Bagian 9

610 31 1
                                    

"Cinta ... Kak?" tanya Kayla, terbata. Ia tak melepas tatapannya dari wajah yang tertutup cadar itu. "Suami Kakak ... ?"

Asya mengangguk. "Iya. Dia sudah jatuh cinta sama kamu dan itu tidak bisa dipungkiri walau dia tidak bilang apa-apa ke saya."

Kayla merasa tidak enak hati atas apa yang dikatakan Asya. Bukan tidak mungkin jika lama-lama Asya akan tahu juga tentang masa lalunya dengan Erik. Sebab sepertinya wanita itu memiliki analisa yang tajam, sehingga dengan mudah ia bisa menilai sesuatu dari gerak-gerik orang lain.

"Kak Asya jangan bicara seperti itu! Saya jadi merasa tidak enak dan merasa bersalah." Kayla mencoba menutupi kecemasan di hatinya.

"Kenapa kamu harus merasa bersalah? Jatuh cinta itu fitrah manusia. Jika memang dia sudah jatuh cinta denganmu, artinya saya tidak perlu susah-susah lagi untuk membantunya mencintai kamu nanti setelah menikah."

Asya begitu percaya diri mengatakan hal tersebut. Hal itu membuat Kayla merasa semakin bersalah.

"Kak, urungkan saja niat Kakak. Saya mohon! Saya tidak mau orang tua saya marah lagi. Saya tidak yakin mereka akan berubah pikiran walau Kakak sendiri nanti yang datang ke mereka."

"Kalau belum dicoba, bagaimana kita tahu hasilnya, Kay?" Suara Asya terdengar lembut, tetapi lugas.

Kayla terdiam. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Pertemuannya dengan Erik dan Asya telah membuat hidupnya terasa sulit. Padahal, ia sudah lega dan mulai belajar melepas harapan untuk bisa hidup di sisi Erik. Namun, Asya yang memiliki keinginan yang tak dapat dibendung, membuat Kayla kembali dihadapkan pada situasi yang terasa rumit.

"Kak! Kenapa Kakak terlalu memaksakan diri? Seharusnya ini tidak perlu Kakak lakukan. Rasanya terlalu berlebihan jika Kakak memaksakan kehendak seperti ini. Saya yakin, suami Kakak juga kurang setuju jika Kakak sampai bertindak sejauh ini hanya demi membahagiakannya." Kayla akhirnya bersuara.

"Kamu tidak tahu apa-apa, Kay. Hanya saya yang bisa melihat dan merasakan."

"Tapi, seandainya pun Kakak berhasil membuat orang tua saya menerima ... sayanya yang sekarang merasa keberatan, Kak. Saya tidak mau masuk ke kehidupan Kakak dan suami kakak. Karena apa? Karena rasanya kehadiran saya pasti akan menambah kesedihan Kakak."

Asya termangu mendengar penuturan Kayla. "Maksud kamu?"

Kayla menarik dan mengembus napas. "Sudahlah, Kak. Kita sudahi saja membahas ini."

"Kayla, saya ...."

"Kak, saya mohon! Jangan memaksakan keadaan seperti kemauan Kakak!" Kalimat itu diucap Kayla dengan pelan, tetapi terdengar tegas. Ia sungguh lelah berurusan dengan hal itu dan tak mau memperumit kisah hidupnya. Kayla hanya ingin tenang. Walaupun memiliki secuil harapan untuk bisa kembali bersama Erik, tetapi ia coba untuk memupusnya.

"Tapi, Bang Shabri tidak pernah mencintai saya, Kay." Suara Asya bergetar. Matanya berkaca-kaca. Ada kesedihan mendalam yang ia coba sembunyikan.

Kayla tertegun. Bola matanya sedikit membesar menatap Asya.

"Kamu kaget?" Asya tertawa kecil. Seperti tengah menertawai kebodohannya. "Tapi kenyataannya memang seperti itu."

Gadis berkerudung ungu muda itu menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Kayla tak ingin tahu lebih jauh cerita perempuan lembut nan berhati baja itu.  Karena semakin ia ingin tahu, semakin ia seperti mencoba mengorek luka Asya.

"Kak, maafkan saya. Sepertinya ... kita terlalu lama mengobrol di sini. Saya tidak enak sama rekan-rekan yang lain. Saya ingin kembali ke kelas dulu." Kayla terlihat ingin segera mengakhiri pertemuan itu. Ia tak mau mendengar kisah hidup Asya lebih panjang lagi.

Dikhitbah Masa Lalu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang