5. murka

245 22 0
                                    

Happy reading

••••••

kerajaan Phinton saat ini sedang riuh-riuhnya. karna Felice yang menghilang bersama Eric membuat geffrey gusar, sedari tadi geffrey sudah mengarahkan pengawalnya untuk mencari Felice. padahal tinggal 2 bulan lagi dirinya akan menikah dengan Felice.

"Sialan, kalian harus mencari Felice ku sampai dapat." Perintah geffrey. Dia murka saat tahu Felice bersama Eric, ntah darimana perasaan kesal itu tumbuh Padahal dirinya hanya menggunakan Felice sebagai alat.

Geffrey berdiri di atas balkon tangannya memegang sebuah gelas emas berisi air anggur. menatap langit malam yang bertabur bintang, sangat indah seperti Felice menurutnya. Ntah dari mana perasaan ini timbul geffrey yang awalnya masih mencintai kakak Felice beralih membagi cintanya kepada Felice.

"Seperti nya aku sudah jatuh dengan pesonamu, sayang." Geffrey menatap gelas anggurnya dengan senyum miringnya.

•••••

"Eric, kau mau buah ini?." Felice menyodorkan buah anggur liar yang tadi mereka cari di hutan, setelah perdebatan tadi Felice mencoba untuk biasa saja padahal hatinya tidak, ntahlah perasaan itu datang dengan sendirinya.

"Makanlah, aku tidak lapar." Tolak Eric tanpa menatap Felice.

"Eric kau kenapa?." Tanya Felice melihat keterdiaman Eric.

"Berhenti untuk peduli padaku, Felice." Sentak Eric.

"Aku hanya bertanya." Tegas Felice. Menatap tajam Eric yang sedang memandang danau.

"Aku tidak butuh." Ketus Eric.

"Kau ini kenapa sebenarnya, sifat mu seperti bunglon. Terkadang perhatian terkadang juga pemarah." Kesal Felice.

Eric terdiam tak menjawab ucapan Felice. Kemudian dengan lirih nya dirinya berucap. "Bagaimana perasaan mu jika kekasih yang kau cintai menikah dengan perempuan lain?." Lirih Eric sambil menatap Felice.

Kalimat itu membuat Felice terdiam, dirinya memang tidak mengatakan hal yang kasar kepada Eric namun saat membaca cerita novel itu wajar saja Eric seperti ini.

"Lice, 2 bulan lagi kau akan menikah dengan kakakku dan aku harus menyaksikan semua itu." Eric melempar batu kerikil kedalam danau.

Terkadang melepaskan seseorang yang masih kita cintai itu sulit, ibarat seperti menggenggam bunga mawar. Bertahan sakit melepaskan juga masih membekas, namun ini bukan bunga.

"Eric." Panggil Felice lirih.

"Aku tanya sekali lagi, kau mau membantu ku kabur?." Ucap Felice.

"apa kau serius?, aku tidak suka di permainkan lice!."

"Tentu saja, aku akan menjelaskan juga kenapa aku berubah kepadamu, tapi aku mohon bantu aku kabur, kau tenang saja aku tak mempermainkan mu." Sendu Felice menatap Eric dalam.

"baiklah aku akan membantumu dan itu tidak gratis." Mendengar kalimat terakhir Eric membuat felice melunturkan senyumannya.

"Heii Eric!!! ini juga untuk kebaikan kita. Kenapa kau selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan hah?." Felice berdiri sambil berkacak pinggang, memarahi Eric.

"Aku bercanda, maafkan aku." Eric menarik tangan felice membuatnya terjatuh di atas pangkuannya.

"Eric lepas!!." Felice meronta ingin berdiri lagi namun bisikan Eric membuatnya terdiam kaku.

"Diam sayang, jika tidak kau akan membangunkan ular ini." Bisik Eric. Felice tidak bodoh dalam mengerti ucapan Eric.

"Dasar, setelah aku mengatakan ini sifat mu langsung ceria." Sinis Felice, tangan lentiknya mencubit pipi Eric pelan.

"Memang nya tidak boleh, Hem?." Balas Eric. Tangan nakalnya terulur untuk mengelus paha Felice yang tersingkap oleh gaunnya.

"Eric tangan mu, mhhhh." Felice menggigit bibir bawahnya menahan desahannya saat tangan Eric yang semakin naik.

"Eric geli." Felice begitu gugup karna merasakan nafas Eric yang menerpa lehernya, membuatnya menjadi merinding. Oh selamat kan Felice dari situasi ini, Eric sangat mesum!.

"Diam lice, kau cerewet sekali." Ucap Eric.

Felice harus menghentikan kegilaan Eric agar tidak kebablasan, ia harus mencari alasan tapi apa?, seulas senyum muncul di bibirnya.

"Aku ingin minum." Ucap Felice.

Eric terdiam sebentar. "Baiklah, akan aku antar." Eric berniat bangun dan menggendong Felice ala bridal style namun Felice menolaknya. Akhirnya Eric pasrah dan membiarkan Felice sendirian. Ia akan mengawasi Felice dari jauh saja.

"Segarnyaa." Felice merasakan tenggorokan nya yang kering sudah tidak lagi. Setelah selesai Felice berniat kembali lagi namun, ia merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya dan di bagian lengan, membuat nya oleng.

"Bngst pusing banget shhh, apa karna luka ini ya. Sial, aku lupa mengobati nya." Batin Felice yang mau ambruk, sebelum dirinya jatuh ke tanah sebuah tangan menahannya.

"Felice apa yang terjadi." Eric menepuk pipi Felice agar terbangun.

"kau dengar aku lice."

"Lice bangun jangan buat aku khawatir." Eric menatap Felice sendu.

Hanya itu yang Felice dengar setelah itu dirinya sudah tidak sadarkan diri.

Dengan cekatan Eric menggendong tubuh felice dan berlari meninggalkan kudanya, langkah nya terus mencari jalan apa saja yang di ingatnya. Kaki nya berlari tanpa lelah yang di pikiran Eric sekarang adalah menyelamatkan Felice.

Ini semua karna kesalahan nya jika saja dia tidak melupakan luka yang ada di lengan Felice, pasti Felice masih baik-baik saja. Eric merutuki kebodohan nya yang lalai ini.

Alasan Eric tidak memakai kudanya adalah terlalu susah jika Felice sudah pingsan dia takut Felice akan jatuh jika Eric lengah.

"Bertahan lice, aku tau kau wanita yang kuat." Eric melihat ada sekumpulan kesatria. seperti nya itu dari istana Phinton. dilihat dari pakaian mereka dengan lambang khas kerajaan itu. dengan cepat Eric menghampiri mereka dengan nafas yang terengah-engah.

"Pangeran." Seru para prajurit.

Bersambung....

Tolong vote dan komen nya ya guysss

Di harapkan jangan jadi pembaca gelap!!!!

Second LifeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang