eight

8.7K 999 23
                                    

Tanganku memegang pulpen yang menggoreskan tinta pada buku kosong, menulis jawaban-jawaban yang aku ketahui dari pertanyaan di buku. Namun suara ketukan pada pintu membuat konsentrasiku menghilang begitu saja.

Aku bersandar dengan kasar pada sandaran kursi, mendecak sebal lalu beranjak untuk membuka pintu. Namun memperbaiki raut wajah sebelum itu.

Di depan pintu ada Kahlevi yang menatapku dengan senyum secerah matahari.

"Raga, aku tidur di sini, ya, malam ini. Boleh?"tanyanya dengan mata berbinar.

Dalam hati aku memaki begitu keras, namun yang aku keluarkan justru,"boleh! Ayo masuk."

Dia memasuki kamar yang aku tempati dengan senyum lebar yang terlihat lucu, namun sedikit menyebalkan.

Kahlevi duduk di atas kasur dengan sedikit melompat, membuat kasur empuk itu bergoyang.

Aku kembali duduk pada kursi belajar. Melanjutkan PR yang tertunda. Lagi pula aku tak tau harus berbicara apa pada Kahlevi.

"Rajin sekali, apa kamu nggak capek?"Kahlevi bertanya sembari berbaring.

"Nggak. Aku suka belajar,"balasku tanpa menoleh.

Ku rasakan tatapan pada punggungku. Sebenarnya apa yang anak itu inginkan? Tiba-tiba saja ingin tidur di sini.

Ku dengar suara korek yang dinyalakan. Apa dia merokok di kamarku?

Aku menoleh, mendapati Kahlevi yang menghisap rokok di sela bibirnya. Aku mengernyit, menatap tak suka pada rokok yang Kahlevi pegang.

Dia menatapku dengan santai."kenapa? Tidak suka? Kamu merasa terganggu?"

Dengan jujur aku mengangguk. Lagi pula wajah aslinya sudah terlihat.

"Kalau ngerokok bisa jangan dekat-dekat?"ujarku sebelum kembali berbalik ke arah buku ku.

Fokus, Raga. Tinggal dua soal. Si sialan itu mengganggu sekali. Batinku geram.

Kahlevi terkekeh dan berjalan ke arah balkon. Masih sedikit tercium aroma rokok Kahlevi.

Aku tak bisa menahan untuk terbatuk kecil.

"Kamu ini kayaknya rapuh sekali, asap rokok aja udah begitu. Gampang banget buat dihancurin?"celetuknya dengan santai.

Aku mengepalkan tanganku. Apa maksud dari perkataannya? Apa dia mengancam?

"Memangnya kenapa? Apa kamu mau buat aku hancur?"tanyaku menatap pada Kahlevi yang bersandar pada pembatas sembari menatapku.

"Atas dasar apa? Aku nggak punya alasan yang bagus buat ngelakuin itu."Kahlevi membalas.

Kami saling tatap mata. Mau itu atau dia, tidak ada yang mau memutusnya.

"Kamu berbelit-belit,"ujarku sembari berdiri. Akan menuju kamar mandi untuk mencuci wajah. Lebih baik aku tidur cepat saja.

Begitu keluar dari kamar mandi, aku lihat Kahlevi sudah berada di tempat tidur. Dia kembali memberikan senyum padaku. Bisakah dia berhenti memberikan senyum tak berarti itu? Menyebalkan.

Aku berbaring memeluk guling dan menarik selimut. Terasa begitu nyaman.

"Sudah mau tidur? Ini baru saja jam sembilan. Seperti bayi saja."Kahlevi berujar dengan bibir mengerucut.

Aku menatapnya dengan sinis."tidak sadar diri."

Aku lihat dia menyeringai dan memelukku dari belakang. Membuatku memperlihatkan wajah risih.

"Bisa lepas?"

"Nggak mau. Kamu anget, aku suka,"kata Kahlevi mempererat pelukan.

Aku mendengus kesal dan mencoba melepaskan, tapi kenapa dia sangat kuat? Harusnya pemeran utama ini lemah, tapi jika seperti ini, dia tak bisa dibilang lemah lagi.

want to be successfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang