Aku, melihat semuanya. Melihat di mana satu-satunya orang yang aku sayangi terbakar di makan api.
Tubuhku seperti tak bisa bergerak. Hanya bisa mematung melihat dia yang telah putus asa dan memilih menyerah. Ironisnya, aku adalah salah satu penyebab dari hal itu.
Aku kembali tersadar, lalu mencoba mendekat. Namun Raga tak memperbolehkan siapapun mendekatinya.
Jantungku terasa mau copot karena detaknya yang begitu kencang. Tanganku terasa bergetar. Mengapa aku tak bisa menghentikannya? Mengapa seperti aku tak boleh bergerak satu inci pun dari tempat ku berdiri ini.
Perasaan sesak ini menyiksa. Seharusnya aku menghentikan Kahlevi dan Abi saat itu. Seharusnya aku menyembunyikan laptop itu lebih baik. Seharusnya ... Dia tak takut dan menjadi seperti ini karena aku.
Tidak adil. Bahkan aku tak bisa memiliki Raga sebagai sahabatku sendiri.
***
Tangis di mana-mana. Semua orang menangisi dan kehilangan. Nuraga Mahesa ... Anak baik kesayangan semua orang.
Dan aku hanya berdiri diam di antara orang-orang berbaju hitam yang menatap penuh simpatik.
Seharusnya tak seperti ini. Seharusnya Raga masih berada di sisiku. Menemaniku. Dan menjadi alasan ku bertahan sampai sejauh ini.
Apakah, jika aku tak berbuat lebih jauh dan tidak bertingkah menjijikan dia masih bisa berada di dekat ku?
Kembali ku ingat pertemuan pertamaku dengannya ... Anak laki-laki biasa yang bermain ayunan di depan rumahnya. Terlihat begitu bahagia dan bebas. Dan aku ada di sana, menatap penuh penasaran pada wajah baru itu.
Raga menatapku. Apakah dia tak suka jika aku memandangnya terlalu lama? Oh, ternyata tidak. Dia memanggilku! Rasa malu menyeruak. Aku perlahan mendekatinya.
Anak itu mengajakku bermain. Ini pertama kalinya bagiku. Selama ini, tidak ada yang mengajak ku berbicara terlebih dahulu. Dan aku terlalu malu untuk berbicara terlebih dahulu.
Kami bermain. Ini menyenangkan. Jadi seperti ini rasanya bermain dengan normal seperti yang aku lihat sebelumnya?
Lalu beberapa hari setelahnya, aku tak sengaja menabrak seseorang di sekolah. Itu adalah Raga. Dengan seragam yang sama denganku. Jantungku berdetak kencang! Kurasa ini rasa senang karena bertemu dengan seseorang yang membuatku senang. Kami berada di kelas yang sama. Sering menghabiskan waktu bersama, dan dia membuatku lebih banyak mengenal teman-teman lain. Aku sangat bahagia.
Namun, saat ayah berkata akan kembali pindah karena tugasnya telah selesai, itu membuatku begitu sedih. Apa aku akan berpisah dengan Raga? Aku tidak mau ... Aku ingin terus bersamanya.
Hari itu aku tak lagi bersekolah. Aku hanya berdiam diri di bawah pohon mangga. Mencoba meyakinkan diri bahwa setelah ini akan baik-baik saja, meski tanpa Raga....
Aku tak ingin bertemu dengannya, karena itu akan membuatku kembali menangis. Dan Raga tak suka dengan anak yang cengeng. Jadi lebih baik aku tak bertemu dengannya saja.
Tapi, dia mendatangiku.
Aku memberitahu semuanya, dan air mataku mulai berjatuhan. Ada apa denganmu, Kala. Begitu lemah dan cengeng.Aku merasakan pelukan dari Raga. Seperti ini dalah pelukan terakhir darinya. Dia memberikan ku banyak petuah. Aku menghabiskan sisa waktuku bersama dengan nya. Membuatku lebih tak ingin meninggalkan Raga.
KAMU SEDANG MEMBACA
want to be successful
FantasíaCover by pinterest •not bl🙅🏻♀️ Ayash menyia-nyiakan kehidupannya karena terlarut dalam kesedihan. Pria berusia sembilan belas tahun itu menjadi pemabuk setelah ibunya meninggal, melupakan permintaan terakhir sang ibu yang ingin anak semata wayan...