Tinggalkan cerita ini jika membuatmu lalai dalam beribadah. Jadikan Al-Qur'an Sebagai Bacaan Utama💗
Jangan lupa vote dan follow akun aku untuk mengetahui notifikasi update. Share juga ke teman-teman kalian ya! Terima kasih💗
⛴️⛴️⛴️
Ayah sudah dipindahkan ke ruang rawat inap tadi malam, sembari menunggu hasil CT Scan dan menunggu dokter visit pagi ini. Aku dan Mas Rafi sama-sama menginap di rumah sakit untuk menunggu Ayah.
“Ayah masih ada keluhan apa? Nanti kalau ada keluhan bilang aja, kalau masih belum boleh pulang nggak usah bandel. Harus nurut pokoknya!” titahku
“Udah nggak apa-apa, tinggal pusing sedikit. Iya nanti ayah akan bilang semuanya ke dokter. Sekarang kamu siap-siap sarapan sana, sama Mas Rafi. Ayah mau sarapan ini aja, kayaknya menunya enak,” jawab Ayah.
Aku dan Mas Rafi sudah bersih diri sejak subuh tadi, kami hanya perlu mengganti baju untuk kemudian berangkat menjalankan tugas kami masing-masing.
“Mau sarapan apa? Mas pengen pesen online aja deh, biar diantar ke sini dan kita makan di sini.” Mas Rafi usul agar kita berdua makan di ruang rawat inap ayah saja.
“Boleh, aku mau nasi kuning deh. Sama jus tomat ya,” jawabku yang hanya dibalas anggukan oleh Mas Rafi.
“Ayah nggak mau pesan makan? Mau makan itu aja?” tanya Mas Rafi pada ayah yang sudah sibuk membuka bungkusan ransum makanan dari rumah sakit.
“Iya, kamu sama Alesha saja yang pesan, Ayah mau makan ini.” Ayah sudah mulai menyendok makanan, aku dapat mencium baunya seperti daging panggang.
“Wah baunya enak banget, sayurnya ada apa Yah?” tanyaku pada Ayah yang sedang makan dengan lahap.
“Tumis, isinya banyak ini bermacam-macam. Ada daging panggang sama perkedel juga,” jawab Ayah setelah menelan makanannya.
Aku dan Mas Rafi berpamitan pada Ayah untuk melaksanakan tugas kami masing-masing setelah kami menyelesaikan sarapan. Tak lupa aku juga berpesan pada suster yang ada di nurse station bahwa Ayah tidak ada yang menjaga dan meminta untuk siaga ketika Ayah membutuhkan sesuatu.
“Mas hati-hati ya, nanti setelah pulang kerja Mas langsung ke rumah aja. Tukar motor dan ambil mobil, jaga-jaga kalau Ayah sudah boleh pulang hari ini. Jangan lupa nanti makan siang, jaga kesehatan pokoknya.” Aku berpesan pada Mas Rafi, jika sudah begini aku semakin yakin untuk mengenalkan Mas Rafi dan Arsyila lebih dekat. Entah kenapa aku sangat yakin kalau mereka berdua cocok jadi pasangan.
“Iya, Lesha. Mas belum pikun, kamu sudah mengulang hal yang sama pada pembicaraan kita sejak tadi. Kamu juga makan siang, nanti pas istirahat siang samperin ayah. Tanyain Ayah mungkin mau makan apa, mas pamit dulu. Assalamu’alaikum.” Mas Rafi berlalu setelah aku mencium punggung tangannya.
Aku bersyukur minggu-minggu ini masih bertugas di poli, jadi bisa pulang lebih cepat tanpa mengikuti shift. Aku juga bisa menjaga Ayah.
⛴️⛴️⛴️
Selesai bertugas di poli sekitar jam 13.00, aku segera berjalan menuju ruangan rawat inap Ayah. Aku melihat ada dokter yang sedang visit ketika aku melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan rawat inap Ayah.
“Pak Hamdan sudah boleh pulang ya, tidak ada masalah yang serius dari hasil CT Scan. Tapi tunggu infusnya habis dulu, lekas sembuh ya Pak Hamdan,” Jelas seorang dokter yang menangani Ayah.
Aku bersyukur dalam hati ketika sang dokter mengucapkan bahwa tidak ada luka yang serius pada Ayah.
“Ayah sudah makan, kan? Mau pesan sesuatu nggak, aku mau ke cafetaria.” Aku mengajukan pertanyaan seraya membenarkan selimut Ayah.
“Sudah makan kok, Ayah kenyang jadi nggak mau apa-apa lagi. Kamu skip makan siang ya?” tanya Ayah.
