Waktu semakin mendekati di mulainya acara, begitu pula Jasmine yang semakin sibuk dengan perannya.
Ia membagi tugas dengan Bara, bersama OSIS dan bantuan siswa lain untuk melangsungkan acara malam ini. Para tamu undangan VVIP pun telah berdatangan, termasuk keluarga Pramoedya dan Alexandrea.
"Vincent, cari adik mu," titah Zaven pada putera ketiganya, ia ingin puterinya bergabung bersama keluarganya dan berhenti dengan tugasnya.
Mau di elakkan pun, Jasmine tetap bagian dari tamu VVIP meskipun dirinya juga sebagai pantiia utama acara.
Vincent pun menurut perintah sang Ayah, meninggalkan meja keluarganya dan mencari Jasmine atau anak OSIS yang bisa ia tanyai.
"Eh ke lorong deket ruang OSIS yuk?"
"Ngapain, gue mau nyari tempat depan panggung!"
"Ntar dulu itu mah gampang, ayo buruan!"
"Emang ada apaan dah di sana?"
"Tau, heboh banget palingan anak OSIS lagi wara wiri."
"Bukan anjer, kak Marvin nembak Jasmine!"
"Hah serius lo?!"
"Heh beneran sekarang banget ditembaknya?!"
Vincent berdiri di depan siswa - siswi yang berlarian menuju ruang OSIS, ia merenyit bingung mendengarkan obrolan mereka.
Dengan langkah sedikit terburu, Vincent mengikuti ke mana siswa - siswi itu pergi. Di ujung lorong ia dapat melihat sang adik sedang berdiri berhadapan dengan Marvin.
Jujur, Vincent memang suka melihat bagaimana cara Marvin menjaga adiknya, memperlakukan dan mengimbangi sifat kekanak - kanakan Jasmine selama ini; tidak pernah Vincent melihat Marvin membentak sekali pun Jasmine sangat menyebalkan.
Marvin memang keras tapi pemuda itu mempunyai cara tersendiri dalam mencintai Jasmine, amarah yang sering di tunjukkan justru hanya main - main, Vincent pernah memergoki Marvin beradu mulut alias cekcok dengan adiknya, tapi sedetik kemudian pemuda itu terkekeh gemas.
"Gue tanya sekali lagi, lo mau jadi pacar gue?"
Suara Marvin sedikit menggema di lorong sekolah ini, anak - anak yang menyaksikan pun menutup rapat mulut mereka demi mendengarkan bagaimana seorang Marvin menyatakan cintanya. Semuanya kompak.
Jasmine yang menjadi pusat perhatian saat ini, hanya diam dan memandang Marvin dengan mata birunya yang berbinar seperti biasa.
"Mabin, aku ..."
Jasmine mengedip beberapa kali, menggigit bibir bawahnya lalu menoleh dan tidak sengaja menemukan sosok Vincent di tengah para murid.
Vincent dengan tatapan sayangnya mengangguk, mempersilakan Jasmine untuk menjawab sesuai perasaannya; tidak usah terprovokasi oleh orang di sekitar yang tidak menyukai hubungannya dengan Marvin, atau pun memikirkan respon keluarga.
Vincent yakin, keluarganya mementingkan kebahagiaan Jasmine. Gadis itu sudah beranjak dewasa, mulai mengenal dunia luar lebih luas, belajar menjadi gadis yang mandiri dan mau bersosialisasi, berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya.
"Gue nunggu lo dari lama, tapi kalau misal lo emang masih butuh waktu, gue bisa nunggu sedikit lebih lama lagi," ucap Marvin, ia tersenyum penuh pengertian.
Tangan besar Marvin mengelus puncak kepala Jasmine, gadis itu sangat lucu dengan tatanan rambutnya yang di kepang gelung.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LANGUAGE
Teen Fiction[ SEASON II ] Setelah semua sakit, bukankah seharusnya terbit senyuman; seperti pelangi yang hadir sehabis hujan turun? Namun, hidup mu dalam kehidupan ini tidak berjalan dan tidak berhenti hanya karena kamu menginginkannya. Tuhan adalah pengendali...