Dia berjalan ke lemari pakaian dan mengambil satu set bra dan celana dalam berenda berwarna ungu. Sementara itu, aku berdiri di sana, merasa sedikit malu tetapi juga bertekad untuk mencoba. Ketika dia menyerahkan pakaian dalam itu kepadaku, aku mengambilnya dengan tangan yang sedikit gemetar.
Aku menatap bra dan celana dalam yang berenda itu dengan cemas. "Kok yang ini sih, Sayang? Emang nggak ada yang lain?" tanyaku, mencoba menghindari pakaian yang tampak terlalu mencolok dan feminin.
Santi menghela napas, terlihat sedikit kesal. "Udah, pakai aja. Jangan banyak protes," ucapnya ketus, suaranya menandakan bahwa dia sudah cukup dengan argumen dan ingin melihat hasilnya.
Aku merasa ada dorongan kecil di dalam hatiku untuk menolak, tetapi melihat wajah Santi yang serius, aku tahu bahwa menolak hanya akan membuat situasi semakin buruk. Dengan enggan, aku mengambil pakaian dalam itu dan berjalan kembali ke kamar mandi.
Saat aku melangkah menuju kamar mandi, Santi kembali memanggilku. "Loh, kamu mau ke mana?" ucapnya dengan nada mengintimidasi.
"Ya mau ke kamar mandi, mau pakai ini," jawabku sambil menunjukkan pakaian dalam yang ada di tanganku.
Santi menggelengkan kepala dengan tegas. "Ngapain ke kamar mandi? Pakai di sini, sekarang," ucapnya tegas, suaranya tidak memberi ruang untuk perdebatan.
Aku terdiam sejenak, merasa terkejut dan canggung. Pikiranku berputar, mencari alasan untuk menolak, tetapi wajah Santi yang penuh ketegasan membuatku menyadari bahwa menolak hanya akan memperburuk keadaan. Dengan rasa malu yang semakin menggelayuti, aku menelan ludah dan mencoba menenangkan diri.
"Oke," kataku pelan, suara yang hampir bergetar. Aku tahu bahwa ini adalah ujian besar dalam hubungan kami, dan menolak hanya akan menambah ketegangan.
Dengan tangan yang sedikit gemetar, aku mulai melepaskan handuk yang kukenakan. Tubuhku mulai terasa dingin seiring handuk yang perlahan melorot dari pinggangkku. Aku merasa malu, seolah-olah berada di bawah sorotan lampu panggung yang menyilaukan, meskipun hanya ada Santi di ruangan itu.
"Cepat buka handuknya, jangan lama," ucap Santi dengan nada tegas, matanya tetap fokus padaku.
Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian yang tersisa. Handuk yang kukenakan meluncur turun, memperlihatkan tubuhku yang telanjang. Aku merasa sangat canggung dan rentan di hadapan Santi. Dalam situasi ini, setiap detik terasa seperti menit yang panjang.
Santi terus memperhatikanku tanpa mengalihkan pandangannya, tatapannya tajam dan penuh penilaian. Aku merasa seperti sedang berada di bawah sorotan lampu panggung, di mana setiap gerakan dan ekspresi wajahku diperhatikan dengan seksama. Aku mencoba menenangkan diri, tetapi perasaan malu dan canggung terus menghantui.
Dengan tangan yang masih gemetar, aku mengambil celana dalam berenda berwarna ungu yang diberikan Santi. Aku melihat celana dalam itu sejenak, merasakan kain halus dan desain feminin yang begitu berbeda dari yang biasa kupakai. Perlahan, aku memasukkan satu kaki ke dalamnya, lalu kaki yang lain. Aku menarik celana dalam itu ke atas, merasakan bagaimana kain lembut itu menyentuh kulitku, memberikan sensasi yang aneh dan asing.
Saat celana dalam itu akhirnya terpasang dengan sempurna, aku merasakan perasaan aneh dan malu semakin kuat. Kain renda yang halus dan desain yang feminin membuatku merasa sangat berbeda dari biasanya. Penisku terasa terhimpit dengan lembut oleh kain renda itu, memberikan sensasi yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Sensasi yang mengingatkan bahwa ada sesuatu yang berubah drastis dalam hidupku.
Aku melihat bayangan diriku di cermin, merasa campuran antara rasa malu dan kebingungan. Penisku, yang biasanya terasa bebas di balik celana dalam biasa yang bisa kupakai, kini terasa berbeda, seperti terbungkus dalam sesuatu yang sangat asing. Rasa malu semakin dalam, tetapi aku tahu bahwa ini adalah bagian dari komitmen yang telah kubuat dengan Santi.
Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Terbalik
Ficción GeneralSetelah hampir tiga tahun pernikahan tanpa anak dan tekanan yang terus menghantui dari keluarga serta masyarakat, Rian dan Santi terlibat dalam pertengkaran hebat. Santi mengusulkan ide gila untuk menukar peran mereka sebagai upaya terakhir menyelam...