3

354 74 0
                                    

"Jika aku tidak menurut apakah kau akan menuntutku dan membuat aku menggugurkannya?"

"Aku tergoda melakukannya. Tapi bukankah itu terlalu mudah?"

Dia benar-benar menguasai kehadirannya dan caranya bicara menggambarkan betapa hebat dia dalam sepak terjangnya. Tidak salah karena Lucas memang berbeda. Lucas jauh lebih tinggi Tony dalam segala hal. Jika dibandingkan dengan Lucas, Tony tidak ada apa-apanya. "Lalu apa yang akan kau lakukan? Yang tidak akan mudah menurutmu?"

Senyuman Lucas terbingkai dengan sempurna. "Aku akan mengurungmu. Memaksamu melahirkan anak itu dan mengambilnya darimu kemudian. Setelahnya aku akan membebaskanmu dan kau tidak akan pernah melihatnya lagi. Dia akan hidup denganku, tanpa ibu. Oh, mungkin bersama ibu tiri yang aku tidak perlu perhatikan apakah dia akan menyayangi anakku juga. Selama dia berguna, akan kuambil dia sebagai istriku."

Tanganku tidak kuasa menahan diri, kepalaku belum sepenuhnya memberikan perintah saat tangan itu seolah memiliki kehendaknya sendiri. Karena saat aku mengedipkan mata, tanganku sudah terlayang ke wajah Lucas. Aku menamparnya dengan keras. Membuat dia sampai memegang pipinya dengan kesal.

Beberapa saat menunggu, kupikir dia akan memberikan balasan. Aku tidak akan terkejut, jika dia menampar balas padaku atau bahkan mencekikku sampai aku kehabisan napas. Karena yang aku dengar seperti itulah dia.

Tidak pernah ada yang lolos darinya setelah dia diganggu. Mereka semua yang membuat masalah dengannya, entah itu berakir di penjara atau menjadi musuh masyarakat. Karena dia pandai memanipulasi segala hal. Menjadi salah satu orang terkaya memang akan membuat kau bisa melakukan segalanya.

Tapi tidak hanya kaya, pria ini juga memiliki ketampanan tanpa cacat cela juga otak pintar yang menjadi kombinasi yang membuat kau harus berhati-hati dengannya. Itu yang membuat aku begitu takut terlibat dengannya.

Hanya saja dia memegang kelemahanku. Dia membuat aku tidak berdaya dengan apa yang dia sebut sebagai rencana yang tidak mudah. Dia tidak memberikan aku pilihan.

"Itu pertama dan terakhir kali kau menamparku tanpa aku membalasnya. Aku akan memaafkanmu karena kau ibu dari anakku. Jadi sebaiknya jaga sikapmu, Dea Manis." Lucas menepuk puncak kepalaku dengan pelan.

Anehnya sentuhannya hangat menenangkan. Dia membuat segalanya terasa begitu mengerikan, tapi segala tatapan dan gerakannya menyatakan sesuatu yang aneh yang tidak harusnya kurasakan. Seolah dia menyembunyikan sesuatu dariku. Sesuatu yang tidak akan pernah dia katakan.

"Bagaimana tawaranku? Kau sungguh tidak tertarik? Kau lebih memilih mengorbankan anak kita demi egomu?"

"Jangan katakan anak kita. Aku bahkan belum percaya kau ayah biologisnya."

Lucas mengangkat bahu dengan santai. "Kau bisa mendapatkan buktinya kapan pun kau mau. Aku akan memberikannya."

"Malam ini. Aku ingin buktinya."

"Kau sungguh tidak sabar."

"Kenapa? Takut kalau kau tidak memiliki kesempatan merekayasa buktinya?"

Lucas terkekeh dengan geli. Dia menatap asistennya yang seperti patung sejak tadi. Pria itu hanya memegang payung tanpa menatap dan tanpa ikut menyumbangkan suara. Dia benar-benar pajangan hidup.

"Tidakkah menurutmu ibu anakku lucu?" tanya Lucas pada pria itu yang tampaknya mulai diberikan izin bersuara.

Pria itu mengangguk dengan khidmat. "Dia memang lucu, Tuan Muda. Apa saya perlu memanggil dokter yang menanganinya?"

"Kau tahu di mana dia berada?"

"Rumah sakit seharusnya. Hari ini adalah jam kerjanya, dia mengambil malam hari."

"Aku benci rumah sakit. Baiklah, bawa dia ke rumah pribadiku. Katakan aku menunggunya, kalau sampai dia terlambat, dia harus mengatakan selamat tinggal pada pekerjaannya. Dia melakukan kesalahan harusnya dia menebusnya dengan benar."

Pria itu mengangguk dan segera meraih ponsel pada saku jasnya. Menghubungi seseorang hanya sebentar dan menutupnya kemudian. Setelahnya pria itu memasukkan kembali ponselnya. "Dia dalam perjalanan."

Lucas mengangguk. "Baiklah, kita tidak mau dokter kesayangan kita menunggu. Dea, silahkan." Lucas memberikan jalan.

Memandangnya dengan ragu, aku akhirnya melangkah mengikuti ke mana tangannya bergerak. Pria yang membawa payung mengejar dan segera membukakan aku pintu. Aku memandang ke dalam mobil dan tidak melangkah.

"Kenapa?" Lucas menatap lewat bahuku.

Saat aku meliriknya, bibirku menabrak pipinya yang membuat aku berbalik memandangnya dengan kesal. Aku menutup mulut dengan tangan saat kutemukan dia terkekeh senang.

"Perlu aku menggendongmu masuk, Tuan Putri?"

"Pakaianku basah. Mobilmu akan ikut basah," aku memberikan penjelasan kenapa aku tidak bisa masuk. Seolah aku memiliki pilihan saja sampai harus mengatakannya.

"Perlu aku memangkumu? Aku tidak keberatan."

"Gila." Aku tidak lagi peduli dengan mobil mahalnya yang akan basah. Aku melangkah masuk dan segera masuk lebih dalam. Karena sepertinya dia tidak terlihat akan memutar mobil demi menghindari hanya satu sisi dari kursi yang basah.

Oh aku lupa. Dia sangat kaya. Mobilnya harusnya tidak hanya satu ini. Dan satu mobil tentu saja tidak akan terlalu berharga baginya. Jadilah aku tidak memikirkannya lagi.

Si pembawa payung juga sudah masuk dan mobil segera berjalan meninggalkan tempat itu.

Aku merapatkan pahaku. Dan sedikit mendekap tubuh yang kembali diserang dengan hawa dingin.

"Naiklah suhunya," perintah Lucas.

Aku melirik padanya dan segera mendapatkan pandangan balasan yang membuatku segera membuang wajah.

"Kenapa? Kau mulai berpikir aku perhatian?"

"Gila."

Lucas mendengus. "Padahal aku melakukannya karena kulihat kau kedinginan. Tapi karena kau tidak mau menerima kebaikanku, maka aku akan melakukannya demi anakku yang sedang kau kandung. Dia pasti tahu ayahnya menyayanginya." Lucas sudah akan mendekatkan tangannya ke arahku. Dia menyasar ke perutku tentu saja, tapi aku segera memberikan pelototan tajam padanya yang membuat dia berhenti dan menarik tangannya lagi dengan bibir cemberut yang tidak memperburuk wajahnya sama sekali.

Aku mengabaikannya dan sibuk menatap ke luar. Mempertanyakan apa yang sedang aku lakukan sekarang. Apakah keputusan ini tepat? Bagaimana kalau di masa depan aku kembali mempertanyakan diri kenapa aku masuk ke mobil pria ini? Menggeleng, aku berusaha tidak memikirkannya. Karena segalanya kulakukan demi bayiku. Jika ini memang keputusan yang salah, maka aku tidak tahu lagi mana keputusan yang benar untuk dilakukan.

"Tuan Muda, soal rapat anda besok pagi, saya sudah menjadwalkan ulang."

"Terima kasih, Glen. Kau baik sekali."

Aku menatap ke arah Glen dan mempertanyakan, "apa kau sopir atau asisten?"

"Glen bisa menjadi apa pun yang berguna untukku. Dia pandai dalam hal itu."

Aku melirik Lucas dingin. "Aku tidak bertanya padamu."

Glen terdengar menahan tawanya yang hendak menyembur keluar.

"Glen, perhatikan kelakukanmu. Jangan sampai kau tidak mendapatkan bonus bulananmu."

Glen segera berdeham dan memasang wajah dingin seperti bosnya. Itu membuat aku mempertanyakan, apakah rumor tentang Lucas benar? Karena sepertinya Glen tidak terlalu takut dengan bosnya yang selalu dia panggil tuan muda.

Benih Sang Presiden (MIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang