HALAMAN 20 ( CHAP 2 )

5 2 0
                                    

Bangsa yang baru saja mendengar apa yang diucapkan Rachel seketika tidak bisa berkata apa-apa. Dia benar-benar merasa kesal dan marah pada istrinya. Padahal, semua yang terjadi ini karena ulahnya. Tanpa berpikir lama, Bangsa pun pergi begitu saja dari hadapan Rachel.

Hati Rachel merasa sakit, sangat sakit. Dia tidak percaya bahwa suami yang dia cintai itu, kini menghianatinya. Dia benar-benar hancur. Namun, dia harus tetap kuat demi anak-anaknya. Perasaan yang dia miliki sekarang bukan untuk suaminya, tetapi untuk anaknya. Dia terus berpikir bagaimana caranya agar dia berhasil menghidupi dua anak dengan seorang diri.

Fana yang berada di ujung sana tanpa sengaja meneteskan air matanya. Dia tidak menyangka bahwa selama ini, sebegitu menderitanya Rachel. Karena, yang dia lihat dulu hanyalah seberapa kejam dan kejinya Rachel pada dia dan juga adiknya.

Lingkaran yang memutar kembali datang. Dan lagi-lagi membawanya ke waktu yang lain. Kini, sebuah ruangan di pengadilan yang begitu dingin. Tempat dimana disahkannya perceraian antara Rachel dengan Bangsa. Hak asuh berhasil Rachel dapatkan, sebab anak mereka masih dalam di bawah usia. Sehingga seorang ibulah yang berhak mengurus anaknya yang masih kecil.

Tidak lama dari itu, lingkaran datang lagi. Membawa dia kembali ke rumah. Terlihat Rachel dengan lesu mengambil tali tambang yang dia kaitkan ke baling-baling kipas dengan menaiki sofa secara berjinjit. Ketika ikatan tali itu dirasa sudah kencang, lalu dia lilitkan tali tersebut ke lehernya. Dan dengan usahanya, dia menyingkirkan sofa tersebut menggunakan kakinya. Lantas, terjadilah dimana Rachel mencoba untuk membunuh dirinya.

Beruntung, kala itu Fana hendak ke kamar mandi. Melihat sang ibu tengah tergelantung dengan tubuh yang menggeliat, seketika dengan sigap Fana mengambil pisau untuk memotong tali tersebut. Dan benar, penyelamatan untuk sang ibu berhasil dia lakukan.

Dengan linangan air mata, Fana menangis. "Mamah, kenapa mamah lakuin ini? Mamah gak boleh mati. Fana takut sendirian kalau gak ada mamah," ucap Fana di samping tubuh ibunya yang lemas.

Rachel tersenyum melihat putrinya. Meski tubuhnya lemas dan matanya sayu-sayu, tetapi hatinya seperti ada panggilan untuk tetap bertahan hidup.

Kejadian tersebut masih teringat jelas dalam pikiran Fana yang kini menyaksikan dirinya membantu ibunya. Dan tiba-tiba lingkaran kembali menariknya entah yang keberapa kali. Namun, sekarang inilah yang terjadi.

Masih di dalam rumah, tetapi dengan waktu yang tidak jauh dari tragedi dimana Rachel mencoba untuk bunuh diri. Waktu dimana, awal mula Fana menanam kebencian pada Rachel.

Rumah kini ramai dipenuh oleh suara dari beberapa teman Rachel. Tiba-tiba saja, dari kamar tidur adiknya, Fana berjalan menuju ibunya untuk meminta dibuatkan susu sebab adiknya sedang menangis. "Mamah, tolong buatin susu buat Daffa. Daffa nangis mah," pinta Fana.

Namun, permintaan tersebut tidak diindahkan oleh Rachel. Sebab Rachel justru memakinya untuk membuat susu sendiri. Dan kemudian, dia justru menyuruh teman-temannya untuk keluar dari rumah bersamanya dan meninggalkan Fana dengan adiknya yang menangis di rumah.

Fana masih sangat ingat bagaimana rasa sakitnya ketika dia diperlakukan seperti itu oleh ibu kandungnya sendiri. Mau tidak mau, Fana pun mencoba untuk membuatkan susu yang pertama kalinya. Mengingat adiknya yang masih kecil itu masih menangis kelaparan.

Dia berhasil membuat susu. Dia juga berhasil menenangkan adiknya yang menangis. Lihat saja, Daffa yang imut dan tampan itu kini tengah tertidur lelap di sampingnya. Dia adalah kakak yang baik untuk sang adik. Kakak yang bisa menjaga adik dengan benar.

Tiba-tiba saja, bukan lingkaran yang datang kembali. Tetapi, pandangan Fana sekarang sekilas melihat seperti apa keburukan yang dilakukan ibunya pada dia. Hal itu kembali membuat Fana merasa kesal sekaligus benci pada perempuan tersebut. Penyiksaan yang dia dapatkan, dan juga kekerasan yang dia rasakan kembali terlihat dengan jelas di depan matanya.

Sampai akhirnya, dia dihadapkan oleh kejadian dimana adik dan ibunya melakukan gantung diri bersama. Fana memandang Fana yang lemas terduduk di ujung sana. Dan sekali lagi, Fana harus menyaksikan proses kematian ibu dan juga adiknya.

Hingga akhirnya, seketika hentakan dari belakang tubuh Fana terjadi. Dia merasa ada yang menariknya. Dia melihat sekelilingnya begitu gelap. Dia merasa dia sedang ditarik tetapi dia juga terjatuh. Sampai tibalah dia terbangun dari tidurnya.

Napasnya terengah-engah tidak terkontrol. Netranya begitu membuka secara lebar. Dan dia pun terheran kala melihat di sekelilingnya. Entah bagaimana jadinya, dia merasa sebelumnya dia tengah tertidur diantara mayat adik dan ibunya. Namun kini, dia berada di ruangan yang sangat berbeda.

Ruangan dengan warna hitam dan merah pekat. Tidak hanya itu, dia juga melihat sekumpulan orang-orang berjubah hitam yang tengah memuja dirinya di perbaringan tersebut. Seketika, dia pun terduduk.

Begitu mengejutkan, di hadapan dia sekarang banyak sekali orang yang memujanya sambil berdiri dengan mengeluarkan kalimat-kalimat aneh dari mulut mereka. Lalu, yang berada di belakangnya sekarang adalah singgasana besar yang diduduki oleh perempuan tua.

Benar, perempuan tersebut adalah Amo Roepolin. Orang yang memakai jubah hitam itu adalah orang-orang yang mengikuti aliran Amo untuk menyembah dirinya. "Fana, apakah kamu bersedia untuk menyembah saya?" tanya Amo dengan lembut.

Mendengar pertanyaan tersebut, Fana terbingung. Dia tidak mengerti dengan apa yang terjadi sekarang. "Apa yang kamu lihat barusan adalah apa yang terjadi di masa lalu. Dan sekarang, kamu telah mendapatkan apa yang kamu inginkan. Sebagai imbalan, saya sudah perlahan mengambil jiwamu. Jika kamu mau menyembah saya, maka jiwamu yang separuh tidak akan saya ambil. Akan tetapi, jika kamu menolak, maka jiwamu sepenuhnya akan saya ambil," jelas Amo dengan tawarannya.

Fana memikirkan apa yang terjadi sebelumnya. Dia tidak ingin apa yang terjadi selanjutnya justru semakin memperparah keadaan. Dia sangat takut. Dia tidak ingin ada di sini. Dia tidak ingin menyembah Amo. Dengan ragu, Fana menjawab, "Lebih baik saya kehilangan jiwa daripada harus menyembah anda," jawabnya.

Tanpa lama, Amo pun menyetujui apa yang dikatakan Fana. Dia tidak memaksa Fana untuk menyembah dirinya. Sebab, dia tidak ingin ada seorang hambanya yang terpaksa. Lagipula, mengambil jiwa Fana juga termasuk hal yang menguntungkan bagi dia.

Dengan tongkat yang dimiliki, dia pun mengendalikan Fana untuk kembali berbaring di tempat yang tadi sempat Fana tiduri. Kemudian, Amo Roepolin mengeluarkan mantranya untuk melakukan ritual pengambil jiwa. Para penyembah pun ikut mengucapkan mantra tersebut. Suasana kini semakin ramai, sebab perlahan suara semakin kencang.

Fana yang terbaring hanya bisa merasakan ketakutan saja. Karena dirinya kini tidak bisa berbuat apa-apa. Suara semakin kencang, dan tiba-tiba saja api datang perlahan yang kemudian menjadi besar. Tubuh Fana terasa panas sebab kobaran api semakin melebar ke seluruh ruangan. Namun anehnya, para penyembah dan juga Amo tetap merasa biasa saja. Hingga akhirnya, satu teriakan menggelegarkan ruangan.

"AAKKKKHHHH!" Fana berteriak.

***

"Masa lalu menjadikan kita yang sekarang."
ON AIR 1

___________________

#BERSAMBUNG
#ONAIR1

26 Juli 2024, Polin.

ON AIR 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang