Tinggalkan cerita ini jika membuatmu lalai dalam beribadah. Jadikan Al-Qur'an Sebagai Bacaan Utama💗
Jangan lupa vote dan follow akun aku untuk mengetahui notifikasi update. Share juga ke teman-teman kalian ya! Terima kasih💗
Hari-hari setelah wisuda adalah menjadi pengangguran, karena aku masih menunggu pengumuman penempatan dan kelompok untuk memulai kehidupan menjadi dokter muda. Pagi ini menjadi pagi tersantai, aku masih menggunakan piyama semalam dan bersiap untuk bertempur dengan alat masak di dapur. Tentu saja dibantu Mas Rafi.
Aku melangkahkan kaki menuju dapur dan berniat membuka kulkas, sampai suara mas Rafi menginterupsi, “Mau masak apa, Alesha adek mas yang paling cantik. Soalnya adeknya cuma satu haha.”
Dia mengacak rambutku yang sudah kucepol rapi agar tidak mengganggu pertempuran memasak pada pagi hari ini. Nampaknya mas Rafi sudah mandi dan rapi, dia telah memakai celana pakaian dinas hariannya dengan kaos. Bajunya masih belum dipakai.
“Ada request? Aku pengennya masak capcay sama bikin udang tepung goreng. Mas Rafi mau apa?” tanyaku sambil mengeluarkan bahan-bahan yang aku perlukan dari dalam kulkas.
“Apa aja, Masmu ini kan pemakan segala. Sini Mas bantu cuci sama potong sayurnya, kamu bikin bumbunya atau goreng udangnya.” Mas Rafi mengambil alih sayuran yang terdiri dari wortel, sawi putih, sawi hijau, brokoli, kemudian berjalan menuju wastafel dapur untuk mencuci dan memotong sayuran itu.
Aku beralih pada perbumbuan, mengupas bawang bombay, bawang putih, bawang merah, cabai, dan tomat kemudian merajangnya. Sekaligus menyiapkan bumbu pengental yang terdiri dari saus tomat, saus sambal, saus tiram, kecap, tepung maizena dan air. Jangan lupa memasukkan seasoning seperti gula, garam dan penyedap ke dalam bumbu pengental.
“Udah? Sini biar mas yang tumis, kamu goreng udang tepungnya.” Mas Rafi mengambil perbumbuan yang ada di tanganku setelah memanaskan 2 wajan. Wajan pertama hanya diberi sedikit minyak untuk menumis capcay dan wajan kedua diberi banyak minyak untuk menggoreng udang tepung.
Aku beralih untuk mencuci udang kemudian melanjutkan untuk menepungi udang tersebut sambil menunggu minyak di wajan panas. Mas Rafi sudah sibuk dengan spatula di tangannya, “Minta tolong bakso sama sosis di kulkas ya, Lesha. Lupa belum Mas ambil,” pinta Mas Rafi.
Aku pun segera mengambil bakso sapi sekaligus sosis sebagai pelengkap capcay kemudian memotongnya. Ayah selalu mengajarkan aku dan Mas Rafi untuk bekerja sama dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik seperti memasak, mencuci baju, menyapu, mengepel.
Jadi kalian jangan heran jika Mas Rafi dan Ayah juga pandai melakukan semuanya, terlebih ditinggalkan Ibu 22 tahun yang lalu membuat mereka berdua terbiasa melakukan semuanya. Kami juga tidak memiliki asisten rumah tangga di rumah.
“Nih, wah sepertinya enak baunya.” Aku menyerahkan potongan bakso sapi dan sosis kepada Mas Rafi.
“Terima kasih, Siapa dulu? Mas Rafi gitu lho! Itu minyaknya sudah panas, minta tolong masukkan udangnya,” pinta Mas Rafi.
Aku menggoreng udang dan Mas Rafi melanjutkan untuk menata capcay yang sudah siap ke meja makan. Dia juga mencuci seluruh peralatan yang kami pakai memasak tadi. Jadi nanti tinggal makan dan pada berangkat deh.
“Ayah senang deh kalau kalian lagi masak dan akur begini. Adem banget liatnya,” ujar Ayah yang baru datang ke dapur sudah siap dengan seragamnya.
“Rafi siap-siap pakai seragam dulu, biar ayah yang cuci piringnya. Tadi sudah disapu juga semuanya, tinggal dapur yang belum. Nanti minta tolong Alesha yang lanjutin ya,” lanjut Ayah.
Aku hanya mengangguk dan Mas Rafi meninggalkan dapur menuju ke kamarnya untuk mengganti baju.
“Hari ini nggak ke kampus, nak? tanya Ayah masih berkutat dengan cucian piring.
Aku mengangkat gorengan terakhir dari udang tepung, kemudian mematikan kompornya. “Minggu ini kayaknya belum ada informasi untuk pembagian tempat koas, Yah. Jadi setelah pembagian nanti baru ke kampus untuk pembekalan. Bisa rebahan dulu seminggu,” jawabku tersenyum, kemudian menyusun udang tepung di meja makan.
“Wow masakan pagi ini kayaknya bakalan menghabiskan banyak nasi,” ujar Mas Rafi yang sudah siap kemudian duduk di salah satu kursi meja makan.
“Tenang, nasinya banyak kok,” jawabku mengangkat nasi dari magic com ke wadah nasi kemudian menyusunnya juga di meja makan.
“Lengkap sudah, yuk sarapan yuk. Berdo’a dulu,” ajak Ayah sebelum kami sarapan.
Ayah mulai mengambil nasi beserta lauk pauknya diikuti oleh Mas Rafi kemudian aku. “Hari ini aku mau ketemu Arsyila ya. Yah. Mau ke gramedia beli buku, mumpung nganggur.” Aku izin ke Ayah untuk keluar bersama Arsyila.
“Iya, berangkat dan pulang jam berapa?” tanya Ayah. Mas Rafi hanya diam sibuk dengan makanan di piringnya. Aku jadi semakin heran, sebenarnya dia tertarik nggak sih sama Arsyila?
“Siang paling, sampe sore. Sekalian nanti makan siang bareng Arsyila dulu di rumahnya, mau masak bareng. Abisnya masak dan makan baru berangkat,” jawabku. Ayah mengangguk.
“Aku kayaknya perlu belajar mobil dan beli mobil sendiri deh, Yah. Nanti kalau co-ass biar gak ribet aja gitu.” Cukup sudah menjadi beban, motor tidak bisa, mobil tidak bisa. Kemana-mana bareng sama Arsyila kalau gak diantar Mas Rafi atau Ayah.
“Kamu yakin? Mas Rafi sama Ayah masih sanggup buat antar jemput kamu. Ayah juga sebentar lagi pensiun dan makin banyak waktu di rumah,” sahut Mas Rafi.
“Ah Mas Rafi selalu gitu, aku juga pengen mandiri kayak Arsyila. Kan gak selamanya juga aku bakal ngerepotin kalian. Ayah juga semakin tua nanti harusnya banyak istirahat di rumah, Mas Rafi emang gak mau nikah? Masa aku harus ngerepotin terus,” Aku mengeluarkan jurus terakhir dengan merajuk.
“Ayah kasih izin kalau kamu beneran mau, udah nggak takut lagi kan? Nanti kalau longgar Rafi ajarin Alesha ya,” pungkas Ayah.
“Sayang Ayah banyak-banyak, sayang Mas Rafi juga tapi kalau mau ngajarin ya!” Aku berdiri memeluk ayah setelah menyelesaikan sarapanku. Mas Rafi hanya mencebik.
“Udah ayah mau berangkat, ada apel pagi.” Ayah mengelus puncak kepalaku setelah melepas pelukan kemudian bangkit dari duduknya.
“Hati-hati, Ayah.” Aku menyalami tangannya, Mas Rafi juga. Kemudian Ayah menuju carport untuk memanasi mobilnya. Kami tidak punya sopir, karena trauma masa laluku yang aku semakin yakin kalau sekarang sudah sembuh. Semoga, bagaimanapun aku harus bisa melawannya
“Mas juga berangkat ya, hati-hati nanti pas keluar.” Mas Rafi mengelus puncak kepalaku kemudian pamit berangkat juga. Ayah dan Mas Rafi menggunakan mobil sendiri-sendiri, karena kantor mereka berbeda. Aku mengangguk.
“Mas juga hati-hati. Tawaranku yang kemarin jangan lupa lho. Kayaknya Arsyila udah mau tuh,” godaku yang hanya dibalas dengan merotasikan kedua matanya.
“Aku serius mas!” teriakku ketika Mas Rafi berjalan menuju carport. Ayah sudah berangkat.
Aku melanjutkan untuk mencuci piring makan kami bertiga kemudian menyapu dan mengepel dapur. Aku juga melanjutkan pekerjaan mencuci baju kami bertiga yang tidak terlalu banyak, karena kemarin sudah mencuci. Sudah seperti ibu rumah tangga ya aku? Haha
⛴️⛴️⛴️
To Be ContinuedJangan lupak vote dan komen, ya! Gimana chapter 4?
Sampai jumpa di chapter selanjutnya 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Terakhir
SpiritualAlesha Dzakiya, perempuan dengan sejuta trauma yang dimilikinya. Seorang mahasiswi program studi pendidikan dokter yang baru saja menyelesaikan studinya. Sebentar lagi akan melaksanakan koas sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar dokter...