Fragmen 16: Raon Mirr

767 180 18
                                    

Cale tidak mengatakan apa pun dan membiarkan anak naga itu berduka atas satu-satunya manusia yang selalu menjaganya selama ini. Namun, anak itu rupanya tidak lanjut menangis setelah pria itu menutup mata melainkan dia berdiri lalu berbalik perlahan memandang ke arah Cale.

"Aku ... ingin ke luar dari sini. Pak Tua selalu berharap mayatnya dikubur di pulau, tepat di samping makam yang dia bangun untuk memperingati kematian teman-temannya. Aku ingin ... mengabulkan harapannya."

Cale melihat ke pergelangan kaki anak naga dan mendapati ada rantai yang mengikat di balik celana panjang kedodoran yang perlu dilipat beberapa kali. Pakaian lusuh tersebut tampaknya milik pria tua yang merawatnya.

"Bagaimana cara melepaskan belenggunya?" tanya Cale.

Anak naga itu menyatukan alis hitamnya. "Kau yang seharusnya lebih tahu itu."

"Bagaimana bisa aku yang lebih tahu?" Cale benar-benar tak habis pikir.

Namun, dia mengalah karena rasanya tak pantas berdebat dengan anak kecil. "Baiklah, biar kucoba dulu." Dia pun berjalan mendekat lalu menekuk satu lututnya ke tanah untuk mengecek belenggu tersebut.

Cale meringis setelah menekurinya dalam waktu yang lama. "Ini sungguh artefak yang sangat kuat." Dia bahkan tidak yakin apa Eruhaben mampu melepaskannya. Kepadatan energinya terlalu besar.

Tatapannya kemudian bergeser melihat tangan kirinya yang dibalut perban. Kalau menyangkut eksistensi Dewa, dia mau tak mau jadi memikirkan cara yang selaras dengan ajaran kuil.

"Perlukah kucoba?" gumam Cale tak yakin.

Dia membuka balutan lukanya. Cale terdiam memandangi sejenak lukanya yang sudah sedikit menutup. Dia menguatkan tekad di hatinya sebelum memejamkan mata dan memaksa luka itu agar kembali terbuka lebar. "Argh." Rasa sakitnya bukan main.

Tapi setidaknya darah kembali mengalir. Cale berusaha meneteskan darahnya di belenggu itu sambil mengerahkan energi murninya.

Mata anak bermarga Henituse lantas membulat lebar mendapati simbol-simbol kuno mulai menyala di permukaan rantai. "Itu ... sungguh berfungsi?" Pria tua tadi tidak beromong kosong, dirinya benar-benar bisa membuka belenggu itu.

Tak lama setelahnya, cahaya itu kembali meredup, sirna ditelan kegelapan.

"Ah? Itu gagal, nyan?" Hong yang beringsut mendekat sontak menyahut heran.

"Mungkin darahnya kurang?" cetus On yang membuat Cale segera melirik tajam Spirit itu.

Melihat tatapan kontraktornya, On tidak mundur melainkan memasang senyum manis dan mengusapkan kepalanya ke kaki Cale.

"Hatiku juga ikut terluka kalau kau terluka."

Cale sendiri tidak bisa membantah kalau kata-kata On memang masuk akal. Biasanya di kuil, untuk membuka segel suci memang dibutuhkan secawan darah, tetapi masa dia harus memberi darah sebanyak itu?

Secawan?

Itu sama saja seperti sekantong darah!

"Tahu begini, aku akan membawa peralatan yang memadai," gumamnya mengerang pelan. Setidaknya dia bisa menarik darahnya menggunakan suntik atau metode lain yang lebih aman.

Tidak ada pilihan yang cocok maka yang bisa dia lakukan hanyalah cara manual.

Cale mengeluarkan belatinya kembali dan kali ini dia tidak mengiris telapak tangan kirinya tetapi menyayat area lengan bawahnya, membentuk garis vertikal sepanjang tujuh senti.

"Apa yang kau lakukan!" Anak naga itu memekik.

"Membuka belenggumu, apa lagi memangnya?" decak Cale yang menahan rasa sakit. Dia menggertakkan giginya saat menusuk kembali sayatan itu agar lebih dalam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[BL] Piece of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang