Permulaan

8 1 0
                                    

"Hana.. Aku berjanji atas nama allah bahwa aku akan membahagiakan mu, akan melindungimu, dan akan membimbingmu ketika kamu menjadi istriku nanti."

Itu adalah janji yang dikatakan ayahku Rico Darsana kepada ibuku Hana ningsih sebelum mereka menikah. mereka sudah berpacaran selama 1 tahun, dan ayah berjanji akan menikahi ibu dalam kurun waktu yang cepat, walapun begitu ayahku adalah pria muda berumur 20 tahun yang notabene nya masih labil dan masih berego tinggi, terlebih lagi ayahku belum mempunyai pekerjaan alias masih menganggur. di sisi lain ibu adalah wanita tua berumur 29 tahun, ibu juga wanita mandiri yang bekerja di swalayan. Dikarenakan umur mereka yang terpaut cukup jauh yaitu 9 tahun, pemikiran mereka pastinya akan berbeda dan saling berbeda pendapat. 

Pada tanggal 21 Februari 2001, Rico Darsana dan Hana Ningsih akhirnya menikah. Mereka menikah meriah dengan budget yang pas-pas an. Pernikahan mereka yang membiayai semuanya adalah ibu, ibu yang bekerja di swalayan dengan waktu yang lama mempunyai tabungan yang cukup untuk membiayai pernikahan tersebut, Dan juga ibu mempunyai wedding dream,  jadi pemikiran ibuku tidak apa-apa menghabiskan tabungan karena pernikahan itu moment satu kali seumur hidup.

Setelah mereka menikah, mereka tinggal bersama orang tua ibuku, dirumah itu ada ibunya ibuku yang bernama kuraesin yaitu neneku. itu adalah rumah yang kecil tetapi cukup untuk ditinggali oleh 3 orang. Pada dasarnya keluarga kami adalah keluarga kalangan tengah kebawah yang kalau seseorang tidak bekerja, kita akan kelaparan. begitu pula dengan ayahku yang sama sama berada dikalangan menengah kebawah pula.

Pernikahan mereka cukup membahagiakan selama 1 bulan ini, hingga tiba dimana ibuku merasa tidak enak badan dan mual-mual, kemudian neneku membelikan ibu alat test pack untuk mengecek apakah ibu sedang hamil atau tidak. setelah mengecek test  pack tersebut, ternyata ibu sedang hamil dengan umur kandungan yang kurang lebih 1 mingguan. ibu amat senang dengan kehamilan itu dan dia mengabarkan kabar itu kepada ayah, ayah yang baru pulang nongkrong bersama teman-temannya dikabari oleh ibu bahwa ibu sedang hamil "Pah, Aku hamil pah.." ucap ibu dengan bahagia.
"Hah.. Serius mah?." 
"Iya, aku serius sayang."
Ayah pun memeluk ibu dengan perasaan yang campur aduk, antara bahagia dan bingung. dia bingung karena ayah belum punya kesiapan mempunyai anak, secara finansial dia belum cukup dan begitupun secara mental. selama menikah dengan ibu, ayah masihlah pemuda pengangguran yang kerjaan nya nongkrong dengan teman-temannya. dikarenakan ibu yang masih bekerja,Setiap keluar ayah pasti meminta uang  kepada ibu untuk kebutuhan menongkrong bersama teman-temannya. Neneku memberi saran pada ibu, bahwa ibu harus keluar dari pekerjaannya untuk menjaga kandungan, neneku takut ibu kenapa-kenapa kalau bekerja selama mengandung, ibu mendengarkan saran dari neneku dan mulai berbicara kepada ayah "Pah, aku kayaknya mau keluar aja dari kerjaan, soalnya takut kandungannya kenapa-kenapa." ayah pun mau tidak mau menyetujui permintaan tersebut karena tidak ada pilihan lain "iya boleh mah, aku yang akan gantiin kamu cari nafkah, kita jaga anak ini bareng bareng ya, aku pasti bahagiain kamu." Ayah tersenyum kepada ibu. 

Pada tanggal 21 Desember 2001, 9 bulan setelah ibu mengandung, ibuku melahirkan. Dan tanggal 21 tepatnya hari jumat, adalah hari dimana kami sekeluarga merasakan perasaan bahagia, jengkel, marah dan sedih. karena pada hari itu, ayahku malah nongkrong dan berjudi bersama teman-temannya, ayah pun di hampiri oleh  paman yaitu  kaka laki-laki dari ibuku ke tempat yang biasa ayah menongkrong. Dan ketika paman melihat ayah yang sedang nongkrong dan berjudi dengan teman-temannya, sontak paman pun langsung emosi "Brengsek lu rico!!, Istrilu lagi taruhan nyawa dan lu malah nongkrong gajelas dan judi sama temen temen lu, Anjing lu ya!!." Paman membentak ayah dengan keras dan memukul wajah ayah dengan kerasnya.
"Ampun a.. Saya ikut kerumah sakit sekarang.. Maaf a.." ucap ayah dengan memegang pipinya yang sakit. Paman pun membawa ayah kerumah sakit dengan paksa, Dan setelah tiba disana, Semua keluarga yang ada disana pun memarahi ayah dan menatap kesal karena kelakuan ayah yang sangat mengecewakan. Lalu ayah melihat kedalam kamar, ibu sedang menggendong bayi dan melihat wajah ibu yang masih lemas terbaring di tempat tidur karena baru melahirkan "Aa.. Syukur kamu udah disini, liat anak kita ganteng kan, kamu adzanin ya a." Ucap ibu sambil tersenyum. dan ayah pun menuruti perkataan ibu dan mulai beradzan. Setelah adzan selesai, ibu meminta ayah untuk memberikan nama kepada anak tersebut "Aa.. Udah punya nama yang bagus kan buat anak ini? Aku tau kamu udah punya hehe.." 
"Iyaa atuh aku udah punya, Anak ini aku kasih nama yaitu Rayhan Khaffi Sastraloka yang artinya tulisan alam dan harumnya surga."
"Kok bisa bagus banget, Kamu dapet darimana?."
"Itu juga saran dari kakeknya sih haha." Mereka mengobrol dengan bahagia akan kelahiran anak pertama mereka. Setelah itu, ayah menghampiri keluarga yang sedang berada di lobby untuk berbicara, ayah berbicara kepada tante yaitu kaka perempuan dari ibuku untuk meminta bantuan "Teh.. Boleh pinjem uang ga? Saya belum ada uang buat biaya administrasi persalinan."
"Lah.. Kamu ngapain aja selama ini, kok ga nyiapin biaya nya?"
"Saya belum ada kerjaan, jadi belum bisa bayar biaya nya."
"Kamu itu bego atau gimana? Kamu buat judi dan nongkrong aja ada, masa buat istri ga ada?" Ucap tante dengan nada marah. Tante pun memberi uang kepada ayah untuk membayar biaya persalinan ibu. 

-4 Tahun Kemudian-

Tahun ini adalah tahun dimana aku sudah berumur 4 tahun dan sudah mulai masuk taman kanak-kanak singkatnya TK. Aku menjadi anak yang riang gembira dan suka berbaur kesana kesini, Aku pun sangat mencintai dan menyayangi kedua orang tuaku termasuk neneku. "Rehan.. Kamu itu anak yang ceria dan cerdas, kamu harus jadi anak baik yaa."
"Iya dong buu.. Rehan juga kan ganteng kayak ayah.." ucap rehan sambil memegang tangan ibu.
"Hahaha, Iyaa anak ibu yang paling ganteng." Ucap ibu sambil tertawa.
Aku tidak tahu mengapa ibu mengatakan itu sambil memegang pipi yang lebam dan tersenyum sedih melihatku. Setelah aku pulang dari TK dan sampailah aku dirumah aku berteriak "Assalamualaikum... Rehan pulangg... Ada olang dirumah gaa..." Aku berteriak dengan ceria.
"Waalaikumsalam.. Cucu enin sudah pulang yaa.. sini nak sini ke kamar enin yuk." ucap nenekku sambil memegang tanganku.
"Gamau enin, Aku mau ke kamar ayah sama ibu.." aku yang berontak ingin melepaskan tangan nenekku dari tanganku.
"Gaboleh cucuku.. Mamah sama ayah mau ngobrol berdua dulu, sini ada hadiah buat kamu."
Aku yang tergiur dengan hadiah pun langsung berkata iya dan masuk ke kamar nenek meninggalkan ayah dan ibu berdua. Kemudian ayah dan ibu masuk kedalam kamar dan beberapa tidak  lama dari itu, aku mendengar suara keras dari kamar mereka sambil ibu berteriak "Sampai kapan kita harus hidup kekurangan begini!!, Kamu ga ada usaha apapun buat cari kerjaan dan penuhin tanggung jawab kamu sebagai suami. Harus nya kamu cari nafkah buat kita, bukannya malah nongkrong dan berjudi terus!!." Ibu berbicara dengan keras.
"Kata siapa saya tidak ada usaha? Saya usaha juga buat cari kerja tapi ga ada yang nerima satupun lamaran saya."
"Aku tau kamu cuman lamar ke 1 tempat aja, apa itu yang namanya usaha!?, Apa kamu ga malu kita bergantung terus ke orang tua aku?, orang tua aku aja nerima uang dari kaka kaka aku, Kita gabisa terus-terusan ngandelin orang tua dan minta bantuan keluarga." Ucap ibu dengan nada kesal.
"Yasudah sialan, Aku terus terusan yang di tekan dan disalah-salahin oleh keluarga kamu, kita pisah aja sekarang!!." ~PLAK~ Ucap ayah ku sambil menampar pipi ibuku, yang mana pipinya sudah lebam karena tamparan sebelum menjemput aku dari TK. Kemudian ibu berlari kekamar nenek sambil memeluk nenek dan berkata "Mahh... Aku gamau sama dia lagi.. dia kasar selalu pukul aku kalau berantem." ucap ibu sambil menangis. Nenek pun bingung harus bagaimana dan kemudian nenek mengusir ayah dari rumah "Rico, Kamu bisa-bisanya nampar anak saya, Keluar kamu Rico...!" Ucap nenek dengan nada amat marah sambil mendorong ayah keluar. Ayah pun beranjak pergi dari rumah, dan kemudian aku memeluk ibu dan bertanya "Bu, kenapa ibu nangis? ibu sakit?" ucap aku dengan nada bingung karena tidak tahu apa yang sedang terjadi. "Engga re.. ibu engga sakit.. rere belajar aja yang baik yaa, nurut sama nenek, jangan nakal ya re.." Ucap mamah sambil tersenyum sedih melihatku. Aku yang masih kecil dan tidak tahu apa yang terjadi cuman bisa mengiyakan hal tersebut.
Dan tidak disangka-sangka kemarin itu adalah percakapan terakhir aku dan ibuku sebelum ibu meninggalkanku sendirian dengan nenekku.

Rumah Yang Bukan RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang