Chapter 4

166 57 29
                                    

Jennie pov

Malam mulai menyapa, aku dan lily kini tengah menyiapkan makan malam dengan bersemangat mengingat lisa sedang berada dirumah.

Momen langka yg sangat jarang terjadi, bahkan aku merasa tuhan sedang berbaik hati pada kami. Membiarkan aku dan lily bisa bertatap muka dengan orang yg kami cintai.

Beberapa hidangan yg tak terlalu berat sudah tersaji di meja makan keluarga kami. Lily dengan berhati² membantu untuk menata peralatan makan seperti sendok dan garpu agar berada di posisinya.

Aku tersenyum senang mendapati tak ada lagi raut sedih diwajah kecilnya. Seolah benar² sudah melupakan semua kejadian buruk yg menimpanya seharian ini.

Lututnya yg berplester kecil bahkan tak ia hiraukan lagi. Namun sisi hatiku merasa iba karna tahu luka itu terjadi karna lisa yg enggan padanya.

Aku bisa apa, beruntung gadisku yg polos hanya berfikir ia ceroboh dan berakhir terluka. Dan kuharap selamanya ia hanya tak pernah tahu arti dari semua penolakan itu.

Semua makanan sudah tertata rapi, bunga yg kubawa dari toko juga sudah terangkai indah di dalam vas kaca. Tinggal menunggu kehadiran lisa.

Namun, setelah hampir 10 menit berlalu istriku itu tak kunjung menuruni tangga rumah kami.

"Amma boleh lily memanggil mommy?, lily cudah lapal amma", tanyanya dan kuangguki tanda setuju. Bagaimanapun ini sudah melewati jam makan malam lily.

"Jangan berlari lily, ingat pegang tepian tangga", ucapku mengingatkannya. Sedang putriku segera mengangguk dan melangkahkan kaki kecilnya menuju kamar kami di lantai 2.

Aku menunggu dengan harap cemas, namun tanpa diduga lily menuruni tangga dengan tergesa disertai wajah paniknya.

"Amma...amma..., mommy panas...mommy pucat amma", ucapnya panik membuatku kaget.

Dengan segera aku berlari menuju kamar dan kudapati lisa terbaring di kasur dengan masih memakai pakaian kerja nya tadi.

Wajah kecilnya tampak pucat dengan bulir² keringat yg memenuhi wajah dan tubuhnya.

"Lisa...lisa..., apa yg sakit?", tanyaku pelan padanya.

"S-sakit...kepalaku sakit....panas...hiks", ringisnya dengan mata tertutup. Kudapati airmatanya mengalir dari sana membuatku tak tega melihat kondisi lisa saat ini.

"Amma...hiks mommy cakit ya hiks...tolong mommy amma", tangis lily yg sedari tadi berdiri di sisi ranjang lisa. Wajah lily sudah basah karna airmatanya sendiri.

"Lily tenang ne, amma akan mengobati mommy. Sekarang lily duduk disini dan temani mommy, amma akan kebawah dan mengabil obat untuk mommy arraseo baby", ucapku padanya yg kini kududukkan di sisi lisa yg masih terbaring.

"Ne amma...., jangan lama² kacian mommy", lirihnya menatap iba pada ibunya itu.

"Iya nak, jaga mommy sebentar ne", ucapku dan diangguki patuh olehnya.

Kutinggalkam keduanya dikamar, bergegas menuju dapur untuk mengambil obat dan air untuk mengompres lisa. Tak lupa aku juga membuatkan bubur agar lisa bisa makan walau hanya sedikit.

Situasi ini mengingatkanku kembali ketika masih menjadi sahabat terbaik lisa, disituasi yg sama aku berubah menjadi lily yg khawatir dan tak tega melihat keadaan lisa yg drop seperti saat ini.

Namun, tentu aku tak bisa membiarkan lisa kesakitan lebih lama, dengan dibantu tutorial dari ponsel aku menyiapkan semua yg lisa butuhkan kala itu.

Mangkuk berisi air hangat, handuk, penurun panas, termometer, air minum yg banyak serta tak lupa makanan yg akan dimakan lisa.

Mon Amour BriséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang