18 selalu ada buat lo

6.1K 563 18
                                    

Sebelum membaca
Silahkan follow
Terlebih dahulu

Wajib Vote dan komen yah
Buat jadi penyemangat aku

Maaf jika masih ada typo

:
:
:
:
:








Naviera menatap surat edaran dari sekolah untuk pertemuan orang tua yang akan di laksanakan besok pagi.

Dia tidak tau harus memberikannya kepada siapa. Pada ayahnya pun percuma, surat ini akan berakhir di tempat sampah.

Tidak satu kali pun ayahnya datang di pertemuan orang tua, ayahnya selalu mengatakan itu hanya akan membuang-buang waktu berharganya saja.

Bagi Wildan semua hal yang menyangkut dengan Naviera itu merepotkan dan tidak berguna.

Di saat seperti ini lah Naviera sangat merindukan sosok ibunya. Jika saja ibunya masih hidup, mungkin dia tidak akan hidup seorang diri seperti ini.

Di keluarga ini dia ada, tapi tidak pernah di anggap.

Tidak mau terlarut dalam kesedihan. Naviera memutuskan keluar dari kamar, di ruang tamu dia tidak menemukan satu orangpun. Tapi dia bisa mencium bau asap yang berasal dari luar rumahnya.

Karena rasa penasaran Naviera berjalan ke luar rumah, dia melihat Wildan yang tengah membakar sesuatu di halaman depan rumah mereka.

Tapi jika di lihat lebih dekat lagi, Naviera mengenali barang-barang yang sedang di bakar ayahnya itu.

Tanpa pikir panjang dia langsung berlari mendekat, berteriak dengan histeris "APA YANG AYAH LAKUIN, KENAPA AYAH BAKAR BARANG-BARANG IBU"

"Sudah saya bilang tidak akan ada lagi barang-barang wanita sial itu di rumah ini, apa kamu tidak mengerti juga" Wildan mendengus, menatap tidak suka kepada Naviera.

Tidak, Naviera sudah tau. Dia sendiri telah menyimpan dengan baik semua barang-barang peninggalan ibunya. Tidak akan ada yang tau. Tapi kenapa semua ini bisa ada di tangan ayahnya.

Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh arah, dan menemukan Dewina yang menatapnya dengan senyuman kemenangan.

"Ayah adalah orang tak tau diri yang pernah aku kenal, semua yang ayah miliki saat ini. Itu semua adalah pemberian dari ibu. Jika saja tidak ada ibu. Apa ayah bisa berada di posisi ayah saat ini" Naviera memandang Wildan dengan rasa benci yang mendalam.

"Anak kurang ajar" Wildan melayangkan tamparan keras ke Naviera, sampai gadis itu terjatuh ke tanah "Berani kamu ngomong kayak gitu. Saya peringatkan. Jika kamu melanggar aturan saya lagi. Saya akan mengusir kamu dari rumah ini"

Wildan meludah, tidak memperdulikan Naviera. Dia berjalan masuk ke dalam rumah. Di ikuti oleh Dewina.

Naviera memegang pipinya yang terasa sangat panas dan sakit akibat tamparan ayahnya, dia terkekeh menertawakan nasibnya yang tidak berbeda jauh dengan kehidupan sebelumnya.

Sesaat dia langsung tersadar dan bergegas menyelamatkan barang-barang milik ibunya, tidak memperdulikan tangannya yang terbakar oleh api yang masih menyala. Karena sudah sejak tadi Naviera hanya bisa mengambil selembar foto yang sudah terbakar di salah satu sisinya.

Foto itu adalah foto dirinya dan sang ibu ketika dia masih kecil. Di foto ini ibunya masih terlihat cantik dengan gaun biru yang dia pakai.

Dia mendekap foto itu dengan erat.

____
______
________

Naviera pergi dari rumah, kini dia berada di sebuah taman yang lumayan jauh dari rumahnya.

Karena sudah malam, kondisi di taman saat ini terlihat sepi. Tidak banyak orang yang ada di sini. Apalagi dengan hujan yang turun sangat derasnya.

Naviera duduk di kursi taman, memegang foto ibunya dengan kondisi tangannya yang penuh luka, dadanya terasa sesak dan sakit, dia bahkan Tak memperdulikan hujan yang terus mengguyur tubuhnya.

Naviera kira, dia akan menjadi lebih kuat setelah dua kehidupan, tapi ternyata dia salah. Hatinya masih selemah sebelumnya.

Tak lama dia merasa sebuah jaket yang menutupi kepalanya. Di depannya sudah ada Bagaskara. Pria itu berlutut menyamakan tinggi mereka.

"Lo selalu tau yah di mana gue berada" Naviera tersenyum miris, di antara semua orang. Kenapa hanya Bagaskara yang selalu ada untuknya di segala kondisi. Padahal jika di pikir-pikir lagi dia telah menyakiti perasaan pria ini.

Bagaskara memegang kedua tangan Naviera dengan lembut, tersenyum dengan teduh "Gue bakal selalu ada buat Lo, jadi jangan pernah merasa sendiri ya Ra"

Hancur sudah pertahanan Naviera, air matanya langsung mengalir setelah mendengar kata-kata dari Bagaskara.

Dia sangat heran kenapa Bagaskara begitu baik padanya. Padahal hubungan mereka sudah berakhir.

"Ra, masuk mobil yuk. Gue udah berusaha terlihat keren. Tapi Lo tau kan gue gak tahan dingin" dia berbicara dengan gigi yang bergetar manah hawa dingin dari terpaan hujan.

Seketika suasana haru langsung berubah. Naviera tergelak sampai tersedak oleh ludahnya sendiri.

Pada akhirnya keduanya masuk ke dalam mobil yang di Kendari oleh Bagaskara.

"Bukannya ini mobil dinas om Sadewa yah" Saat masuk ke dalam mobil Naviera baru menyadarinya, di sini banyak peralatan latihan dan ada juga seragam militer yang tergantung di kursi belakang.

"Nih anduk, Lo keringin dulu rambut Lo nanti sakit" Bagaskara bingung harus menjawab seperti apa, jadi dia mengalihkan pembicaraan.

Sebenarnya mobil ini akan di pakai ayahnya tadi, tapi Bagaskara tau Naviera tidak sedang berada di rumahnya, apalagi ini sudah malam. Jadi dia panik sendiri.

Tanpa meminta izin dari ayahnya, dia langsung membawa mobil yang sedang terparkir di luar.

____
_____
_______

Sampai di rumah, Bagaskara memarkirkan mobilnya di garasi depan.

Begitu keluar dia sudah di sambut oleh kemarahan ayahnya.

"Ini dia malingnya, apa hukuman bagi pencuri Gio" Sadewa sudah berdiri di depan hanya memakai kaos dalam berwarna putih, dengan ketiga ajudannya di belakang.

"Menurut undang-undang pasal 362 hukum pidana, bahwa siapapun yang melakukan tidak pencurian. Akan di ancam Pidanan penjara maksimal lima tahun" Gio yang berada di sebelah Sadewa berucap dengan wajah datar.

"Langsung Ringkus aja..."

"Ayah, Agas bisa jelasin, Agas punya alasan buat ngambil mobil ayah barusan" Bagaskara mencoba menahan aksi, Sadewa dan ketiga ajudannya. Dia sendiri membuka pintu penumpang "Ini alasan Agas pergi tadi"

Naviera keluar, dia tersenyum mengangguk sopan ke arah Sadewa dan yang lainnya "Om..."

"Rara?" Sadewa terpana, sudah lama sekali gadis kecil ini Tidak berkunjung lagi ke rumahnya "Gio, Ferdy, Nando lindungi Naviera"

"Siap laksanakan panglima" Ucap serempak Gio, Ferdy dan Nando.

Gio menyingkirkan Bagaskara, menjauhkannya dari mereka. Lalu ketiganya berbaris di depan Naviera, melindungi gadis itu.

Sadewa sendiri, berjalan. Berdiri di samping Naviera.

Sedangkan Bagaskara, hanya bisa terperangah melihat kelakuan ayahnya itu.

"Penjahat di depan kita ini, sudah mencuri dan sekarang menculik putri kecil kita. Hukum dia seberat-beratnya" Perintah Sadewa kepada ketiga ajudannya.

"Siap laksanakan"

"Ya ampun ayahhh" Bagaskara hanya bisa mengelus dadanya atas kelakuan aneh dari ayahnya itu.

Sebenarnya sipat ayahnya ini menurun dari siapa? Kelakuannya sangat kekanak-kanakan.

Naviera? Jangan di tanya, dia tidak bisa menahan tawanya. Ayah Bagaskara benar-benar tidak pernah berubah. Baik di kehidupan sekarang maupun di kehidupan sebelumnya.

PROTAGONIS EX-GIRLFRIEND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang