerja untuk melanjutkan mimpinya menjadi seorang musisi. Beruntung saat itu ia iseng mencoba mendaftar di Universitas Moniyan dan mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di jurusan musik. Tapi sangat disayangkan beasiswa itu nyatanya tidak mampu mengcover dan menjamin kesejahteraan Granger setelah lulus dari sana.

            Kini sudah enam tahun pasca kelulusannya. Ia tidak pernah menyesali apa yang pernah ia dapat karena disanalah ia mendapatkan sesuatu yang bermanfaat. Berkat ilmu yang ia punya, ia bisa lebih mensejahterakan kehidupannya dengan bekerja di café milik Cecilion dan bekerja sampingan sebagai penyanyi di café itu juga dengan bayaran yang seutuhnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti yang akan dilakukannya hari ini.

Black and White [Granger x Silvanna]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang