Hutang besar yang menimpa keluarga Hendra al azhar mengharuskannya untuk merantau menuju kota cakawala dan berkerja disana.
Karna sifat nya yang suka membantu membuat nya disukai banyak orang,hingga sifat baik itu membuat satu persatu wanita mulai...
Hendra menyeka keringat yang membasahi wajah dan tubuh dengan baju kaos hitam yang ia kenakan, melepas seragam satpam milik nya mengurangi rasa gerah, sudah sekitar dua kali Hendra mengelilingi area sekolah mencari gelang milik Putri yang hilang.
Kini ia terduduk di bangku parkiran meng istirahat kan diri, meregangkan kaki yang tak Kunjung istirahat. Hampir seluruh tubuh nya di guyur dengan air keringatnya membasahi pakaian nya, waktu hampir menunjukan jam lima sore, sebagian besar staf dan guru sudah pergi meninggalkan area sekolah. Dan hanya tersisa sebagian guru yang masib berdiam di kantor menyelesai kan beberapa tugas termasuk Bu Nisa.
"Minum dulu air nya." Suara lembut terdengar di samping Hendra membuat nya menoleh dan ia dapati Bu Nisa yang membawa sebotol air minum kini duduk di samping nya, sudah satu jam lebih Bu Nisa memperhatikan Hendra yang berkeliling area sekolah tanpa istirahat mencari sesuatu.
"Makasih bu, pas banget saya lagi haus." Hendra mengambil botol air yang Ibu Nisa serahkan.
"Nyari apa sih dari tadi?" Sambung Bu Nisa bertanya.
"Gelang Putri hilang bu," jawab Hendra. mendengar itu Bu Nisa tersenyum menatap Hendra dalam.
"Perhatian banget kamu sama dia," tutur Bu Nisa tak dapat menyembunyikan senyum tulus nya. Hendra ikut tersenyum mendengar penuturan Bu Nisa.
"Soal nya dia mirip sama teman masa kecil saya dulu." pupil mata Bu Nisa membesar, Merasa tertarik dengan ungkapan Hendra barusan.
"Oh ya? Kayak nya seru nih di ceritain," ajak Bu Nisa.
"Enggak usah di ceritain deg bu... Lagian, cuman temen masa lalu aja." Bu Nisa cemberut seraya memanyunkan bibir pink nya.
"Hendra ih, kebiasaan kalo cerita itu jangan setengah-setengah." Dari pada terjebak dengan pertanyaan Bu Nisa, Hendra segera mengalihkan pembicaraan mereka tentang pencurian yang terjadi di rumah Bu Nisa.
"Dengar-dengar, malam tadi Bu Nisa kemalingan?" Ekspresi cemberut Bu Nisa berubah sendu, diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Hendra.
"Jadi kamu dengar pembicaraan di kantin tadi?" Hendra mengangguk, belum sempat apa-apa wajah Bu Nisa terbenam di lengan kiri Hendra, tak ada suara apapun kecuali hening dan sedikit suara isak tangis.
Di bagian lengan Hendra mulai terasa basah, entah itu dari keringat atau air mata. Tak lama wajah Bu Nisa kembali terbit dengan senyum mengambang dan sisa-sia air mata.
"Duh maaf, lagi kebawa emosi." Ucap Bu Nia seraya mengusap sisa-sisa air mata.
"Saya pulang dulu yah, baru ingat ada yang di urus." Bu Nisa beranjak dari tempat duduk nya dan meninggal kan Hendra begitu saja, yang sedari tadi bungkam tak berkata apa-apa. Hendra menyadari sesuatu, kalo Bu Nisa tak ingin membicarakan hal itu sekarang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
☕
Di bawah langit malam komplek mekar sari terdengar suara gelak tawa dari para jamaah mesjid baburrahmah yang di buat senang dengan kisah seorang sufi bernama abu nawas yang di bawakan oleh tuan guru jamaluddin as-shayuthi di waktu sesudah magrib.