11 - mon chéri

766 51 19
                                    

Meja makan hanya terisi dua manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meja makan hanya terisi dua manusia. Tak ada percakapan selama lima belas menit karena keduanya sibuk menghabiskan sepiring hidangan untuk makan siang. Dentingan sendok berhenti bertepatan dengan seorang pelayan yang membawa nampan dengan dua gelas jus jeruk.

Zakiel mengelap sudut bibirnya dengan tisu. Pelayan yang datang nampak asing, meski dia jarang pulang ke rumah tetapi hampir seluruh pelayan disini dia kenal, mungkin orang baru tambahan yang biasa Bundanya rekrut dari yayasan. Omong-omong, Zakiel sedang makan bersama adik tirinya. Kedua orang tuanya mengatakan akan pergi dan makan diluar, jadilah Zakiel berakhir disini untuk menemani Jinan, adiknya, walau sebetulnya dia tidak ingin. Hubungan mereka tidak baik juga tidak buruk. Setelah kejadian dimana hampir meretakkan beton istana kala itu, Zakiel dan kembarannya Kazael kehilangan rasa percaya pada sang Bunda.

Awal tahun yang pilu dan menyesakkan. Ketika Bundanya secara tiba-tiba membawa anak kecil dan mengatakan bahwa dia adalah putranya dengan pria lain ketika sang ayah tengah bertugas ke luar negeri mengurus perusahaan selama satu setengah tahun. Singkatnya Bunda mereka berselingkuh dan menghasilkan Jinan, tetapi ayah kandungnya meninggal setelah Bunda melahirkan Jinan, Zakiel tidak tahu sebabnya apa karena tidak peduli juga.

“Kak.” Jinan memanggil dengan gugup. Wajahnya tak ditampilkan sengaja menunduk, hal itu membuat Zakiel mendengus malas. Payah sekali. Bahkan untuk berbicara saja dia kesulitan membuat pertahanan. Harusnya cowok itu bisa bersikap gagah sepertinya dan Kazael.

“Cepet ngomong.” sentak Zakiel.

Jinan perlahan mengangkat wajahnya, meremas sendok yang belum ditaruh diatas piring. “Bunda selalu nanyain Bang Kaza, dia nggak bakal pulang? Terakhir empat bulan yang lalu.”

Zakiel selalu mendapatkan pertanyaan yang sama ketika pulang sendirian ke rumahnya. Cowok itu berdecak. “Biar gue bujuk, tapi jangan berharap lebih.” Kemudian menyeringai pada Jinan. Meremehkan remaja yang terpaut dua tahun dengannya. “Selama ada lo kan dia ogah balik ke rumah.” tandasnya sengaja menyindir.

Jinan tak bereaksi banyak, hanya helaan napas panjang yang terdengar memuakkan di gendang telinga Zakiel.

Selama mereka tumbuh, Kazael dan Zakiel sering merundung Jinan, tak menganggapnya ada, dan mengacuhkannya. Tetapi, pada satu waktu, Zakiel mampu mengendalikan dendamnya, mulai surut dan pelan-pelan menerima kenyataan, meski hal itu sulit berlaku untuk Kazael.

Ketika Zakiel meraih gelas minuman yang tadi dibawa pelayan, dia mencium aroma samar yang aneh. Dia melirik sekilas pada pelayan baru yang ternyata masih berdiri tak jauh dari mereka. Zakiel kembali mendekatkan bibir gelas tersebut ke sekitaran hidungnya, mencoba konsentrasi dan menduga apa yang terkandung.

“Jinan!” Zakiel lantang memanggil saat melihat Jinan hendak minum.

“Iya?” Jinan berkedip-kedip lugu, mendadak tubuhnya membeku karena teriakan Zakiel terlalu mengejutkan. Apakah dia melakukan kesalahan.

Exquisite Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang