Bab 6

62 7 0
                                    

"Kenapa sih, Dit, kayaknya dari kemarin bete banget. Gue ada salah ya?" tanya Mila saat bel baru saja berdering. Dosen Komunikasi Bisnis kami baru saja meninggalkan ruangan, begitu pula dengan sebagian penghuni kelas. Tinggal sedikit saja yang masih bertahan di dalam ruangan, salah satunya tentu saja aku dan Mila.

Susah payah Mila menggeser kursinya agar semakin merapat padaku. Sementara aku masih terdiam sembari memasukkan buku-buku di meja ke dalam tas.

"Gue minta maaf ya kalo ada salah. Jangan cuekin gue gitu dong, Dit."

Tak tega melihat wajah Mila yang memelas, aku pun tersenyum. Lalu dengan isyarat mengajak gadis itu keluar kelas. "Lu nggak salah apa-apa kok, Mil. Emang gue aja yang lagi jelek mood-nya. Ditambah tugas paper gue belom kelar. Ya, makin bete deh gue."

Mila sedikit berlari mensejajari langkahku dan bersama-sama kami berjalan ke arah kantin. Aku harus mengisi perut dulu agar bisa menyelesaikan tugas paper yang batas waktunya siang ini. Bahan-bahan sudah lengkap, tinggal disusun saja.

"Lu mau bakso juga, Dit? Biar gue pesenin sekalian."

Aku segera mengangguk mendengar pertanyaan Mila seraya mengeluarkan laptop dari tas. Beberapa saat kemudian, aku sudah sibuk mengetik di sana demi merampungkan tugas sampai akhirnya Mila kembali dengan dua mangkok bakso.

"Mang Udinnya lagi rame banget, jadi gue bawa sendiri aja," ujar Mila memberi penjelasan. Aku lagi-lagi hanya mengangguk mendengarnya.

"Eh, Dit, lu udah dapat kabar dari Rudi? Gosip yang gue denger sih katanya dia mau minta mutasi ke daerah Solo gitu. Biar nggak kejauhan katanya," ujar Mila lagi sambil menuang sambal ke mangkok baksonya dengan santai. Berbeda denganku, tugas paper Mila sudah selesai bahkan sudah dikumpulkan tadi pagi.

Tanganku yang tengah mengetik jadi terhenti sejenak. Namun, sejurus kemudian kembali memencet keyboard lagi. Biarkan saja, aku dan Rudi tak ada hubungan apa-apa. Apapun yang dilakukan lelaki itu tak ada urusannya denganku. Susah payah aku berjuang menetralkan hati yang terlanjur berharap, jangan sampai menjadi sia-sia belaka.

"Biarin aja, Mil. Itu kan urusan dia," jawabku berusaha tak menunjukkan minat sedikitpun, biarpun sejatinya kabar itu menambah kesedihan tapi biar aku saja yang merasakan. Tak perlu siapapun tahu, termasuk Mila.

"Iya sih. Tapi masa iya dia nggak kasih penjelasan apa-apa lagi ke lu sih?" tanya Mila dengan wajah heran sementara mulutnya sudah mulai mengunyah bakso.

"Udah kok, Mil. Dia kan udah kasih penjelasan. Udah kasih keputusan juga. Kalo dia udah move on, ya, gue harus begitu juga kan?"

Mila hanya menatapku dalam tanpa berkata apa-apa. Lantas mendorong mangkok baksoku hingga tepat berada di samping laptop. Dengan isyarat ia memaksaku untuk segera memakannya. Sambil menghela napas panjang, aku segera menuangkan sambal ke dalam mangkok dan menyuapnya sedikit demi sedikit.

Pelan tapi pasti suasana kantin semakin ramai. Kursi-kursi pun hampir penuh terisi. Obrolan demi obrolan banyak yang mampir ke telingaku, tapi aku tetap tak bergeming dari laptop di hadapan. Waktu untuk mengumpulkan tugas sudah semakin sempit. Mila sendiri tampaknya paham, jadi ia tak mengajakku mengobrol lagi.

"Emang rusuh ya orang kalo lagi jatuh cinta. Orang biasa aja kalo jatuh cinta jadi bego, apalagi orang tengil kek Arya. Makin-makin aja deh begonya." Obrolan ini tiba-tiba saja terdengar dari meja di sebelah.

"Iya. Ke mana tuh dia sekarang? Kesel banget gue sama dia kemarin. Coba lu bayangin, masa dia bela-belain fotocopy-an gebetannya dulu yang dikerjain daripada punya kita! Padahal kita juga lagi urgent banget fotocopy naskah drama. Lu tahu kan, pertunjukan kita dua minggu lagi. Gila emang tuh bocah!"

"Yang lebih gila lagi ada. Masa dia sengaja bayar satpam depan buat jagain parkiran gebetannya dia biar nggak ditempatin orang lain. Gila gak tuh, sampe lahan parkir aja dibela-belain!”

"Emang bener-bener ya tuh anak! Siapa sih gebetannya sampe segitunya dibelain?"

"Kabarnya sih anak ekonomi gitu. Hmm.. Dita kalo nggak salah namanya. Lu kenal nggak?"

Sumpah demi apapun, aku langsung tersedak bakso demi mendengar obrolan yang terakhir! Berharap pendengaranku salah, tapi nyatanya kini Mila sudah menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan!

To be continued...

[TAMAT] JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang