six

9.1K 1K 18
                                    

Aku menghela napas diam-diam. Menatap malas pada pemuda-pemuda yang berada di meja ini. Ku alihkan pandangan pada jendela, memilih untuk melihat kendaraan-kendaraan yang melaju di jalan raya.

Yang tadinya kami bertujuan hanya untuk mampir sebentar di kafe ini, malah menjadi lebih lama, karena teman-teman Gara yang tiba-tiba datang ke sini.

Mereka begitu berisik, ramai, dan menarik perhatian pelanggan-pelanggan lain.

Ku lihat Kahlevi sedang memakan kue yang di pesankan oleh ketua atau semacam itu dari geng ini. Serta Gara yang menanggapi teman-temannya yang lain.

Aku menyeruput kopi hangat yang aku pesan. Mencoba untuk tenang, di antara banyak dari anak-anak ini yang tertawa pun, seperti monyet liar. Di meja ini ada tujuh orang.

"Guys, kita bertiga duluan, ya. Masih mau jalan-jalan lagi,"celetuk Gara sembari berdiri.

Aku dengan berbinar ikut berdiri, bersamaan dengan Kahlevi yang tangannya masih di pegang oleh ketua geng mereka. Aku melupakan nama pemuda itu.

Laron? Salon? Oh, Aaron. Ya namanya adalah Aaron. Pemuda itu terlihat tak rela di tinggalkan oleh Kahlevi.

Mencurigakan. Sejenak aku mengangkat alis ku, mulai curiga padanya. Namun segera ku hempaskan pikiran itu. Edo tak mengatakan ada hal seperti itu di novel.

Kami bertiga keluar dari kafe. Aku tersenyum lega begitu telingaku tak merasa pengang lagi.

"Apa kamu ngerasa nggak nyaman di dalam?"Gara bertanya sembari berjalan di sampingku. Sementara Kahlevi sudah berada di depan sana, berjalan sembari bersenandung dan meloncat-loncat.

Aku menggeleng kecil."nggak, kak. Aku cuma nggak suka terlalu ramai."

Gara tersenyum dan mengangguk. Tak ada lagi percakapan setelah itu. Ini terasa lebih baik.

Baru aku membatin seperti itu, lalu aku sedikit terhuyung begitu seseorang menabrak ku. Ada apa dengan hari ini?!

"E---oh! Maaf!"ujar laki-laki, yang menabrak ku dengan panik. Dia tampak terburu.

Aku mengangguk sebagai balasan. Rasanya semakin malas untuk berbicara.

Aku dan Gara kembali berjalan. Namun aku dapat merasakan tatapan dari belakang. Mengapa dengan pemuda itu? Tapi rasanya sedikit familiar dengan wajahnya.

Aku memasuki mobil mahal itu. Menyender dan membuang nafas dengan lembut. Aku tak bisa merasakan damai di sini. Aku ingin pulang ....

Kahlevi memegang tanganku. Aku menoleh dan sedikit demi sedikit menarik tanganku. Sudah ku katakan, aku tak suka bersentuhan.

"Apa kamu sakit? Raga lebih banyak diam dari tadi,"ujar Kahlevi menatapku bingung.

Aku kembali membuat senyum tipis dan menjawab,"nggak, kak. Aku cuma capek aja."

Aku lihat Gara melirik dari kaca."kalau gitu kamu mau pulang aja?"

Aku dengan cepat mengangguk. Mereka berdua menyetujui, dan kami pulang lebih cepat dari yang diperkirakan.

*
*
*
*
*

Malam ini, langit penuh dengan kerlap-kerlip indah sebagai hiasan. Bertebaran di setiap sisinya. Dan aku, menetap keindahan itu dari bawah sini.

"Kamu suka lihat bintang, Ga?"suara dari seberang terdengar. Ku lihat di sana ada Kahlevi yang membuat posisi yang sama denganku. Bersandar pada balkon, menatap pada langit yang bertaburan bintang.

"Nggak juga. Ini pertama kali aku benar-benar merhatiin bintang,"balas ku. Lalu melirik pada Kahlevi yang merogoh kantong celana.

want to be successfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang