Tinggalkan cerita ini jika membuatmu lalai dalam beribadah. Jadikan Al-Qur'an Sebagai Bacaan Utama
Jangan lupa vote dan follow akun aku untuk mengetahui notifikasi update. Share juga ke teman-teman kalian ya! Terima kasih
Hari ini menjadi hari kelulusanku setelah menjadi mahasiswa program studi pendidikan dokter selama 3,8 tahun. Perjalananku masih sangat panjang, ini baru setengah jalan. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena telah memberikan kekuatan sehingga bisa bertahan walau tidak mudah. Cita-cita yang dulu sempat sirna telah aku usahakan lagi agar aku bisa meraihnya.
Rasa takut dan trauma tak akan pernah bisa sirna jika tak berusaha untuk dilawan. Aku hanya seorang perempuan dengan sejuta trauma itu. Aku berusaha melawan, tapi trauma itu tak kunjung hilang, mungkin hanya mereda. Segala cara telah diupayakan oleh Ayah dan Mas Rafi hingga aku bisa bertahan.
Aku hanya hidup bersama dua lelaki tampan itu, Ayah dan Mas Rafi. Ibu meninggal bersamaan dengan hari di mana aku pertama kali dilahirkan ke dunia. Benar, Ibu meninggal beberapa menit setelah aku lahir. Dulu aku selalu berpikir bahwa diriku hanya menjadi beban Ayah dan Mas Rafi, terlebih Ibu meninggal karena melahirkanku.
"Ayo Lesh, keburu kesiangan ini!" Mas Rafi telah bersandar di kusen pintu kamarku, sudah siap dengan kemeja biru navy yang kontras dengan warna kulitnya. Senada dengan kemeja yang dipakai Ayah dan gamis yang aku pakai hari ini.
"Lah kok malah nangis, kenapa?" tanya Mas Rafi setelah melihatku tak bergeming di meja belajar, melangkah memasuki kamar.
"Ingat Ibu, pengen dipeluk." Aku memeluk pinggang Mas Rafi dan menangis di perutnya.
"Haduhhhh, udah Alesha. Kemejanya Mas basah ini," keluhnya. Aduh Mas, malah repot sama kemejanya. Orang lagi sedih juga. Batinku dalam hati.
"Percaya deh Ibu pasti bangga melihat putrinya berhasil jadi Sarjana Kedokteran. Udah ah, ayo berangkat keburu siang nih. Gak lucu aja kalau kamu terlambat di hari wisudamu sendiri. Katanya nanti sambutan, dihapus dulu air matanya udah cantik malah nangis. Jelek ih, buruan udah ditunggu ayah. Mas mau manasin mobil dulu, nanti sarapan di kampus aja ya," lanjutnya menenangkanku. Padahal aku tahu sebenarnya dia juga sedih, cuma berusaha tegar aja.
Aku mengusap wajahku dengan tisu sembari menatap kaca, merutuki diri sendiri karena tidak bisa menahan air mata agar tidak mengalir. Lihatlah sekarang, mataku sembab. Aku memang tidak memakai make-up, pun tidak mengenakan kebaya ataupun heels.
Memang untuk sehari-hari, aku hanya menggunakan rangkaian skin care untuk merawat wajah dan kulit. Wajahku cenderung berminyak, jadi kalau pagi hanya menggunakan sunscreen. Sedangkan untuk perawatan bibir, aku hanya menggunakan pelembab bibir dan serum agar tidak kering. Sudah kewajiban diri kita masing-masing untuk merawat ciptaan Allah dengan baik, terlebih diri kita sendiri.
Aku tidak ingin repot dan capek, akhirnya memutuskan untuk mengenakan gamis berwarna navy yang senada dengan kemeja Ayah dan Mas Rafi. Jilbabnya aku memilih segi empat berwarna sky blue dan juga sneakers yang senada dengan jilbab.
Setelah membenarkan jilbab dan toga, aku melangkahkan kaki keluar kamar. Sudah tidak ada orang, sepertinya Ayah dan Mas Rafi sudah di mobil.
"Assalamu'alaikum, Pagi Ayah! Mana Mas Rafi?" Aku memasuki mobil bagian belakang dan menyapa Ayah yang telah duduk dengan santai di kursi depan samping sopir, namun aku tak melihat ke mana perginya sopir pribadiku itu.
"Wa'alaikumussalam, Pagi juga nak. Mas Rafi lagi ambil minum. Haus katanya." Ayah mengusap samping kepalaku, setelah menolehkan kepalanya ke belakang.
"Cantik banget anak ayah, happy ya akhirnya S.Ked juga." Ayah memuji penampilanku hari ini, padahal sehari-hari aku juga selalu berpenampilan seperti ini.
"Ah ayah bisa aja, biasanya Alesha juga seperti ini kok," jawabku seraya tersenyum lebar. Aku meneguhkan diri untuk tidak lagi menangis di hari ini.
"Assalamu'alaikum, udah siap semuanya? Yuk berangkat." Mas Rafi telah kembali memasuki bagian kemudi dan bersiap untuk melajukan mobil kami menuju kampus. Masih tidak menyangka, aku bisa lulus kurang dari 4 tahun.
"Wa'alaikumussalam, yukk. Mampir ke nasi uduk di perempatan jalan ya. Kita harus sarapan dulu, Alesha juga biar ada tenaga karena pasti nanti akan capek banget," Ayah usul untuk sarapan nasi uduk pagi ini. Biasanya Ayah, Mas Rafi, atau Aku akan selalu masak. Ditinggalkan oleh Ibu kurang lebih selama 22 tahun, membuat kami bertiga mengupgrade skill memasak dengan baik.
⛴️⛴️⛴️
Perjalanan dari rumah ke kampus hanya 30 menit, kami berangkat jam 6. Tapi nampaknya pagi ini jalanan sedikit padat, mungkin karena hari libur. Memang kampusku akan selalu melaksanakan wisuda pada hari libur, agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar mahasiswa lainnya. Perjalanan yang biasanya hanya kami tempuh 30 menit bertambah menjadi 45 menit.
Setelah membeli nasi uduk yang dibungkus tadi, kami memutuskan untuk memakannya di kantin kampus, karena acaranya akan dimulai pukul 8 dan masih ada banyak waktu. Ayah dan Mas Rafi memang sangat disiplin tentang waktu. Tak heran, keduanya merupakan personil tentara yang sudah biasa hidup beriringan dengan kedisiplinan.
Oleh karena itu sejak pagi Mas Rafi sudah merecoki untuk berangkat, padahal acaranya masih lama. Dia berkata, "biar di sana bisa santai lesha," Mas Rafi memang tidak ada manis-manisnya, tidak pernah sekalipun memanggil adek, padahal kan aku adeknya. Ayah dan Mas Rafi sama-sama payah soal keromantisan, tapi act of service-nya tidak main-main. Sayang banget pokoknya sama mereka berdua.
"Aku sama ayah jus tomat, dua-duanya nggak usah gula," Aku memesan pada Mas Rafi kemudian mengikuti ayah untuk duduk di set meja yang telah disediakan di kantin, menunggu Mas Rafi memesan minuman untuk menemani sarapan kami.
"Lho, ayah mau gula!" protes Ayah ketika mendengar pesananku. Padahal gula darahnya sudah tinggi, tapi masih bebal ingin mengkonsumsi manis.
"Udah, ayah mending nurut aja ya. Terakhir cek kemarin hampir 300 kan gulanya. Nurut ya," ucapku sembari mengelus pundaknya, Ayah hanya menghela napas.
Ayah dan Ibu sama-sama memiliki riwayat gula darah yang tinggi, oleh karena itu aku dan Mas Rafi selalu menjaga agar kami tidak banyak mengkonsumsi banyak gula. Serem melihat angka kematian karena penyakit komplikasi salah satunya diabetes.
Tak lama kemudian Mas Rafi datang membawa 2 gelas Jus tomat milikku dan ayah, sekaligus 1 gelas jus jeruk miliknya.
"Masih pagi, udah minum jeruk!" protesku setelah membantunya untuk mengambil 2 gelas jus tomat, kemudian satunya kuberikan kepada Ayah.
"Suka-suka Mas dong, sewot aja wlee!" balasnya cengengesan sembari menjulurkan lidah.
"Masih pagi nak, udah jangan berantem. Sarapan, keburu telat ke Gedung Pertemuan nanti," lerai Ayah sembari membuka bungkusan nasi uduk yang masih hangat. Aku pun ikut membuka dan memakan nasi uduk perempatan rumah kami yang rasanya tidak pernah gagal.
Kami memang selalu meluangkan waktu untuk sarapan dan makan malam bersama. Kecuali jika salah satu dari kami berhalangan, misal aku menginap di kampus karena praktikum atau ketika Mas Rafi dan Ayah ada perjalanan dinas.
⛴️To Be Continued ⛴️
Halo aku kembali dengan cerita baru, tentang Alesha si calon dokter. Bagaimana Chapter 1-nya? Jangan lupa komen ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Terakhir
SpiritualAlesha Dzakiya, perempuan dengan sejuta trauma yang dimilikinya. Seorang mahasiswi program studi pendidikan dokter yang baru saja menyelesaikan studinya. Sebentar lagi akan melaksanakan koas sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar dokter...