Fragmen 14: Sejarah yang Terkubur

782 170 14
                                    

On dan Hong menyimpan segudang rasa bersalah lantaran mata mereka kembali berpapasan dengan danau jernih seusai berkeliling labirin selama dua jam penuh. Keduanya bisa memahami betapa penatnya tubuh Cale lewat napasnya yang memberat serta langkah yang perlahan melambat. Kini, semua usaha mereka mencari jalan keluar justru sia-sia. Mereka kembali di titik awal tempat menemukan Hong.

"... Maaf, nyan. Ini ... ini salahku kita jadi terjebak di sini."

Cale mengembuskan napas. Ia bersandar sambil menjatuhkan dirinya perlahan duduk di tanah.

On yang terbiasa membela adiknya tidak lagi angkat suara. Alih-alih kucing berbulu abu-abu mengusapkan kepalanya ke paha Cale. "Jangan khawatir, kita pasti menemukan jalan pulang," gumamnya berusaha memberi dukungan.

Tidak ada tanggapan yang disuarakan oleh kontraktor mereka jadi sepasang Spirit ikut membungkam kata. Tidak lagi menyatakan apa pun. Diam-diam cuma duduk di sisi Cale tanpa menciptakan keributan, takut kalau tindakan mereka hanya akan memperburuk suasana hati nan suram sang kontraktor.

Selang lima menit beristirahat, Cale kembali bangkit berdiri. Dia tidak punya waktu berdiam terlalu lama. Anak laki-laki itu melangkah menuju danau. Ia mengulurkan tangannya menyentuh permukaan air yang dingin.

"Cobalah, apakah ini beracun," tukas Cale.

Hong yang menyadari bahwa itu ditujukan padanya lekas maju dan memeriksa. "Tidak, nyan. Ini air biasa."

Dengan kepastian itu, Cale menangkup air di tangannya dan meminum air danau. Manusia bisa menahan lapar tapi sulit menahan haus. Cale tidak punya masalah andai harus menekan geraman di perutnya toh ini bukan pertama kali dia merasakan kelaparan. Di kehidupan sebelumnya, kelaparan sudah menjadi hal lumrah baginya.

Setelah mencuci mukanya dan menyegarkan matanya kembali, Cale mulai berjalan melalui satu-satunya lorong yang menjadi jalan masuk dan jalan keluar.

"... Hilang."

Langkah Cale terhenti di pintu lorong. Dia menunduk tidak menemukan jejak pedang yang sudah ditinggalkannya. Tak heran ia bisa kembali melalui jalan ini tanpa sadar. Labirin ini sungguh diciptakan dengan cermat.

Cale tidak tahu apa alasannya dan ia juga tak ingin terus terjebak di sini sampai tubuhnya membusuk.

"Seberapa kuat bebatuan ini memperbaiki dirinya seperti semula?" Cale ingin tahu.

Ia tidak berpikir dua kali ketika mengeluarkan sebuah bola kecil berukuran satu ruas jari. Ini adalah salah satu jenis peledak yang tampaknya disimpan ibunya jika suatu waktu ia terdesak.

Tanpa ekspresi, Cale memerintah dua Spiritnya mundur masuk ke ruang yang memiliki danau. On dan Hong dengan patuh berbalik pergi sedang Cale mulai mengambil ancang-ancang melempar bola itu. Ia memusatkan energinya ke tangan dan tubuh bagian atas, memberi lemparan yang cukup jauh hingga mencapai ujung koridor.

"Meledak," gumamnya tepat sepersekian detik sebelum bola itu mencapai dinding terujung menuju arah belokan.

Ledakan bergema nyaring ke seisi lorong, mengembuskan angin kencang yang menerpa pakaian Cale. Sedari awal Cale tidak mau mengambil risiko meledakkan tempat ini secara paksa. Ia tidak tahu seberapa jauh labirin ini digali di bawah tanah, tak pasti apakah ledakannya bisa mencapai daratan dan menciptakan jalan keluar ataukah berakhir menguburnya hidup-hidup di dalam.

Namun, semuanya tidak penting lagi selama ada kepastian bahwa labirin ini mampu memperbaiki dirinya sendiri seperti semula tanpa meninggalkan jejak.

"Sialan." Kutukan tidak tahan dilontarkan anak itu sewaktu menyaksikan bebatuan yang runtuh dan jatuh berdebum ke tanah kembali naik dan memperbaiki dirinya seperti semula, seakan-akan tidak pernah hadir ledakan yang menghancurkannya.

[BL] Piece of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang