Untuk sebuah rasa penyesalan yang mendalam, mungkin tidak cukup hanya berdiam diri sebagai tebusannya.
Nyatanya, sudah satu minggu semenjak kejadian malam itu; Jasmine belum bisa melupakan setiap jengkal memorinya bersama Marvin, semakin ia menekan diri untuk mengabaikan pemuda gagah nan tampan itu dalam benaknya, maka semakin sakit pula rasa yang menghujami jiwanya.
Marvin, sosok yang tidak pernah Jasmine bayangkan; betapa berarti kehadirannya, sakit sekali rasanya menyadari fakta bahwa Marvin enggan bertemu dengannya lagi.
Apa yang bisa Jasmine lakukan saat ini, selain menikmati pedih hatinya?
Seharusnya, ia tidak membela Alfa di hadapan Marvin sebegitu kerasnya meskipun tindakan Marvin kurang tepat.
Seharusnya, ia tidak berteriak mengucapkan untaian kalimat ancaman yang menghancurkan hati Marvin; seolah kedekatan mereka selama ini hanyalah omong kosong.
Seharusnya, ia tidak pernah mementingkan acara itu dibanding perasaan Marvin.
Sesal yang menimbulkan sesak, hanya itu yang dapat Jasmine telan meskipun enggan.
"Kantin yuk?" Ajak Zoealla pada sahabatnya yang murung sudah seminggu terakhir.
Zoealla ingin sekali menemui Marvin, membantu berkomunikasi dengan pemuda itu agar mau sedikit saja memberikan kesempatan Jasmine bicara.
Jasmine mengangguk saja. Ia berjalan mengikuti langkah kaki Zoealla, sapaan demi sapaan yang di terimanya pun hanya dibalas senyuman dan anggukan; tidak ada lagi Jasmine yang ceria.
Seolah keceriaan dan kebahagiaan Jasmine ikut serta dengan kepergian Marvin.
Jasmine memilih duduk, sementara Zoealla memesan makanan. Sedang menikmati lamunannya, Jasmine tersentak ketika Alfa tiba - tiba duduk di depannya dan melambaikan tangan di depan wajahnya.
"Heh! Ksambet tau rasa lo," tegur Alfa, ia bersikap seolah tidak pernah membuat keributan di tengah antara Marvin dan Jasmine.
Sungguh muak Jasmine melihatnya.
"Pergi," desis Jasmine menggeram marah, ia tidak pernah semarah ini pada seseorang selain masa lalunya.
"Apa sih lo? Masih marah sama gue gara - gara cowok tempramen lo itu? Cih, buang aja cowok kaya gitu!"
"Jaga omongan kamu!"
"Inget ini Jasmine, cowok yang bener sayang sama lo, gak akan tega ninggalin lo apapun masalah diantara kalian. Dia juga bakal liat kondisi dan situasi sebelum bertindak, yang kiranya gak akan rugiin ceweknya."
"Pergi sekarang, atau kamu bakal nyesel."
"Ok fine!"
Alfa menggebrak meja kantin, hingga membuat siswa siswi terkejut dan sejenak menghentikan aktivitas mereka.
Tanpa di sadari, ada yang mengintai mereka. Memperhatikan gerak - gerik keduanya dengan rahang yang mengeras, kedua tangannya mengepal kuat menonjolkan urat - uratnya.
"Si cecunguk itu ngapain?!"
Zoealla datang di ikuti Ibu kantin membawa dua mangkuk bakso dan dua es jeruk, dengan mata melotot dan raut kesal bukan kepalang.
Tidak habis pikir, ada siswa yang seberani ini berurusan dengan blackmoon.
Jasmine menggeleng, malas menanggapi.
"Gabung deh gue, meja penuh soalnya," ucap Tiara yang asal duduk di samping Jasmine, sambil membawa nasi lengko dan es teh manis miliknya.
Sejenak ia memperhatikan Jasmine yang melamun lalu bertanya pada Zoealla tanpa suara, hanya gelengan kepala saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LANGUAGE
Teen Fiction[ SEASON II ] Setelah semua sakit, bukankah seharusnya terbit senyuman; seperti pelangi yang hadir sehabis hujan turun? Namun, hidup mu dalam kehidupan ini tidak berjalan dan tidak berhenti hanya karena kamu menginginkannya. Tuhan adalah pengendali...