Kalau ada tanda ⭐ itu berarti POV Syafina ya guys!
✦✦✦✦✦✦✦✦✦✦
"Naah udah bisa kan ya. Kalau gitu aku pulang duluan ya temen-temen," seru Lia sambil membereskan semua alat sekolah dan buku-buku tebal miliknya ke dalam ransel.
Di balik meja-meja yang sengaja disatukan agar mereka dapat belajar berhimpun, ia bangkit meninggalkan teman-temannya yang masih membiarkan buku-buku berserakan di tengah meja, dan cemilan-cemilan yang tinggal sampah.
"Makasih yaa udah ngajarin. Hati-hati, Lia.." kata Wini ramah.
Kelima temannya yang lain pun tak melewatkan ucapan perhatian pada Lia. Lia mengangguk dan tersenyum pada mereka.
Ia berjalan keluar kelas dengan langkah cepat, senyum masih mengembang di wajahnya karena merasa senang telah membantu teman-teman sekelasnya yang meminta tolong diajarkan. Mungkin hari ini menjadi hari yang tidak biasa baginya, sebelumnya ia tak pernah sedekat ini dengan teman wanitanya di sekolah, karena ia merasa tidak ada yang mau berteman dengannya selain Alex. Sendirian sudah menjadi kegiatan sehari-harinya di sekolah.
Di kaki lima, ia terdiam menunggu angkutan umum. Saat mengangkat tangan kirinya untuk mengetahui jam berapa sekarang, ia tersentak, baru sadar bahwa jam tangannya tertinggal di kelas. Ia pun melangkah kembali menuju sekolah.
Di koridor, sepanjang kelasnya menuju pintu, ia mendengar obrolan seru teman-temannya. Tapi yang ia dengar, mereka sedang membicarakan dirinya.
"Iya emang! Si Lia tuh diem-diem menghanyutkan! Udah paling jijik kalau liat dia banyak nanya ke guru! Caper! Pengen keliatan teladan. "
Mendengar pembicaraan itu, ia memperlambat langkahnya untuk mencapai pintu. Ia menunduk, ia tak bisa membuat kedua indra pendengarannya berhenti berfungsi.
"Tau gak?" sahut suara lainnya. "Papahnya juga nikah lagi tau! Mungkin Mamahnya gak se caper anaknya, jadi Bapaknya berpaling ke lain hati..."
"Hus! Gak boleh gitu!" akhirnya dia mendengar ada yang membelanya. "Dia baik tau. Tapi gak asik ah, terlalu baik. Mending aku temenan sama orang jahat tapi asik!"
Lalu tersiar suara tawaan riuh para cewe itu.
Akhirnya ia sampai di ambang pintu, terdiam sebentar, lalu melesat menuju meja yang masih berantakkan. Melihat Lia yang kembali, beberapa dari mereka berdesis dan semua langsung bungkam, mereka saling melirik cemas.
"Eh, Lia. Kok balik lagi? Ada yang ketinggalan?" tanya Wini kaku.
Lia tersenyum getir. "Ini, jam tangan aku ketinggalan." Ia berhasil mengambilnya dan cepat berlalu. "Duluan yaa.." suaranya bergetar.
Sudah jauh dari kelas, ia tak kuasa membendung air matanya. Ia pun berlari, ingin secepatnya meninggalkan sekolah dengan air matanya yang terus mengalir bersama langkah kakinya.
~*~
⭐"Maaf-maaf!" Lia akhirnya datang tepat pukul 4 sore, ia masih memakai seragam lengkap pendek-pendek, wajahnya kucel dengan rambut terurai yang berantakkan tak tertata.
Kami berempat menyambutnya gembira, sesekali menyisipkan kalimat sindiran karena ia terlambat datang. Ia tertawa dan terus meminta maaf, ia pun duduk di sampingku.
"Kamu gak bawa jaket, Ia?" tanya Syafin dan Lia menggeleng santai.
"Nih, pake yang aku aja.." tawarku sambil menyodorkan sweater-ku yang menganggur.
Aku dan yang lain sudah mengganti seragam kami karena kami sudah pulang dari tadi siang, dan memutuskan bermain dulu ke mall sebelum akhirnya kemari untuk makan malam. Jadi dengan seragamnya, Lia memang butuh baju hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERLASTING LOVE (SUDAH TERBIT)
Teen FictionKalau kita suka sama orang tuh, kita emang suka 'dianya' secara keseluruhan gak, sih? Kaya misal, aku suka cowo humoris, tapi aku suka humorisnya dia, aku suka cowo pinter, ya aku suka pinternya dia. Gimana cara pembawaannya. Itulah yang dirasakan S...