SEMANGAT PAGI

20 11 6
                                    

Secangkir kopi pun di seduh kan dengan gorengan sebagai teman pelengkap nya di dalam pos jaga sekolah, setelah Hendra membukakan gerbang sekolah di hari pertama nya bekerja walaupun ia harus pagi-pagi berangkat mengingat belum ada transportasi yang dapat Hendra gunakan untuk kesana.

Lambat laun satu persatu anak berpakaian batik merah mulai memasuki area sekolah dengan mimik wajah yang ceria, Hendra menyambut mereka dengan sapa dan senyum tapi tak di sangka Hendra mendapatkan balasan yang sama dari anak-anak itu.

Di susul para guru yang mulai memasuki area sekolah dengan senyum ramah menyapa Hendra.

"Pagi." Pemilik motor scoopy merah menyapa Hendra, Seketika ia berhenti sejenak di depan pos jaga Hendra.

"Pagi juga," Hendra membalas.

"Semangat kerja nya ya..." Motor itu pun kembali berjalan menuju area parkir guru.

Lonceng pelajaran berbunyi, semua anak-anak mulai masuk ke dalam kelas mereka masing-masing setelah gerbang sekolah Hendra kunci. Ia melaksanakan tugas nya dengan baik seperti yang di ucap kan oleh kepala sekolah.

Setelah bel kepulangan berbunyi sempurna, murid yang keluar dari gerbang sekolah yang Hendra jaga menunjukkan ekspresi-ekspresi berbeda ada yang nampak lesu, ada yang nampak ngantuk, tapi ada satu anak yang menarik perhatian nya. Ketika sang anak berjalan menuju gerbang sekolah dengan raut wajah muram nya.

Langkah kaki nya lambat di antara teman yang berada di teman nya.

"Hey, kamu kenapa kok murung gitu." Sang anak mengangkat kepala nya.

"Nggak papa kok kak," Jawab nya singkat.

"Jangan muram gitu, nanti cantik nya hilang loh." Hibur Hendra, anak itu tersenyum masam.

"Putri enggak cantik kok kak," Ia kembali menundukkan kepala nya dan berjalan pulang.

"Hati-hati," Seru Hendra. Tak di jawab, anak itu berdiri di pinggir jalan antara teman nya menunggu jalanan sedikit sepi untuk bisa menyebrang. Langkah kaki nya begitu lambat di antara yang lain, Teman-teman nya sudah sampai di sebrang jalan, namun ia masih berada di tengah jalan.

Tak tahu kalo nyawa nya sudah berada di depan mata, andaikata Hendra tak sigap menyelamatkan nya dari mobil truck gandeng yang melaju ke arah nya. Semua pandangan tertuju ke arah nya, ketika suara teriakan dari satu wali murid yang melihat Hendra melakukan aksi heroik itu.

"Kamu nggak papa!?" Hendra memastikan keadaan sang anak, ia menggelengkan kepala nya menjawab bahwa tidak ada luka yang di alami nya. Dua teman yang sebelum nya berjalan di depan nya menangis sambil menghampiri dengan isak penuh syukur.

"Putrii...." Panggil nya kemudian saling peluk.

"Kamu nggak kenapa-kenapa kan?"

"Iya.... Aman kok, cinta kiky." Lagi-lagi putri tersenyum masam.

"Ih putri... Pasti kamu selalu gitu," Kiky berdecak sebal. Kabar pun sampai ke telinga guru guru, membuat mereka keluar menyaksikan.

Akhirnya setelah kejadian itu di selesai kan oleh Hendra dengan mengantar pulang Putri menggunakan motor yang ia pinjam dari bu Nisa, ia melanjutkan kerjaan nya hingga sore tiba.

"Capek banget kayak nya," Hendra menoleh ke sumber suara.

"Udah biasa kok bu Nisa." Gerbang sekolah pun ia kunci tepat setelah bu Nisa keluar.

"Yaudah saya pamit ya." Setelah saling berpamitan Hendra kembali ke kost'an nya dan beristirahat, tak lupa juga ia bersyukur kepada Tuhan.

Setelah selesai membersihkan diri dan menyantap mie gelas cup, notif pesan masuk di handphone Hendra tertulis nama pengirim pak Joko.

Tanah Anak RantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang