1

487 63 0
                                    

Sesuatu yang sangat tidak bisa dikendalikan dalam hidup ini memang adalah takdir. Bagaimana pun kau coba membuatnya berjalan seperti yang kau inginkan, dia tidak akan melangkah ke arah di mana dia tidak menginginkannya. Apalagi jika kau memaksa takdir bekerja untukmu. Salah besar jika kau berpikir dia akan menjadi penurut dan mendengarkanmu.

Malah jika kau sangat bergantung padanya, dia akan menyakitimu dan menghancurkanmu. Membuat hidupmu tidak lagi bermakna dan kau akan jatuh ke dalam lubang kehampaan yang sama sekali tidak menyenangkan.

Seperti bagaimana manusia berencana, tapi jika takdir tidak mengaminkan, maka segalanya menjadi kesia-siaan yang akan membuat terluka.

Itulah yang sedang aku rasakan saat ini. Mereka semua berkata kalau aku beruntung menikah dengan suamiku. Dari keluarga baik-baik dan memiliki nama yang jelas tidak remeh. Semua orang bahkan menuduh aku menggunakan sesuatu sampai anak yatim yang tidak memiliki siapa pun sepertiku bisa menikah dengannya.

Aku tidak masalah mereka mau mengatakan apa. Tidak jadi buah pikiran karena aku memang pandai dalam mengabaikan.

Tapi sekarang segalanya tidak lagi sama. Semuanya sudah tidak seperti yang dulu lagi karena suami yang selalu berada di pihakku, yang selalu membelaku dari orang lain dan bahkan dari keluarganya sendiri tidak ada lagi di dunia ini.

Takdir kejam telah merenggutnya dariku, membuat aku bisa merasakan sebuah kesendirian yang tidak berujung. Tidak ada lagi yang bisa berdiri di sisiku. Semua orang berdiri di depanku, menyatakan perlawanan mereka padaku. Perlawanan atas tidak terimanya mereka pada bayi yang sedang aku kandung.

Ya, mereka tahu aku hamil. Tapi lebih dari itu mereka juga tahu kalau suamiku mandul dan dokter menyatakan sampai kematiannya, pria itu belum berobat. Jadi mereka mempertanyakan, dari mana asal bayi yang berada dalam perutku.

Aku menjelaskan pada mereka, kukatakan kalau aku dan suamiku sudah setuju untuk hamil dengan bantuan dokter. Sayangnya seluruh surat-suratnya aku tanda tangani sendiri tanpa ada campur tangan suamiku. Aku juga tidak mengerti kenapa saat itu suamiku tidak ikut tanda tangan. Dia hanya mengatakan padaku kalau dia percaya padaku, makanya dia membiarkan aku memutuskan segalanya.

Dan itu menjadi jawaban bagi mereka kalau aku tidak mengatakan yang sebenarnya. Mereka menuduhku sengaja hamil anak orang lain demi mengeruk harta suamiku. Tuduhan-tuduhan keji itu membuat segala pertahanan diriku roboh tidak bersisa. Yang membuat aku semakin lemah, yang menjadi pemimpin dalam mencoreng nama baikku adalah mertuaku sendiri. Mereka menuding tajam mengatakan banyak hal yang segalanya hanya asumsi mereka yang tidak berdasar.

Padahal selama ini aku menjadi menantu terbaik bagi mereka. Bahkan bisa kukatakan aku dibabukan di rumah ini tapi mereka tetap tidak memandang hangat padaku.

Sekarang segalanya sudah hancur. Tidak ada lagi yang perlu dipertahankan.

Apalagi wanita itu, yang adalah ibu mertuaku datang mendekatiku. Dia membawa beberapa kertas kematian anaknya. "Apa kau yang melakukannya?" tanyanya mengangkat tinggi kertas itu.

Aku memandang wanita itu tidak percaya. "Apa?"

"Apa kau sengaja membunuh anakku?"

"Apa yang kau katakan, Ma? Aku tidak—"

"JANGAN MEMANGGILKU DENGAN SUARA MENJIJIKKANMU ITU!"

Teriakannya di depan wajahku membuat aku memejamkan mata dengan debar di dada. Saat aku membuka mataku, kertas sudah dilemparkan ke wajahku. Membuat mataku terpejam lagi dan sepertinya kertas itu sedikit menggores pipiku, karena aku bisa merasakan sedikit perihnya.

"Enyah kau dari rumah ini! Enyah kau dari hadapan kami! Seharusnya Tony tidak pernah menikahimu. Sejak dia menikahimu, dia menjadi berbeda. Dia menjadi bukan anakku lagi. Kau sudah merebutnya dariku, dan sekarang kau merenggutnya dari dunia ini. Kau pembawa sial! Wanita binatang! Enyah!"

Dia mendorongku sekuat yang dia bisa, aku terhuyung ke belakang dan hampir jatuh. Takut kalau perlakuannya semakin brutal, aku berbalik dan melangkah pergi tanpa mengatakan apa pun lagi. Aku ingin melindungi satu-satunya yang aku miliki meski aku sendiri tahu kalau dunia ini tidak pernah cocok denganku.

Aku dulu bekerja di salah satu perusahaan besar, meski hanya bergaji kecil dan hanya karyawan rendahan, tapi itu cukup untuk memberiku makan. Tapi Tony meminta aku berhenti, demi nama baiknya dia memohon agar aku tidak bekerja lagi dan cukup menjadi istri yang baik di rumah.

Tidak ingin dia terus memikirkannya, aku setuju. Aku mengundurkan diri dan akhirnya semua keuangan hanya bisa kudapatkan dari Tony. Nominalnya lumayan besar tapi selama ini akulah yang menanggung biaya hidup keluarganya. Belanja dan juga beberapa perlengkapan dapur selalu kubeli dengan uangku. Membuat aku tidak memiliki apa pun.

Tidak pernah kuceritakan pada Tony semua itu, karena bagiku, uangnya datang dari Tony jadi tidak masalah jika kuhabiskan untuk keluarganya. Aku terlalu naif saat itu. Berpikir bahwa hidup akan terus berjalan seperti itu, membuat aku tidak menyimpan sepeserpun untuk diriku.

Kini aku menerima akibatnya. Aku diusir bahkan tanpa sehelai pakaian lain selain yang kukenakan. Lalu aku juga tidak memiliki tempat tujuan. Wanita miskin yang menaikkan derajat dengan menikahi keluarga kaya, mana ada yang mau mendekati. Mereka mungkin tahu kalau keadaanku akan berakhir mengertikan seperti ini.

Aku tidak menyalahkan siapa pun. Hanya diriku.

Keluar dari rumah itu, dunia semakin mengejekku saat hujan deras mulai turun membasahi seluruh tubuhku. Dingin yang mendekap tidak kalah dengan dingin yang mengikat perasaanku sekarang ini. Aku terus melangkah tanpa tahu harus ke mana.

Berjalan di terotoar, aku memeluk diri sendiri.

Baru saja aku kehilangan suamiku, aku juga kehilangan seluruh harga diriku.

Aku dicap sebagai wanita peselingkuh yang membunuh suaminya sendiri demi mengerut hartanya. Sepertinya semua orang sudah mendengar soal cerita tersebut. Rasa malu sudah tidak dapat kurasakan lagi. Aku lebih merasa seperti ingin menertawakan takdir keji yang kudapatkan karena mungkin jalan salah yang aku ambil.

Apa yang akan terjadi jika dulu aku tidak pernah menerima Tony sebagai kekasihku? Apalagi sampai menikah dengannya. Bisakah aku mendapatkan jalan takdir yang berbeda? Mungkin akan lebih baik?

Tapi aku tidak yakin, karena selama ini aku memang tidak pernah mendapatkan takdir baik dalam hidup. Tidak memiliki orangtua bahkan tidak memiliki teman. Sekarang suami pun sudah meninggal dalam kecelakaan malang. Mungkin memang benar, aku pembawa sial? Harusnya aku menerima dengan penuh kelapangan tuduhan itu? Untuk membuat segalanya menjadi lebih baik untuk diriku sendiri.

Menggeleng, aku segera mengenyahkan apa pun yang ada di kepalaku saat ini. Aku mengangkat pandangan, berusaha mencari tempat berteduh sebelum aku kehilangan bayi dalam kandunganku juga. Aku tidak mau menjadi alasan anakku juga meninggalkanku. Jadi aku harus kuat. Demi anakku, aku akan bisa melakukan apa pun. Yang bahkan tidak akan dapat dibayangkan para ibu di dunia ini.

Benih Sang Presiden (MIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang