Chapter 9

28 6 0
                                    

Tinggalkan cerita ini jika membuatmu lalai dalam beribadah. Jadikan Al-Qur'an Sebagai Bacaan Utama💗

Jangan lupa vote dan follow akun aku untuk mengetahui notifikasi update. Share juga ke teman-teman kalian ya! Terima kasih💗

⛴️⛴️⛴️

“Kamu nggak bakal makan?” tanya Ayah setelah beliau selesai melaksanakan sholat sambil duduk di atas ranjang pasiennya.

“Ayah mau makan apa, biar aku belikan. Makanan yang dapat dari sini pasti gak cocok sama Ayah.” Alih-alih menjawab, aku malah bertanya pada Ayah. Kalian mengerti kan bagaimana rasanya masakan rumah sakit, sudah pasti hambar.

“Soto Ayam kayaknya enak ya, Nak. Tapi kalau dibungkus gak bakal enak.” Ayah request ingin makan soto ayam.

“Coba aku tanya di cafetaria ya, barangkali nanti mangkuknya boleh dibawa ke sini.” Tingkat kerewelan ayah soal makanan akan semakin meningkat ketika dalam kondisi sakit seperti ini.

Aku berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi keinginannya. Karena aku yakin sejak kecil aku pasti lebih rewel jika dibandingkan dengan ayah sekarang, tidak ada salahnya aku ingin membalas kebaikan Ayah kan?

Ketika hendak pamit pada ayah untuk menuju cafetaria, tiba-tiba Mas Rafi datang dan merangkul pundakku.

“Mau makan?” tanya Mas Rafi

“Iya, ayah mau soto tapi gamau yang dibungkus. Maunya pakai mangkuk dibawa ke sini,” jawabku.

“Lho mas, itu...” ucap Ayah heran dan berusaha mengenali sosok lelaki yang telah menolongnya.

“Faris, Yah. Dia yang bawa ayah ke UGD tadi waktu kecelakaan.” jawab Mas Rafi.

“Faris ini temanku waktu di pedalaman 5-6 tahun yang lalu Yah, pas aku ditugaskan. Ayah inget?” jelas Mas Rafi. Aku semakin tidak mengetahui apa-apa dan merasa menjadi sosok yang paling bodoh di sini.

“Oiya inget Ayah, waktu itu Faris masih internship kan? Terima kasih nak sudah bantu bawa ayah ke sini. Baru pulang dinas ya tadi?”

“Iya om, sama-sama. Sekarang saya lagi PPDS, di rumah sakit ini juga. Tadi baru jalan mau pulang, jadi belum sempet ganti baju.” Dia meringis, aku memperhatikannya sekilas di pipinya terdapat lesung dan matanya akan berubah menjadi segaris ketika dirinya tersenyum.

Aku merutuki diriku sendiri seraya melafalkan kalimat istighfar dalam hati, apa-apaan sih aku ini?

“Ya Allah, maaf ya nak. Jadi ngerepotin. Mas Rafi ajak makan Nak Faris sama Alesha juga ke cafetaria, nanti baliknya bawakan Ayah soto ayam.” Ayah memerintahkan Mas Rafi untuk mengajak kami makan.

“Nggak perlu om, saya langsung pulang saja. Om lekas sehat ya, saya pamit.” Lelaki itu mencium tangan Ayah dan berpamitan untuk pulang.

“Raf, gue pamit duluan ya. Assalamu’alaikum.” Lelaki itu segera meninggalkan ruangan UGD tempat Ayah dirawat setelah berpamitan pada ayah dan juga Mas Rafi. Sepertinya dia menganggapku tidak ada dan menganggap kami tidak pernah bertemu sebelumnya.

Apa dia sudah hilang ingatan, baru minggu lalu aku menolongnya. Mungkin dia sudah pingsan jika saat itu aku mengabaikannya begitu saja. Sudahlah, tidak penting juga.

⛴️⛴️⛴️

Aku dan Mas Rafi telah menyelesaikan makan kami dan aku membawa nampan dengan semangkuk soto ayam dengan asap yang masih mengepul. Mas Rafi berpamitan untuk menuju ke masjid untuk menunaikan sholat isya sedangkan aku kembali ke UGD untuk membawakan soto ayam pesanan Ayah.

“Kamu sama Mas Rafi mending pulang aja. Ayah gapapa kok,” ucap Ayah ketika aku menyiapkan soto ayamnya di meja khusus pasien agar pasien dapat makan sendiri.

“Nggak, Alesha mau di sini jaga Ayah. Nanti aku suruh Mas Rafi buat pulang dulu ambil perlengkapan buat besok, sekalian punya Mas Rafi juga. Lagian mana bisa Aku sama Mas Rafi tidur nyenyak di rumah kalau Ayah di sini kayak gini?” omelku.

Lagian mana tega aku ngebiarin Ayah sendirian di sini, meskipun ada perawat juga aku gak bakal tega.

“Udah sekarang mending makan dulu, mau disuapin?” lanjutku menawarkan pada ayah untuk membantunya makan.

“Nggak usah, Ayah bisa sendiri kok. Kamu beneran gak mau pulang aja, besok kalau ngantuk gimana. Nanti dimarahin sama konsulen,” ujar Ayah mulai menyendok, mengunyah dan menelan soto ayam yang telah aku hidangkan tadi.

“Gapapa, lagian minggu ini tuh aku masih tugas di poli. Jadi bisa berangkat pagi pulang siang waktu polinya udah tutup, paling lama juga sore kalau ada presentasi dulu. Udah Ayah tenang aja, aku gapapa nungguin Ayah di sini. Nanti bisa gantian tidur sama Mas Rafi.” jelasku yang hanya dibalas dengan anggukan kepala oleh Ayah.

“Assalamu’alaikum,” ucap Mas Rafi melangkahkan kaki memasuki UGD.

“Wa’alaikumussalam, Mas pulang dulu ya. Ambil perlengkapan kerja yang besok Mau Mas Rafi bawa. Trus jangan lupa bawain baju ganti buat ayah, kayaknya setelah ini ayah bakal dipindah ke ruang rawat inap. Trus lagi, bawain ransel yang aku bawa tadi pagi, itu isinya udah lengkap semua. Sama bawain scrub bersih di lemari, bawa 2 sekalian sama jilbabnya. Warnanya bebas pokoknya yang matching. Sama sepatu juga, hehe.” Aku hanya nyengir ketika melihat Mas Rafi menghembuskan napas mendengar pesananku. Bahkan dia belum duduk di kursi selepas pulang dari masjid.

“Pelan-pelan, Lesha. Mas mau napas dulu, capek juga jalan dari Masjid ke sini,” gerutunya. Aku juga heran, kenapa tadi gak sekalian nunggu adzan isya di sana saja bareng temennya kalau tau jaraknya jauh. Malah kembali ke sini.

“Ya emang dari tadi Mas Rafi gak napas?” Aku bertanya dengan merotasikan kedua bola mata, lagian dari tadi dia juga sudah napas.

“Ya napas, kan namanya juga kiasan. Tolong ambilin air itu, Mas haus.” Mas Rafi menunjuk botol air mineral yang kami beli dari cafetaria tadi dan aku mengangsurkan padanya.

“Kalian ini gak pernah berubah, kalau ketemu mesti gak pernah akur. Kepala ayah jadi pusing lagi nih,” ujar Ayah.

“Tuh kan, Mas Rafi sih. Ketimbang bilang iya aja susah banget,” gerutuku.

“Yaudah iya, Mas jalan nih.” Mas Rafi kembali mengangsurkan botol air mineral kepadaku kemudian berpamitan kepadaku dan Ayah untuk pulang ke rumah mengambil barang.

“Oiya nak, mobil ayah nasibnya bagaimana ya?” tanya Ayah.

“Aku juga ga ngerti yah, nanti coba tanya ke Mas Rafi aja biar ditanyakan ke temennya yang tadi,” jawabku.

“Lagian Ayah kok bisa kecelakaan itu ceritanya bagaimana?” tanyaku pada Ayah. Ayah menceritakan bagaimana kronologi kecelakaan sore tadi.

Ternyata ayah berada di bagian tengah kecelakaan beruntun tersebut, jadinya ketika ayah rem mendadak mobilnya menabrak mobil depannya yang juga mengerem mendadak, sekaligus ditabrak oleh mobil bagian belakang. Terjadilah benturan yang keras dan menyebabkan ayah pingsan.

⛴️⛴️⛴️
To Be Continued

Plot Twist banget yakan, Ayah udah kenal sama Faris haha.

Jangan lupa vote dan komen, ya!

Pelabuhan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang