Chapter 2

53 14 6
                                    

Tinggalkan cerita ini jika membuatmu lalai dalam beribadah. Jadikan Al-Qur'an Sebagai Bacaan Utama💗

Jangan lupa vote dan follow akun aku untuk mengetahui notifikasi update. Share juga ke teman-teman kalian ya! Terima kasih💗

"Mas Rafi belum ada calon?" Pertanyaan yang sudah biasa ditanyakan oleh Ayah, muncul lagi. Aku hanya menahan senyum. Kasihan Mas Rafi, selalu ditodong untuk segera menikah oleh Ayah. Bagaimana tidak, tahun depan usianya 28 tahun dan belum pernah sekalipun melakukan ta'aruf dengan siapapun.

Tampan? Jangan ditanya. rahangnya tegas, hidungnya mancung, matanya berwarna hazel membuat siapapun betah untuk menatapnya terlalu lama. Mapan? Sudah jelas. Gaji per-bulan dari tentara saja mencapai 5 juta, belum lagi tunjangannya. Selain itu, Mas Rafi juga mempunyai usaha baju muslim yang aku yakin omsetnya ratusan juta per bulan.

"Ayah selalu seperti itu. Aku nunggu Alesha, nanti baru aku," balasnya tenang. Sekarang malah aku yang tidak tenang. Bisa-bisanya malah menunggu aku.

Aku melotot, "Mas Rafi apa-apaan? Aku gak mau nikah!" Bagaimana aku bisa jatuh cinta, jika trauma masa lalu terus saja menghantui. Aku tidak bisa melupakan hal itu begitu saja, aku takut disakiti lagi oleh laki-laki seperti kejadian 12 tahun yang lalu.

Meskipun ada dua sosok laki-laki yang menyayangiku dengan tulus, aku tetap tidak bisa melupakan kejadian menyakitkan itu begitu saja.

"Lesha, jangan begitu ya? Kejadian itu sudah lama, kamu harus membuka diri. Hidup masih terus berjalan nak, tidak semua laki-laki seperti itu. Ayah dan Mas Rafi sangat menyayangi kamu dan Ayah yakin suatu saat nanti pasti akan ada laki-laki yang akan menyayangi kamu melebihi kami berdua menyayangi kamu." Ayah menarik tanganku dan lagi-lagi menjelaskan hal yang sudah sering aku dengar. Aku dapat melihat Mas Rafi hanya diam mendengarkan.

"Iya, Alesha akan coba. Tapi gak sekarang ayah, bahkan Alesha baru saja akan diwisuda. Masih panjang perjalanannya, Alesha masih pengen menggapai mimpi-mimpi Alesha," jawabku.

"Mas Rafi aja nikah dulu, mau aku kenalin ke temen aku? Banyak lho yang suka sama mas." Aku menggoda Mas Rafi, sambil menaik turunkan alis. Seru juga menggoda dia, biasanya aku yang selalu digoda haha.

"Nggak perlu, Mas bisa cari sendiri. Udah ayok ke gedung pertemuan, udah jam setengah delapan." Dia beranjak dari kursi kantin setelah selesai dengan makanannya, menghindari topik pencarian calon istri untuknya. Dasar Mas Rafi! Lihatlah, dia berjalan duluan meninggalkan aku dan Ayah.

"Udah jangan digoda terus Mas Rafinya. Mas Rafi khawatir sama kamu, tapi nanti coba Ayah bujuk barangkali mau ta'aruf." Ayah merangkul pundakku untuk menyusul Mas Rafi menuju gedung pertemuan.

Huh, aku harus menyiapkan diri untuk sambutan sebagai lulusan terbaik. Sedikit grogi dan aku takut akan menangis lagi nanti.

"Mas!" Aku memanggil Mas Rafi, "Bukan di situ, tempat duduknya di sebelah sana. Makanya jangan main kabur aja, kayak bocah!" Aku menarik tangannya menuju ke arah kursi yang berlawanan dari yang didudukinya tadi.

"Yaaa maaf, lagian kamu gitu. Jangan memberikan harapan kepada Ayah, Ayah tuh udah pengen gendong cucu. Tapi Mas belum mau menikah," bisiknya di telingaku agar ayah tidak mendengarnya. Ayah sudah berjalan dan duduk di kursi yang telah disediakan.

"Aku kesana dulu ya, duduk bareng teman-teman." Aku mengabaikan bisikan Mas Rafi, bersalaman kepada Ayah dan Mas Rafi kemudian berjalan menuju tempat duduk yang telah disediakan untuk wisudawan dan wisudawati.

⛴️⛴️⛴️

Wisudawan wisudawati dipanggil satu per satu untuk maju mengambil ijazah dan memindahkan tali toga dari bagian kiri ke bagian kanan. Sungguh aku terharu setelah turun dari panggung untuk menghadap rektor tadi, perjalanan 3,5 tahun yang tidak mudah, tak jarang aku menangis ketika praktikum dan harus studi kasus banyak pasien.

Tapi semua ini bukan sebuah akhir, melainkan baru awal perjalanan. Setelah ini aku harus melaksanakan co-ass atau istilah gaulnya dokter muda selama 1,5-2 tahun, harus melewati banyak stase dengan kasus pasien yang berbagai macam. Do'akan perjalananku lancar ya readers.

"Wisudawan dan Wisudawati beserta wali yang kami hormati, prosesi wisuda pada siang hari ini telah usai. Tibalah kita di acara penyampaian kesan dan pesan wisudawan dan wisudawati terbaik dari setiap fakultas." Pembawa acara menyampaikan serangkaian acara selanjutnya, setelah prosesi wisuda.

"Penyampaian pesan yang pertama yaitu wisudawati terbaik dari fakultas kedokteran. Kepada Saudari Alesha Dzakiya, S.Ked dipersilahkan untuk menyampaikan pesan dan kesannya," Pembawa acara mempersilahkan aku untuk menaiki panggung dan menyampaikan sambutan.

Aku berjalan ke arah depan dan memberikan hormat dengan menundukkan kepala sebelum menaiki panggung. Mataku sembab, bahkan sejak tadi pagi sebelum berangkat ke kampus.

"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat siang semuanya," Aku meraih mikrofon dan membuka penyampaian pesan dan kesanku dengan salam kemudian menyapa seluruh tamu undangan.

"Sebelumnya, terima kasih telah memberikan kesempatan kepada saya untuk berdiri di sini dan menyampaikan pesan dan kesan. Pertama saya ucapkan Terima kasih kepada Ibu saya, wanita hebat yang telah melahirkan saya ke dunia ini, walaupun kelahiran saya menyebabkan dirinya menghembuskan napas terakhirnya. Terima kasih telah berjuang mempertahankan saya hingga bisa berdiri di sini," Air mataku kembali menetes.

"Ucapan Terima kasih yang sangat besar, saya ucapkan juga kepada Ayah dan Kakak laki-laki saya. Terima kasih telah merawat dan menyayangi saya dengan tulus sepenuh hati, meskipun kehadiran saya 22 tahun yang lalu membuat kalian kehilangan orang yang kalian sayangi. Ayah harus kehilangan perempuan yang menjadi belahan jiwanya dan separuh napasnya. Saya memahami bahwa Ayah sangat mencintai Ibu saya hingga memutuskan untuk tidak menikah lagi sejak Ibu meninggal hingga kini, berperan sebagai Ayah sekaligus Ibu untuk kami berdua bukan merupakan peran yang mudah. Seringkali aku melihat beliau merenung sambil menatap figura yang berisi foto ibu, ketika malam hari. Terima kasih banyak Ayah," Napasku mulai tersengal dan sesenggukan. Aku dapat melihat tamu undangan juga ikut menyeka air matanya.

"Untuk Mas Rafi, Terima kasih telah menyayangi dan tidak membenciku. Walau kehadiranku ke dunia ini membuatmu kehilangan perempuan hebat ketika usiamu baru 7 tahun. Meskipun terkadang kamu jail dan bawel, aku tahu kamu sangat menyayangiku. Aku mendo'akan semoga kamu segera mendapatkan jodoh yang tepat. Mungkin ada yang berkenan ber ta'aruf dengan kakak saya, bisa menghubungi saya ya." Aku tersenyum setelah menangis sesenggukan. Suasana yang awalnya sedih, berangsur bahagia ketika seluruh orang di gedung pertemuan tertawa menanggapi ucapanku.

"Saya ucapkan Terima kasih untuk seluruh dosen yang telah berkenan membagikan ilmunya kepada saya. Terima kasih atas bimbingannya, semoga ilmu yang Bapak dan Ibu berikan dapat bermanfaat bagi kami semua. 3,8 tahun menjadi mahasiswa kedokteran bukanlah suatu yang mudah, apalagi sampai menjadi lulusan terbaik. Hal ini tentu saja menjadi hal yang membahagiakan bagi saya," lanjutku tersenyum.

⛴️To Be Continued ⛴️

Bagaimana chapter 2-nya? Aku nulisnya sambil nangis😭

Jangan lupa komen ya! 

Pelabuhan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang