13

243 60 2
                                    

"Jika kau tidak keberatan, Tuan Sanford, rumah kami ada di dekat sini. Biarkan aku memasak untukmu, untuk meredakan emosimu. Kau tidak perlu melindungi wanita itu. Kau mungkin tidak tahu, dia sedang hamil."

Lucas menatapku sejenak, menatap ke perutku. "Perutnya rata dan kau mengatakan dia hamil."

Leola segera bangun dengan penuh semangat. Duka kesedihan yang dia perlihat sesaat tadi segera saja lenyap. Telunjuknya mengarah tajam padaku. "Kau tidak tahu saja, Tuan Sanford. Dia wanita ular. Dia memang cantik, tapi kau harus berhati-hati dengannya. Dia wanita yang akan bisa membunuhmu kalau kau sedikit saja lengah. Ayah bayinya bahkan tidak diketahui siapa. Mungkin dia bermalam dengan pria liar yang membuat dia hamil."

"Pria liar?" Lucas menatapku.

Aku menatap dia aneh. Ada apa dengan pria ini? Kenapa seolah sikapnya memberikan kesan kalau dia sedikit percaya dengan apa yang dikatakan dua perempuan itu. Bukannya dia sendiri yang terus ngotot kalau aku sedang mengandung anaknya? Sekarang di hadapan wanita-wanita itu, dia malah bersikap kalau dia baru saja mengenalku dan membuat mereka berpikir kalau ucapan mereka dipercayainya.

"Ya. Pria liar pengeruk harta. Mereka sengaja bekerja sama ingin menguasai uang asuransi putraku yang sudah meninggal. Wanita itu dan prianya sudah membunuh anakku!" Leola dengan penuh semangat bicara. Lalu diakhir kalimatnya dia tersenyum dengan puas ke arahku. Tampak mengatakan kalau aku tidak memiliki siapa pun untuk membela.

Glen sendiri hanya mendesah dan menutup mata dengan ketukan di kening. Seolah bersiap dengan badai yang akan segera datang. Menyalahkan dua wanita bodoh yang tidak dapat tahu di mana letak salahnya mereka.

Jika mereka cukup mengenal Lucas, mereka akan tahu Lucas bukan tipe yang akan ikut campur pada permasalahan orang lain. Tapi Lucas menjadikan dirinya sendiri tamengku. Rela terluka dan dipukul untukku. Dan Glen yang adalah asisten Lucas juga menghentikan mereka dengan marah.

Bukankah mereka harusnya bisa mencium kalau hubunganku dan Lucas bukan hubungan biasa? Entah apa yang begitu menutupi akal sehat mereka. Itu makanya, mereka harusnya bisa lebih mengandalkan otak dibandingkan sikap perayu dan sok benar yang mereka miliki tersebut.

"Menurutmu apa aku membutuhkan harta mantan suaminya?" tanya Lucas.

Leola memandang tidak yakin. Dia menatap putrinya yang memberikan gelengan ke arahnya.

"Dan anakku bukan didapatkan dengan cara ibunya berhubungan dengan pria liar pengeruk harta. Aku bisa membiayai mereka dengan sangat layak. Anakku dan calon istriku tidak akan membutuhkan asuransi itu. Tapi tenang saja, aku akan tetap membuat Dea mendapatkan apa yang pantas dia dapatkan. Uang itu miliknya. Jadi kuharap kalian tidak terlalu kecewa karena kudengar Tony tidak meninggalkan apa pun selain hutang."

"Kau ... kalian ...." Leola menunjuk. Tidak yakin. Dia seperti memikirkannya di kepala tapi terlalu takut dengan jawabannya.

"Ya. Kami." Lucas menggandengku. "Aku ayah dari bayi yang dikandungnya."

Leola melotot tidak percaya, dia bergerak mundur dan hampir jatuh. Anaknya menahan tubuhnya dan segera saja mereka saling menatap dengan teror di mata mereka. Seolah mereka baru saja menggali lubang kuburan mereka sendiri.

"Sampai bertemu di kantor polisi. Ah, soal dugaan kalian kalau Dea membunuh Tony, aku harap kalian benar-benar membawa pengacara yang handal. Bayar dengan mahal karena dengan begitu aku tidak akan terlalu kecewa saat kalian kalah nanti." Lucas membawa aku pergi setelah mengatakannya. Glen mengikuti kami kemudian.

"Kau sungguh membantunya membunuh anakku?" tanya Leola setelah kami melangkah agak jauh.

Lucas berhenti dan menatap ke arah Leola dengan tatapan geli. "Menurutmu?"

Leola mengepalkan tangannya dengan kuat. Matanya memerah dengan penuh amarah. Dia tidak lagi memiliki gentar dan takut di sana. Emosi menguasainya. "Kau pikir karena kau kaya, aku akan mundur dan takut? Kematian anakku karena kalian, akan kubuat kalian membayar dengan setimpal. Aku akan membuat kalian membusuk di penjara. Ingat saja yang aku katakan ini!"

"Oh, aku menantikannya. Kami harus pulang dulu. Soal busuknya mari kita lihat lain kali." Lucas melambai dengan riang.

Lucas kemudian membawa aku pergi dengan senyuman yang segera menghilang. Yang ada di sana hanya dingin menenggelamkan. Aku tahu betapa besar Lucas menahan diri untuk tidak kembali dan menghancurkan dua wanita itu. Sepertinya dia sengaja menahan diri karena tidak mau aku melihat keburukannya.

Aku menyentuh tangan Lucas yang ada di lenganku. Saat dia menatapku, aku menatap ke depan. Tidak mengatakan apapun padanya karena saat ini kami tidak membutuhkan ucapan dari satu sama lain. Cukup kami tahu kalau kami bersama dan tidak akan membiarkan salah satu dari kami terluka oleh orang lain. Lucas melindungiku, maka aku juga akan melakukan hal yang sama.

Untuk pertama kalinya kurasakan benar-benar ada yang berdiri di sisiku dan akan melawan dunia hanya untukku. Aku tidak mungkin membuang pria berharga seperti ini.

Aku akan coba membuka lembaran baru bersamanya. Entah apa yang akan terjadi di masa depan, biarkan aku memikirkan saat nanti waktunya tiba. Kali ini aku hanya ingin menikmati proses kami dalam bersama.

***

Selesai mandi, aku segera keluar dari kamar mandi. Mengenakan pakaian tidur piyama dengan celana panjang. Aku terkejut menemukan Lucas di atas ranjang menungguku. Dia memperhatikanku dan melihat ke arah kakiku. Berdecak, pria itu bergerak mengambil sendal hangat model kelinci yang dia beli untukku. Meletakkannya di depanku kemudian.

"Bukankah sudah kukatakan kalau kau harus tetap menggunanakn sendal? Di sini lantainya dingin."

Aku tersenyum dan mengangguk. Memakai sendal itu dan kemudian melangkah ke meja rias. Duduk di kursinya, aku menatap Lucas lewat cermin. Pria itu mendekat dan berdiri di belakangku. Dia meraih handuk yang ada di leherku dan segera tangannya bekerja mengeringkan rambutku. Sesuatu yang biasa dia lakukan akhir-akhir ini.

"Jangan terlalu membawanya ke hati perkataan dua wanita tidak memiliki otak itu," ungkap Lucas.

Aku memperhatikannya, menyadari kalau sepertinya dia khawatir padaku. Itu membuat hatiku meleleh. "Aku tahu."

Lucas terus menatap ke kepalaku. Sibuk mencari di bagian mana lembabnya masih ada.

"Lucas?"

"Hm?"

"Apa kau sungguh percaya padaku?"

Lucas menghentikan tangannya, segera menatapku melalui cermin. Matanya menggambarkan kejernihan di mana aku sendiri bisa bercermin pada bola mata terang itu.

"Soal kematian Tony, apa kau sungguh percaya bukan aku pelakunya?"

"Kau meragukan kerpercayaanku padamu?"

"Tidak. Aku hanya ingin mendengarnya."

"Aku percaya padamu. Seratus persen. Jika ada satu-satunya orang yang bisa aku percaya di dunia ini, maka kau orangnya."

Dan aku merasakan letupan kuat mendengarnya. Aku memerah dan segera menunduk dengan malu.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa ya
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Benih Sang Presiden (MIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang