Bagian 34

288 21 0
                                    

Erik membalas tatapan Asya penuh tanda tanya.

"Kayla itu ... mantan pacar Abang, kan?" Asya semakin mempertegas pertanyaannya.

"Kamu dengar itu dari mana?"

"Tolong, jawab saja pertanyaanku!" Suara Asya lemah, tetapi penuh penekanan.

Erik mengembus napas. Ia sudah mempersiapkan diri jika memang suatu saat hubungannya dengan Kayla di masa lalu akan tercium oleh Asya.

"Kamu bersiap, kita ke dokter dulu. Nanti kita bicarakan lagi hal ini," pungkas Erik, lalu bangkit untuk mengambilkan baju ganti buat Asya di lemari.

"Aku mau Abang jawab jujur sekarang." Asya bersikeras.

"Memangnya kalau aku jawab jujur sekarang, kamu bisa sembuh?" Erik meraih satu setelan gamis berwarna cokelat tua. Kemudian, berjalan kembali ke arah Asya. Di mana wanita itu masih bergeming di tempatnya.

"Tolong, patuhi aku! Kita ke dokter sekarang."

"Bang—"

"Aku janji akan menceritakan semua setelah kita dari dokter, oke?"

Asya terdiam. Kemudian, ia pun beranjak dari duduknya untuk mengganti pakaian.

"Nanti sore, Kayla dan ibunya mau ke sini jenguk kamu." Erik memberi tahu sambil menatap layar ponsel.

Asya tak menyahut. Hanya mengangguk lemah.

"Aku belum menjawab pesan Kayla. Jika kamu tidak siap menerima tamu, aku akan minta mereka untuk tidak berkunjung hari ini," papar Erik.

"Nggak apa-apa, Bang, biarkan saja mereka datang. Lagian, tidak enak menolak niat baik ibunya Kayla. Beliau sudah aku anggap ibu sendiri."

Lega dengan jawaban sang istri, Erik pun membalas pesan Kayla.

Asya merasakan sesak di dada. Ia nyaris tidak mampu menunggu nanti untuk mendengar jawaban jujur dari Erik. Namun, ia juga tidak mau gegabah dan membuat Erik marah.

***

Asya meminta Erik menepi di pinggir jalan, di dekat taman kota, setelah pulang dari mengunjungi dokter. Ia ingin segera menagih janji Erik tanpa harus menunggu sampai di rumah. Tak peduli kondisi tubuhnya masih lemah. Padahal, dokter sudah menyarankan agar ia banyak istirahat serta mengurangi pikiran yang berat-berat.

"Jadi, inikah yang membuatmu sakit?" Erik memandang lurus ke depan. Lalu-lalang kendaraan menjelang sore tak menarik perhatiannya.

"Hati istri mana yang tidak sakit ... saat tahu kalau ternyata adik madunya adalah kekasih suaminya di masa lalu?" Suara Asya bergetar. Ia pun tidak menoleh pada Erik. Kaca mobil yang gelap membuat Asya berani menyingkap cadar karena napasnya terasa sesak. Bukan karena selembar kain tipis itu, tetapi karena menahan gemuruh di dada.

"Kamu mendengarnya dari siapa?"

"Tidak perlu Abang tahu aku mendengar dari siapa. Aku hanya butuh Abang jujur padaku. Itu saja. Tidak sulit, kan? Bukankah selama ini tidak ada satu pun rahasia di antara kita?"

Erik mengangguk-angguk, lalu menunduk sejenak sebelum menoleh pada Asya. Namun, pandangan wanita itu masih lurus ke depan. Kosong. Erik paham perasaan Asya, tetapi bukan berarti ia membiarkan istrinya tenggelam dengan rasa cemburu dan curiga.

"Iya. Kayla adalah kekasihku di masa lalu." Pandangan Erik kembali mengarah ke depan. Kenangan masa lalu seolah tengah ditayangkan di depan matanya.

Pernyataan Erik membuat Asya memejam menahan perihnya sayatan sembilu di jantung. Sebenarnya, ia berharap Erik menepis tuduhannya. Namun, ternyata semua itu benar dan terbukti kalau Andre juga tidak berbohong.

Dikhitbah Masa Lalu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang