Part 23 End

205 11 2
                                    

Kookie menatap Taehyung, setengah berharap pria itu akan lenyap atau melebur, hasil dari benaknya yang terlampau letih dan hatinya yang masih terluka. Tapi Taehyung tidak lenyap, dia nyata. Pria itu mendekati Kookie, rasanya serius, lengannya terbentang.

" Kookie, aku turut bersedih atas keadaan ayahmu. Aku langsung datang setelah mendengar kabarnya"

dan tentu saja, bahkan tanpa mempertanyakan apa yang dilakukannya, Kookie melangkah menuju lengan Taehyung yang terentang. Itulah satu-satunya tempat ia ingin berada.

Taehyung memeluknya, dagu pria itu diletakkan di puncak kepala Kookie, lengan Taehyung memeluk Kookie dan Kookie memejamkan mata. Menyenangkan sekali rasanya dipeluk seperti ini. Oleh Taehyung.

"Sudah ada perubahan?"

Kookie menggeleng, matanya masih terkejam.

" Belum...tapi mereka bilang masih ada harapan dia akan sembuh"

Dengan terlambat, Kookie menyadari mungkin bukan ide yang lebih bagus dipeluk Taehyung seperti ini. Ini kembali menimbulkan terlalu banyak kerinduan dalam dirimu, membuat hatinya kembali terluka dengan luka yang baru, ketika hati itu telah kebas menjadi nyeri selama 4 bulan terakhir.

"kupikir kau ada di Brazil," katanya, menjauhkan diri dari pelukan Taehyung.

"Tadinya. Aku terbang langsung dari sana"

Kookie melihat bayangan di bawah mata Taehyung, garis-garis kulit yang terukir di wajahnya.

"kau tak harus___"

"aku tahu aku tak harus datang. Aku ingin datang"

Kookie menatap Taehyung, berusaha mencerna kata-kata pria itu dan perasaannya sendiri. Ia membutuhkan Taehyung, dan pria itu datang. Bahkan pada dirinya sendiri Kookie tidak mengakui bahwa Ia membutuhkan Taehyung, namun entah bagaimana Taehyung tahu. Dan itu lebih baik daripada kata-kata apapun yang bisa atau tak bisa dikatakan Taehyung.

"terima kasih,"

Hanya itu yang dikatakan Kookie, karena ia terlalu kewalahan dan takut untuk mengatakan atau memikirkan lebih dari itu.

***

"bagaimana kondisi Jeon?"

Taehyung mengalihkan pandangan dari jendela jendela gelap ruang duduk untuk menatap ayahnya. ia datang ke weldon langsung dari rumah sakit, tapi benaknya masih bersama Kookie. Garis itu terlihat sangat letih, sangat pucat, sangat sedih. Ia benci melihat Kookie seperti itu.

"masih sama. Dia tidak responsif sejak serangan stroke itu"

"menurutmu, dia akan sembuh?"

Taehyung menahan kejengkelan yang dirasakan pada nada acuh Tak acuh ayahnya. Ayahnya salah seorang sahabat Jeon yang paling lama, namun hampir tak bisa menebak hal itu jika mendengar gaya bicara ayahnya. Wajah pria itu tanpa ekspresi, tatapannya tertuju pada perapian .

"entahlah, Mereka bilang saat ini masih ada dua kemungkinan, meski pemulihannya akan terbatas"

Kim menggaruk-garuk rahangnya, ekspresinya masih tak terbaca.

"Sulit dipercaya, membuatmu berpikir"

" Oh, benarkah?"

Taehyung hampir tak mampu menyembunyikan nada sinis dalam suaranya. Wajah letih Kookie melintas di benaknya.

" ya, benar." Kata Kim.

Ia menoleh untuk memandang putranya, dan Taehyung melihat kehampaan yang mengejutkan dalam matanya.

"Membuatmu memandang hidupmu sendiri, ketika kau menyadari bagaimana waktu bergulir bagi kita semua. Kesehatanku tidak terlalu baik. Kau tahu itu"

Seingat Taehyung ia belum pernah mendengar ayahnya berbicara begitu banyak dalam satu kesempatan. Pria itu hampir terdengar penuh emosi.

Jodoh Bagi Kookie  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang