Kalau ada tanda ⭐ itu berarti POV Syafina ya guys!
✦✦✦✦✦✦✦✦✦✦
⭐Suasana pada jam olahraga sangatlah ramai. Berbeda pada saat pelajaran kimia, bergurukan bu Diah sang killer queen. Semuanya muram, termasuk aku dan Farhan yang biasanya sering celetak-celetuk di pelajaran lain.
Yah, saat-saat muram itu terjadi pada pelajaran kedua yang sedang berlangsung. Suasana kelas sangatlah hening, hanya suara bu Diah lah yang menggelegar. Tak ada yang berani izin untuk ke toilet, mereka menahan hadasnya sampai pelajaran itu berakhir.
"Hey kamu!" bu Diah menunjukku. Membuat jantungku berhenti berdetak seketika. "NaCl itu kan garam. Kenapa garam?" tanyanya tegas tanpa senyum.
Aku menelan ludah sambil sibuk membuka-buka buku catatanku.
"Lama bener! Ini tuh materi dasar! Besok mau ulangan kaya gitu aja gak tau! Coba, ada yang tau gak kenapa NaCl itu garam?" kini bu Diah telah mengalihkan pandangannya dariku.
Dari bangku ketiga, jajaran ke dua, salah satu murid mengacungkan jarinya. "Saya bu!" sahut Vera membuat satu kelas menoleh ke arahnya. "Karena campuran dari asam dan basa. Na dari NaOH dan Cl dari HCl," jawabnya.
"Yaa..." bu Diah pun melanjutkan materinya. Aku menghela napas lega walau agak malu.⭐
~*~
⭐Jam 4 sore setelah bermain kartu di rumah Alex, dan setelah tidak berdaya lagi untuk olahraga sore berkeliling komplek, kami berlima pergi ke bukit. Di sini, kami bersantai-santai menikmati suasana indah seperti biasa. Duduk berselonjor di atas rumput dan merendam diri dengan angin sore yang sejuk. Kulihat Alex sudah menempelkan kamera di wajahnya untuk mulai memotret.
"Kok kalian bisa nemu bukit ini sih?" tanyaku tertuju pada Syafin dan Rio.
"Waktu itu, aku sama Rio gak sengaja nemu pas ngejar layangan jatuh." Sahut Syafin santai lalu saling menepuk tangan dengan Rio. Aku mengangguk dengan bibir membentuk huruf 'o'.
Alex pun mengarahkan kameranya padaku. "Hey, foto dulu dong muka cantiknya." Ia siap memencet tombol capture. Aku bergaya dan tersenyum melihat kamera, dengan lubang hidung yang sengaja aku mekar-mekarkan.
Kemudian ia mendekatkan wajahnya pada layar kamera untuk melihat hasil fotonya, tiba-tiba saja ia tertawa terpingkal-pingkal. Ia pun menunjukan hasil fotonya pada yang lain. Serentak mereka juga tertawa, bahkan lebih meledak dari Alex. Aku menatap Alex sinis, perasaanku tidak enak! Segera aku menghampirinya dan merebut kameranya. Ternyata, ia hanya memfoto lubang hidungku!
"ALEEEKKKK!" teriakku, suaraku berubah jantan. Tapi akhirnya aku juga tertawa karena ternyata fotonya memang lucu. Niat untuk menghapusnya pun tidak aku lakukan.
Setelah membuat dua jam menjadi masa lalu, kami melangkahkan kaki meninggalkan bukit. Adzan magrib sudah berkumandang dan lampu-lampu jalan sudah menyala.
"Gamau besok ihh, besok aku ada ulangan kimiaa huhuhu." Kataku murung. Sambil berjalan mundur paling depan menghadap mereka.
"Lagi bahas materi apa emang Sya?" sahut Syafin.
"Asam basa Fin. Kamu pasti bisa kan? Ajarin aku pliiiss!" lalu berjalan mendekatinya.
Ia mengangguk. "Ayo aja sih, mau belajar di rumah kamu atau aku?"
"Di rumah kamu yuk! Sekalian nginep!"
"Mau nginep? Emang boleh?"
"Bolehlah.." lalu aku membujuk Lia Rio dan Alek. Tunggu, Alek? Mulai sekarang aku akan memanggilnya seperti itu. "Ikut nginep yuk!"
"Aku boleh kalau izinnya bareng-bareng." Sahut Lia lalu terkekeh.
"Kalau di rumah kak Syafin, gak bilang pun pasti diizinin." Lalu Rio nyengir.
"Yaudah gini aja gimana?" kata Alek. "Sekarang kita ke rumah Syafina, terus ke rumah aku, ke rumah Lia, ke rumah Rio, baru ke Syafin bareng-bareng. Setuju?"
"Lamaaa!" sahut kami serentak.