“Bukan skip, Ayah. Aku cuma memundurkan waktunya saja, karena tadi ada diskusi sebentar sama kelompok buat presentasi besok pagi ke konsulen. Jadi setelah selesai aku langsung ke sini dulu, baru setelah ini mau ke cafetaria. Begitu ayah,” jelasku seraya tersenyum dengan lebar.
“Yaudah, makan yang banyak!” perintah Ayah kemudian aku pamit meninggalkan ruang rawat inap Ayah untuk menuju ke cafetaria dan makan siang. Sebenarnya sudah sejak tadi cacing-cacing di perutku berteriak minta diisi, namun aku tahan agar bisa bertemu dengan Ayah lebih cepat.
Setelah memesan makanan, aku duduk dan menunggu pesananku diantar di meja yang telah disediakan. Ponselku berdering, dapat kulihat nama Mas Rafi terpampang nyata di layar. Sepertinya dia masih sangat khawatir pada Ayah.
“Assalamualaikum,” sapaku mengawali pembicaraan.
“Sudah boleh pulang nanti sore. Mas tenang aja, Ayah udah gapapa kok.” Aku menjelaskan perihal kondisi Ayah pada Mas Rafi.
Jika teringat Ayah mengalami kecelakaan seperti kemarin, rasanya aku ingin mencarikan sopir untuk Ayah. Atau meminta untuk ajudannya mengantar dan menjemput Ayah ketika pergi dan pulang kerja. Aku yakin sudah tidak apa-apa. Lagian berinteraksi dengan orang yang menolong Ayah kemarin juga tidak apa-apa kan?Aku harus bisa, demi Ayah.
“Mas, aku jadi kepikiran buat nyuruh ajudan Ayah antar jemput ke manapun Ayah pergi. Aku gapapa kok Mas, aku yakin sudah sembuh. Kasihan juga Ayah kalau harus pulang pergi ke kantornya sendiri,” pintaku pada Mas Rafi
“Aku gapapa, Mas. Lagian ya, sebenarnya minggu lalu tuh aku pernah ketemu sama teman Mas yang menolong Ayah kemarin. Aku bahkan sudah gak takut buat ngomong berdua sama dia. Nanti pokoknya Mas harus bilang ke...” Aku merutuki diriku, karena tanpa sadar telah menceritakan kejadian minggu lalu pada Mas Rafi. Mas Rafi kaget sekaligus senang di ujung telepon, dapat aku dengar dari perubahan suaranya.
“Ya gitu pokoknya, Mas Rafi jangan ngomong ke ayah tentang tadi. Awas aja!” ancamku padanya ketika dia meminta penjelasan lebih lanjut tentang kejadian di masjid kampus minggu lalu.
Mungkin Mas Rafi heran kenapa aku dan temannya bisa merasa saling tidak mengenal seolah-olah belum bertemu sebelumnya. Padahal kami memang belum kenal, ya walaupun sudah bertemu sekali tapi kan bagaimanapun kami juga tetap orang asing.
Aku menghabiskan makan siangku dengan segera setelah menutup panggilan dari Mas Rafi, kemudian segera berjalan menuju ruang rawat inap Ayah.
Waktu berlalu begitu cepat dan tak terasa matahari akan segera tenggelam di ufuk barat menandakan sebentar lagi akan memasuki waktu maghrib. Mas Rafi juga sudah sejak tadi duduk di sofa tunggu ruangan rawat inap Ayah. Infus ayah juga sudah habis dan dilepas. Ayah hanya perlu menunggu surat pulang untuk digunakan kontrol minggu depan.“Aku sudah hubungin ajudan ayah untuk antar jemput ayah saat sudah mulai kerja nanti. Tidak ada penolakan ya. Ini demi kebaikan Ayah, Rafi nggak mau Ayah sampai mengalami hal kayak kemarin. Rafi sama Alesha sayang banget sama Ayah,” ucap Mas Rafi yang hanya diangguki oleh Ayah.
Sejak tadi mereka berdua berdebat perihal sopir dan pada akhirnya Ayah yang mengalah dan menurut pada Mas Rafi untuk meminta ajudannya menjadi sopir. Mas Rafi juga menepati ucapannya untuk tidak membahas apapun tentang Dokter Faris pada Ayah.
⛴️⛴️⛴️
To Be Continued
Jangan lupa vote dan komen!Alesha sebenarnya sudah ada bulir perasaan sama Faris, cuma denial aja wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Terakhir
SpiritualAlesha Dzakiya, perempuan dengan sejuta trauma yang dimilikinya. Seorang mahasiswi program studi pendidikan dokter yang baru saja menyelesaikan studinya. Sebentar lagi akan melaksanakan koas sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar dokter...