8. Happy Birthday

955 133 101
                                        

Sev: [Dengar, kau tidak perlu menjawab sekarang, tapi kuharap kau berubah pikiran. Aku harus memberitahumu, tapinya, aku adalah pria yang keras kepala, Evie. Aku tidak mudah menyerah.]

Pesan yang diketikkan oleh Sev terpotong ketika notifikasi sms lain muncul dalam ponselnya.

Zade: [TELEPON AKU!!!! ASAP!!!!!]

Geez. Mengapa segala hal tentang Zade selalu terasa pria itu sedang marah?

Bahkan pesan singkat yang dikirimkan kakaknya barusan terlihat seakan ingin melompat dari layar ponsel dan mencekiknya dengan lilitan huruf besar dan tanda seru yang bertaburan.

Sev membalas pesan singkat Evie dengan cepat.

Sev: [Sorry, kakakku menghubungi. Aku harus pergi. Talk to you soon, little dove 😉.]

Sev menunggu balasan Evie selama beberapa detik, berharap wanita itu akan mengiriminya kata-kata, 'tunggu' atau 'jangan pergi' atau setidaknya 'terima kasih untuk bunga dan kadonya'. Tapi ketika tanda online di status Evie justru mati, Sev tahu harapannya sia-sia.

Sambil menghela napas penuh kekecewaan, Sev menutup pesan dari Evie dan menghubungi kakaknya.

Suara Zade yang kaku langsung melesat begitu pria itu mengangkat sambungan. "What the fuck?"

Sev memutar bola matanya. Lihat, kan? Selalu marah.

"What the fuck apanya, Zade?" Sev balik bertanya dengan suara bingung. "Apa lagi yang kulakukan?"

"Franco mengatakan bahwa kau mengejar gadis yang masih duduk di bangku SMA? Apakah itu benar?"

Sev langsung mengumpat. "Dammit, aku akan membunuh Franco."

"Sev," suara Zade kembali terdengar. "Kau mungkin adalah adikku, tapi aku akan membunuhmu dengan belatiku sendiri jika kau berani menyentuh gadis yang masih di bawah umur. Aku tidak ingin dikenal sebagai kakak seorang pedophile."

"Jesus, Zade. Aku bukan pedophile. Gadis itu 18 tahun dalam dua hari lagi dan aku belum melakukan apa-apa selain mengiriminya bunga dan buku. Yang kulakukan setidaknya lebih normal darimu. Apakah kau lupa bahwa kau menculik seorang wanita semata-mata karena kau mengira ia cantik?"

"Salah. Aku menculik Niamh karena aku salah orang," Zade mengoreksi kalimat adiknya.

Sev langsung tertawa.

"Yeah, right," ia menggumam. "Kau tidak pernah melakukan kesalahan, brother. Kau memang ingin menculik Niamh. Kau melihat sesuatu yang kau inginkan dan kau mengambilnya. Sesimpel itu."

Suara Zade yang diam memberitahu Sev bahwa tebakannya benar. Zade bisa mengatakan pada semua orang bahwa ia melakukan kesalahan malam itu, tapi Sev yakin Zade tahu apa yang dilakukannya. Jikapun Zade tidak bertemu calon istrinya malam itu, melainkan di tempat lain dan di waktu lain sekalipun, Sev yakin kakak psikopatnya itu akan tetap saja memutuskan untuk menculik wanita itu bagaimanapun juga.

Katakan saja ini adalah campur tangan takdir. Tidak ada seorangpun yang bisa berlari darinya.

Setelah beberapa detik barulah balasan dari Zade terdengar.

"Tunggu... Kau memberi wanita itu buku?" pria itu bertanya.

"Ya," Sev mengerang ketika tahu pembicaraan mereka balik padanya. "Kami bertemu di toko buku dan ia terlihat ingin membeli buku itu sebelum aku muncul dan menakutinya."

"Hm... menarik," Zade menggumam.

"Apanya?"

"Well... biasanya kau memberi mereka perhiasan dan sampah berharga semacamnya, baru kali ini kau membelikan seorang wanita sesuatu yang sederhana tapi berarti. Kini aku ingin melihat seperti apa wanita ini. Kau punya foto?"

Savage [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang