two

12K 1K 8
                                    

Aku turun dari ojek begitu motor telah berhenti. Mataku meneliti semua yang ada di sini. Karena ini pertama kalinya untukku melihat rumah milik Raga dan ibunya.

Itu adalah rumah sederhana yang sedikit jauh dari rumah-rumah lainnya. Mungkin tak mewah, namun bersih, nyaman untuk di lihat.

Aku melihat sebuah ayunan di bawah pohon mangga di depan rumah. Mataku berbinar dan berlari kecil menghampirinya.

Saat di tubuh Ayash kecil, aku juga ingin bermain ayunan seperti ini. Tapi anak-anak di desa tidak memperbolehkan ku bermain di ayunan yang berada di taman kala itu. Dan kini aku memilikinya sendiri saat di tubuh raga. Bukankah anak ini cukup beruntung?

Aku menggerakkan ayunan ini sendiri. Menikmati semilir angin begitu ayunan berhasil di gerakkan.

Ibu tertawa kecil di sana. sembari menatapku yang asik bermain. Aku jadi merasa malu sendiri. Apalagi jiwaku sudah berumur sembilan belas tahun.
Tapi, ini asik! Biarlah, toh, aku di tubuh anak kecil!

"Ibu mau masak, ya,"seru ibu sembari memasuki rumah.

Aku menjawab dengan anggukan, walau kutahu ibu tak akan melihatnya.

Saat masih asik bermain, mataku menatap seorang anak seumuran dengan tubuh raga berada di pinggir jalan. Menatap ke sini dengan malu-malu.

Aku mengangkat sebelah alisku sembari menatapnya. Dia terlihat terkejut dan berbalik.

"Oi! Mau main?!"tanyaku dengan suara agak kencang, karena jarak kamu yang lumayan jauh.

Anak itu berbalik ke arahku dan menunduk malu. Tetapi aku bisa melihat jika anak itu mengangguk.

"Ayo sini,"seruku. Masih asik menggerakkan ayunan.

Anak itu berjalan ke arahku. Dapat ku lihat jika anak itu cukup lucu. Aku melihat pakainya. Sepertinya dia adalah anak orang kaya.

Aku turun dan menyodorkan tanganku."aku ay---raga. Kamu siapa?"

Anak itu dengan gugup membalas jabatan tanganku dan berkata,"aku kala."

Aku pikir dia adalah tipe anak yang pemalu.

"Kamu mau main itu? Sini aku dorong. Tapi nanti gantian, ya!"aku berseru dengan mata berbinar.

Dia mengangguk dengan senyum senang. Dan akhirnya kita berdua bermain bersama sampai suara masjid di lorong sebelah mengumandangkan adzan Dzuhur.

Ibu menatapku dari pintu rumah. Menyuruhku masuk untuk makan. Aku berlari kecil menghampiri wanita itu.

"Udah dapat teman baru, ya?"tanyanya dengan senyum lembut.

Aku mengangguk dan membalas  senyum. Ibu yang ini mengingatkanku pada ibuku.

*
*
*
*
*

Aku menatap pada seragam merah putih ku yang masih terlihat baru. Jika sesuai dengan ingatan tubuh ini, maka ini adalah hari pertamaku memasuki sekolah. Karena Raga yang asli akan mengamuk jika disuruh sekolah. Anak ini benar-benar pemberontak. Tipe anak yang menyebalkan.

Aku menatap kagum pada ibu yang menggandengku menuju sekolah. Dia adalah ibu yang sangat sabar.

Aku ingat saat masih menjadi Ayash. Ibu memukulku dengan sapu hanya karena aku tak mau menyapu halaman rumah kala itu. Meskipun begitu, aku tetap menyayanginya. Mereka berdua adalah ibu yang sama hebatnya.

Aku menatap pada bangunan sekolah seadanya di sana. Namun banyak anak-anak di sini. Begitu ramai, karena ini adalah satu-satunya sekolah dasar di desa ini.

want to be successfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang