𐙚₊˚ --- A Walk: 0.3

51 9 6
                                    

Seokjin sebenarnya sudah punya niat untuk bermalas-malasan hari ini, setelah karyanya ditolak sekali lagi. Namun, adik perempuannya yang paling kecil minta diantarkan ke tempat les musikalnya. Seokjin begitu menyayanginya, jadi dia tidak mungkin menolak. Laki-laki itu tidak mau melukai hati adiknya.

Menempuh perjalanan lima belas menit dengan suasana bagus, Seokjin bernyanyi bersama adiknya. Haejin punya suara yang bagus, tapi bakat sandiwaranya juga luar biasa. Jadi, orang tua mereka menawarkan untuk mengambil les drama musikal, lalu Haejin langsung setuju. Bakat seni memang seolah memberkati keluarga mereka. Ayah Seokjin adalah ilustrator terkenal sebelum meninggal dulu, lalu Ibu Seokjin adalah seorang penyair, hingga saat ini.

"Aku pergi dulu. Bye!"

Seokjin melihat adiknya berlari dari dalam mobil, lalu menyapa seorang gadis dengan begitu akrab. Dari penampilannya, Seokjin mengira bahwa itu bukan teman seangkatan Haejin. Mungkin ... itu adalah gurunya.

Senyum adiknya memang begitu terang seperti matahari, Seokjin mengakui itu. Namun, senyum dari gadis lain yang sedang bersama Haejin itu, berhasil mencuri perhatian Seokjin. Laki-laki itu seperti terpana oleh senyumannya yang terasa begitu teduh.

Sejak saat itu, Seokjin tidak pernah absen mengantar Haejin ke tempat les. Kecuali hari kamis, saat dia seharian penuh menggantikan temannya mengerjakan project mural balai desa.

Sebagai pelukis, yang menghabiskan sebagian besar waktu di dalam ruangan sendirian, Seokjin tidak punya banyak teman untuk bergaul. Dia hanya punya satu teman---yang memiliki nama serupa dengannya.

Do Seokjin adalah dirinya. Sementara Go Seokjin, adalah teman satu-satunya yang dia punya.

Seokjin setuju untuk bergabung dengan project tersebut karena balai desa yang dimaksud, tidak begitu ramai. Seokjin selalu lupa orang lain kalau sedang melukis, dia hanya akan fokus pada setiap coretannya. Jadi, untuk menghindari sudut pandang negatif orang lain yang menganggapnya tidak peduli sekitar, Seokjin seringkali menghindari project terbuka seperti ini.

Walaupun sepi, ternyata Seokjin pernah mendapati satu orang sedang memperhatikannya. Seokjin lupa sejak kapan, tapi setiap sore di hari dia bekerja, gadis itu selalu duduk di taman sebrang dan memperhatikannya diam-diam.

Seokjin senang setengah mati, saat tahu kalau yang memperhatikannya itu adalah gadis yang dia cintai senyumannya. Sesekali dia mencuri-curi pandang, menatap gadis itu tanpa gadis itu sadari. Dia bahkan selalu tersenyum lebar setelah melihat wajah gadis itu dengan jelas.

Perhatian dan perasaan Seokjin seperti sudah dikendalikan sepenuhnya oleh guru les Haejin; yang senyumannya seteduh awan itu.

Senyuman dan rasa bahagia itu selalu datang beberapa kali, sampai akhirnya dia menerima kabar bahwa temannya sudah meninggal dunia. Project balai desa itu nyaris selesai, tapi temannya sudah pergi sebelum itu tuntas.

Seokjin sempat terpukul. Dia kehilangan semua semangatnya selama satu minggu. Kehidupan terus berjalan, Ibu dan adiknya menjadi alasan untuk dia terus menjalani hari.

Tuntutan profesionalitas juga ia kerjakan. Tanpa Go Seokjin, Seokjin menyelesaikan project mural balai desa sendirian. Sambil menangis, di hari terakhirnya pada project tersebut, Seokjin menuliskan identitas mereka pada mural itu: The Seokjin's, yang dia ubah penulisannya menjadi D' Seokjin's. Mural ini ... adalah project terakhir mereka.

--- A Walk ---

Seokjin baru saja turun dari bus, tapi dia terkejut saat seorang gadis memanggilnya dan mengikuti dia. Gadis itu ... adalah gadis yang disukainya. Diam-diam dia bertanya, apa gadis itu mengenalinya? Apa dia sadar bahwa Seokjin selalu tersenyum dahulu saat dia datang setiap hari kamis?

Sowjin's PlaylistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang