Rumah yang dahulu pernah menjadi tempat tumbuhnya Fana, kini tengah diramaikan oleh beberapa polisi. Sebagian dari mereka ada yang mengecek kamar-kamar atau ruangan yang ada di rumah tersebut, dan sebagian lagi ada yang sedang mewawancarai perempuan dan juga seorang anak lelaki di ruang tamu tersebut.
"Sudah berapa lama anak ibu menghilang?" tanya polisi tersebut ketika dirinya mendapatkan laporan bahwa ada seorang perempuan yang menghilang dari rumah itu.
Perempuan itu terus terang untuk menjawab beberapa pertanyaan yang tadi sempat polisi itu lontarkan padanya. "Saya lupa, tetapi kurang lebih sekitar dua minggu lebih. Semenjak anak saya berantem dengan saya dan dia memutuskan untuk pergi dari rumah," jawabnya.
Mendengar hal itu, polisi itupun kembali bertanya, "Apa ibu Rachel berhubungan baik dengan Fana?" tanyanya.
Rachel menghela napas lelah. Jujur saja, beberapa hari ini dirinya cukup mengkhawatirkan anaknya yang tidak kunjung pulang. "Hubungan saya dengan anak saya tidak begitu baik. Tetapi, dia termasuk anak yang nekat untuk mendapatkan apa yang dia inginkan," jawab Rachel.
"Kenapa ibu baru memberitahukannya sekarang? Bahwa anak ibu hilang." Polisi kembali bertanya untuk memastikan dan menyimpulkan dimana Fana berada sekarang.
"Saya bingung. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Saya coba buat tanya teman sekantornya, tetapi mereka bilang kalau Fana udah keluar dari kerjaannya itu. Karna saya gak percaya, akhirnya saya memastikan sendiri dan pergi ke tempat kerjaannya. Dan memang benar, Fana gak ada di sana," jawab Rachel.
"Kemudian, saya mencoba untuk mencari ke rumah teman-temannya yang dulu sempat main ke rumah ini. Mereka juga ternyata gak tau dimana Fana sekarang," lanjutnya.
"Dulu, dia juga sempat pergi dari rumah sekitar dua minggu juga. Dan akhirnya dia balik dengan keadaan yang baik-baik aja. Makanya, saya tunggu dia dua minggu ini, tapi ternyata dia gak juga pulang. Akhirnya, saya baru melapor pada kalian," jelas Rachel dengan tenang menjawab.
Selagi mendengar jawaban dari Rachel, tiba-tiba saja seseorang datang masuk ke dalam rumah tanpa permisi. "Bu, saya dapet kabar dari anak saya yang lagi di halte depan. Katanya ada Fana juga di sana, tapi kayak orang kebingungan gitu," ucap perempuan tersebut selaku tetangga dari Rachel.
Mendengar hal itu, Rachel dan polisi pun bergegas untuk menuju ke sana. "Mamah, Daffa ikut, ya," pinta Daffa. Namun, permintaannya kali ini tidak dapat Rachel turuti. "Daffa di sini aja, ya. Mamah gak lama kok, nanti ditemenin sama Bu Polisi yang baik itu," ujar Rachel seraya menunjuk ke arah Ibu Polisi yang dia maksud.
Lantas, polisi yang tadi mewawancarainya itupun menyuruh salah satu anggotanya untuk memanggil ambulans. "Panggil ambulans sekarang, takut jika sewaktu-waktu target dalam keadaan sakit," titah polisi tersebut.
Akhirnya, mereka menuju ke tempat kejadian dengan membawa mobil. Jaraknya tidak jauh dari rumah tersebut. Netra Rachel terus mencari dimana Fana berada. Karena memang agak cukup ramai kondisi jalanan sekarang. Hingga akhirnya dia menemukan Fana yang benar tengah terduduk di halte bus. Seketika, Rachel pun menghampirinya.
"Fana! Tunggu mamah. Fana!" teriak Rachel seraya berlari menuju arahnya. Namun, tiba-tiba saja Fana berlari menjauhi dirinya. Dan kini, kejar-kejaran pun terjadi.
Pakaian yang dikenakan Fana terlihat lusuh. Dia seperti tidak mandi dalam beberapa hari belakangan. Lihat saja, baju kemeja putih yang dia kenakan itu nampak kotor sekali dengan tiga kancing yang terbuka lepas.
Rachel terus berlari, begitupun yang terjadi pada para polisi. Di saat seperti ini, mengapa mereka tidak menggunakan mobilnya untuk mengejar? Bodohnya, mereka juga mengejar menggunakan kaki. Padahal, dengan menggunakan mobil itu lebih mempercepat penangkapan. Tapi sudahlah, terkadang mereka kehilangan akal disaat genting seperti ini.
Dari kejauhan mata memandang. Rachel melihat Fana yang tengah mencabut beling di kakinya. Tiba-tiba saja, salah satu polisi menodong pistol dari kejauhan. "Jangan tembak dia! Saya mau dia tanpa ada luka!" gertak Rachel kala sang polisi mencoba menghentikan Fana dengan peluru di pistolnya.
Mendengar hal itu, polisi pun mengurungkan niat tersebut. Hingga akhirnya, Fana berada di dalam telepon jalanan. Dia menyimpan kancing yang terlepas itu ke dalam saku kemejanya dan kini, kancing dia gunakan untuk memasukkanya ke dalam telepon tersebut. Ada tiga kancing. Dan sekarang, kancing ketigalah yang dia masukkan ke telepon itu.
Dia terus melolong meminta bantuan. Namun, tetap saja tidak ada yang menolongnya sekarang.
Rachel yang sudah berada di depan telepon tersebut, dengan gilanya dia mencoba untuk memecahkan kaca pintunya. Dan hal itupun berhasil. Kemudian, kini polisi yang mengambil tugasnya, yakni menyuntikkan obat bius ke tubuh Fana agar dia tenang dan tidur untuk sementara.
Ketika telah tertidur, Fana pun di bawa ke rumah sakit menggunakan ambulans. Kejadiannya begitu keos tidak karuan yang menimbulkan kemacetan di sepanjang jalan.
Hingga akhirnya jam demi jam berlalu. Fana telah tenang di ruang rumah sakit. Meski begitu, sampailah keesokan harinya. Rachel mendapatkan kabar bahwa Fana sedang tertawa sendiri di ruangannya. Dia terus tertawa dan menangis. Terkadang dia berkata asal, entah apa yang dia katakan.
Kini, Rachel di ruang dokter. "Ibu, saya harap ibu harus siap mendengar apa yang saya jelaskan sekarang," ucap dokter yang menangani Fana.
"Fana mengalami gangguan jiwa. Perilaku yang dia tunjukkan sekarang memang benar adanya gangguan kejiwaan. Beberapa dokter spesialis psikolog dan juga psikiater sudah memeriksanya. Hasilnya Fana kehilangan jiwanya. Saya berharap, ibu ikhlas dengan kabar ini dan kami selaku pegawai rumah sakit berniat untuk memindahkan Fana ke rumah sakit jiwa," jelas dokter tersebut.
Mendengar hal itu, Rachel menangis. Dia tidak menyangka bahwa putrinya sekarang telah kehilangan jiwanya. Dia sangat menyesal atas apa yang sudah dia perbuat dahulu. Andai saja, pertengkaran itu terjadi, mungkin saat ini Fana masih ada bersamanya.
"Gak ada cara lain dok? Supaya anak saya balik lagi kayak dulu," tanya Rachel berupaya akan ada cara lain untuk menyembuhkan Fana. Namun, gelengan kepala dari dokter adalah jawabannya.
"Fana sudah mengalami gangguan jiwa sekitar dua minggu yang lalu. Tidak ada penanganan dalam dua minggu itu. Makanya, saya takut kalau dia dibawa pulang, nantinya akan membahayakan kalian. Jadi, saya harap ibu setuju membawa Fana ke rumah sakit jiwa." Dokter kembali menjelaskannya seraya memberikan surat berupa perpindahan Fana ke RSJ.
Rachel yang bingung pun, mau tidak mau harus setuju dengan pernyataan tersebut. Sebab, mungkin inilah yang terbaik buat Fana dan juga dia bersama Daffa tentunya.
Sampai tibalah dimana hari Fana dipindahkan. Terlihat raut yang kesal dan marah di wajah Fana. Dia menatap ibunya begitu tajam tetapi senyuman di bibirnya begitu tulus. Rachel yang melihat pun hanya bisa menitikkan air matanya saja. Dia menyaksikan seperti apa perilaku Fana sekarang.
Bukan hanya Rachel, tetapi Daffa pun juga merasakan apa yang ibunya rasakan. Mereka merasa kehilangan, merasa sedih, merasa tidak percaya dengan apa yang terjadi sekarang. Akan tetapi, takdir menyuruh mereka untuk ikhlas meski hati tidak menginginkan itu terjadi.
Kini, tinggalah Daffa dan ibunya di rumah. Mereka sesekali menjenguk Fana di rumah sakit jiwa. Membawa makanan kesukaannya. Menyuapinya. Dan bahkan, berharap dengan begini perlahan jiwa Fana kembali datang dalam raganya.
Entah ini menjadi akhir kisah mereka atau akan berlanjut dengan seterusnya. Tetapi, bagi mereka ini adalah sebuah pelajaran dalam hidup. Bahwa, menyayangi keluarga satu sama lain adalah hal yang utama. Saling memberi dukungan tanpa memberi hujatan. Sebab, keluarga sendiri terkadang tidak tahu seperti apa hati dan apa yang mereka hadapi selama ini. Seperti apa rasanya kehilangan ayah atau ibu. Seperti apa rasanya kehilangan suami. Atau bahkan seperti apa rasanya kehilangan jati diri.
"Keluarga adalah kumpulan manusia yang ditakdirkan untuk saling menyempurnakan kekurangan. Bukan untuk saling menyakiti ataupun balas dendam. Sebab keluarga adalah tempatnya pulang meskipun rumah yang berupa bangunan tidak ada."
ON AIR 1___________________
#TAMAT
#ONAIR127 Juli 2024, Polin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ON AIR 1
HorrorKehilangan bukan hal yang asing dalam hidup manusia. Ia bisa datang kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja. Karena yang hadir akan pergi, dan yang ada akan hilang. Semuanya. Perempuan bernama Fana Laksajaya yang bekerja sebagai penyiar radio...