"Ke rumah masing-masing dulu aja, siap-siap, nanti kita samper Lia jam set 7, gitu aja gimana?" saran Syafin lebih efektif dan efisien.
"Yaudah yu! Entar aku juga bawa buku kimia aku." Lia terdengar semangat.
"Asiikkk." Aku berhore ria. "Eh, Fin?" Syafin menolehku. "Kamu ikut aku dong ke rumah akunya, udah malem, aku takut kalau sendirian. Yaa?" lalu mengedip-ngedip centil menatapnya.
"Siap baginda ratuu.." jawabnya lembut sambil mengangguk perlahan.
Kami pun bubar, walau Rio agak kecewa karena ia jadi pulang sendiri.
Setelah selesai solat berjamaah dengan Syafin di rumahku dan merapikan barang bawaan, aku cepat membawa ransel dan tas jinjingku ke bawah bersama Syafin yang terus mengikutiku. Aku izin ke pak Suryo dan berjanji akan pulang sebelum jam 6 pagi.
"Main terus yaa kamu, jarang di rumah." Komentar pak Suryo yang tidak terdengar marah.
Kami pun sampai di rumah Syafin dan berlalu masuk untuk menyimpan barang. Di ruang tengah kami bertemu dengan kedua orangtuanya. Papahnya sedang asik menonton ikan-ikan dalam akuarium sambil menungging-nungging serius, sementara mamahnya terlihat fokus menjahit badge name pada seragam sekolah Syafin yang sebelumnya sengaja Syafin tempel dengan double tape. Syafin memperkenalkan aku pada mereka, mereka langsung berdiri menyambutku, aku tersenyum ramah pada mereka dan mencium tangannya.
"Mah, ini Syafina, mau pada nginep di sini. Sama Rio Alex Lia juga."
"Ooh, mau pada nginep di sini. Maaf yaa rumahnya berantakan," kata mamah Syafin.
"Hahaha gak papa kok Tante, aku mah menerima Syafin apa adanya." Seruku membuat Syafin menyenggol badanku sebal dan orangtuanya tertawa.
Kami pun berlalu naik ke kamar untuk menyimpan barang bawaan, dan pamit keluar untuk mengajak yang lain.
"Mamah kamu cantik banget ih Fin. Kamu lebih mirip ke Mamah yah." Kataku saat perjalanan kami menuju rumah Rio, kami melangkah santai di kegelapan malam.
"Kan katanya juga kalau anak cowo pertama itu nurun ke Mamah, tapi rambut mah nurun ke si Papah!" jawabnya.
Aku meringis. "Agak ikal? Tapi aku suka banget rambut kamu yang jabrik ini," aku pun memainkan rambutnya. "Emang orangtua kamu kerja apa sih? Kok pulang malem?"
"Papah sih Jaksa, kalau Mamah kantoran. Mamah juga baru mulai kerja lagi sih pas aku baru masuk SMP, kerja lagi di kantornya dulu waktu sebelum nikah. Besok pagi juga mereka udah ke Jakarta lagi, membiarkan aku sendirian di rumah huhuhu." Jawabnya sambil nangis-nangisan.
"Sedih yah. Tapi biasanya yang ditinggal orangtuanya suka nakal loh. Jangan-jangan, diam-diam kamu pengidap narkoba lagi?"
Kami pun sampai di depan pagar rumah Rio. Tapi bukannya nyamper malah mengobrol.
"Haha gak lah. Emang sih, mereka tuh sering banget ngebujuk aku ikut ke Jakarta buat tinggal di sana. Tapi aku nolak, gak tau nih, aku betahnya di sini. Awalnya keberatan mereka nitipin aku ke keluarga Rio, tapi, Rio sendiri loh yang maksa Mamah supaya aku tetep di sini."
"Emang apa yang bikin mereka nurutin si Rio?"
"Rio nangis nelpon Mamah aku, katanya gak mau ditinggal 'Kak Syafin' hahaha. Gak cuman itu sih, aku sama Rio juga udah saling dianggap anak sama orangtua kita, emang udah deket banget kaya sodara. Terus orangtua Rio bilang mereka bakal ngejagain aku. Mamah percaya, jadi.. Aku ditinggal deh." ⭐
✦✦✦✦✦✦✦✦✦✦
Jangan lupa tinggalin komentar sama VOTE yaaaa, terimakasih!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERLASTING LOVE (SUDAH TERBIT)
Teen FictionKalau kita suka sama orang tuh, kita emang suka 'dianya' secara keseluruhan gak, sih? Kaya misal, aku suka cowo humoris, tapi aku suka humorisnya dia, aku suka cowo pinter, ya aku suka pinternya dia. Gimana cara pembawaannya. Itulah yang dirasakan S...