Bagian 3

853 35 0
                                    

"Jujur, saya sendiri juga nggak tahu kenapa, Kak," jawab Kayla jujur, lalu menunduk. Tatapan teduh Asya, tak sanggup ia balas.

Asya tertawa kecil, menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi.

"Penasaran, ya, gimana rasanya jadi istri kedua?" canda Asya, seperti sedang mencoba mencairkan suasana dan membuat Kayla merasa rileks.

"Kak Asya bisa aja!" tepis Kayla. Ia pun akhirnya ikut tertawa.

"Setelah melihat kamu, saya jadi berpikir, kenapa dulu suami saya nggak ketemu sama kamu saja? Cantik, sehat dan pastinya pintar," ungkap Asya tiba-tiba.

"Kakak jangan ngomong gitu!" Kayla merasa tidak enak hati.

"Nggak apa-apa. Ini jujur dari hati saya kok." Asya tersenyum.

Hening kembali menyelimuti ruangan yang tidak terlalu besar tersebut. Asya pun seperti tidak tahu hendak berkata apa lagi.

"Oh, ya, Kayla! kamu siap kalau saya pertemukan sama suami saya?"

Kayla terkesiap. Entah mengapa tubuhnya seketika terasa kaku.

"Jangan takut! Pertemuan itu bukan berarti kamu harus menerima suami saya. Saya hanya ingin kalian taaruf dulu. Siapa tahu ... kalian berjodoh." Asya buru-buru meluruskan.

Kayla masih bergeming. Kedua jemarinya saling bertaut di atas paha. Keringat dingin pun mulai keluar melalui pori-pori. Hatinya penuh keraguan, tetapi ada sebuah dorongan yang membuatnya tak sanggup untuk menolak.

"Bagaimana, Kayla?"

"Boleh saya memberi jawaban beberapa hari lagi, Kak?" pinta Kayla.

"Dengan senang hati. Kalau begitu, nanti kabari saya saja, ya? Kebetulan, saya sudah simpan nomor telepon kamu. Nanti saya juga akan berikan nomor telepon saya."

Pertemuan pun berakhir menjelang waktu zuhur. Setelah tidak ada lagi yang akan dibicarakan, Asya pun pamit pulang.  Ustazah Miftah dan Kayla mengantar Asya hingga ke teras. Kebetulan, sang suami sudah menunggu Asya di luar.

Kayla tidak berani melihat sosok yang ada di balik kemudi, saat pria itu menurunkan kaca jendela mobil. Ia sengaja masuk kembali ke dalam rumah dan pura-pura ketinggalan sesuatu sebelum wajahnya terlihat oleh suami Asya. Entah mengapa, Kayla sangat gugup. Padahal, belum terjadi apa-apa di antara mereka dan mereka bahkan belum pernah bertemu.

"Saya tidak menyangka kamu bakalan mau menemui Asya," komentar Ustazah Miftah, saat Kayla hendak pamit pulang juga.

Kayla tersenyum. "Saya juga tidak tahu kenapa saya mau, Ustazah. Padahal, ini bukan sesuatu yang mudah. Saya yakin, Allah yang telah menggerakkan hati saya. Bagaimana nanti kelanjutan skenario dari-Nya, sebagai pemeran bukankah kita hanya tinggal mengikuti alur yang sudah tertulis?"

"Maasyaa Allah." Ustazah Miftah mengangguk-angguk dan tersenyum penuh arti.

***

Gadis berambut lurus sebahu itu menggigit bibir. Rasa gundah kembali menyapa ketika ingatannya kembali pada pertemuan dengan Asya kemarin. Padahal, setiap hari Minggu pagi, biasanya ia lebih senang berada di halaman bersama mawar-mawar rawatannya. Namun, entah mengapa Kayla merasa lebih nyaman berada di kamar. Bahkan saat jarum jam menunjuk ke angka sembilan, gadis itu belum juga berniat untuk sarapan meskipun sang ibu sudah berulang kali memanggil. Sampai akhirnya hanya Kayla sendiri yang tinggal di rumah, karena ibu dan ayahnya telah berangkat ke toko.

Rasanya, Kayla ingin membagi kegundahannya pada Rahma. Sudah beberapa kali ia hendak menelepon sang kakak, tetapi urung. Ia takut Rahma tidak mendukung dan malah memarahinya. Karena di keluarganya, poligami itu adalah perkara yang sangat asing. Namun, bagaimana kalau ia dan Muhammad Shabri itu memang ditakdirkan berjodoh?

Dikhitbah Masa Lalu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang