"Ada yang mau kamu tanyain?"
Doyoung tidak tahu mengapa akhir-akhir ini ia jadi lebih sering bersama Jeongwoo. Bukan bersyukur, Doyoung malah merasa seperti diisolasi. Keuangannya masih diatur, aktivitas nya dengan dunia luar juga dibatasi. Tidak secara gamblang sih, tapi berangkat diantar, pulang di jemput itu termasuk pembatasan sosial. Membuat Doyoung yang extrovert ini bergejolak. Jiwa sosial nya meluap-luap ingin dicurahkan.
Anak seceria Doyoung harus bersama dengan orang sesuram Jeongwoo.
Hidup Jeongwoo terlalu serius. Dan sekarang, mengapa Jeongwoo tidak membiarkannya bermain bersama teman-temannya daripada harus terjebak di kantor yang luas ini. Ditinggal kerja pula.
Doyoung seperti anak-anak yang tidak memiliki mainan. Bosan, sedari tadi hanya sibuk dengan ponselnya yang baterai nya mulai habis itu.
Doyoung mulai berfikir, kalimat apa yang nantinya akan membuat rasa bosannya teralih. Sedangkan Jeongwoo masih sibuk dengan layar komputer dan berkas-berkas yang tidak tahu isi nya apa. Tapi Jeongwoo yang berkacamata membuatnya semakin tampan--ah, maksudnya semakin tua.
Doyoung berdecak samar. Kenapa kepalanya sering tidak sinkron begini.
"Kenapa Lo mau nikah sama Gue?"
"Nggak harus sama kamu."
Doyoung menghela napas frustasi. Ya memang jawaban apalagi yang mau Doyoung dengar?
"Gue butuh alesan."
"Syarat dari Ayah saya." Jeongwoo mengkode seluruh ruangan dengan matanya. Jeongwoo pernah membicarakan ini sebelumnya, jadi Doyoung sedikitnya paham mengapa Jeongwoo berniat menikahi nya.
Tapi kenapa harus dia?"
"Tapi kenapa harus Gue--"
"Nggak harus kamu." Sela Jeongwoo. Lelaki itu melirik ke arah Doyoung sinis. "Kamu nggak sepenting itu sampai bikin saya rela korbanin semuanya buat dapetin kamu." Ucapnya lagi.
Doyoung memicing. Apa telinga nya salah dengar?
"Perasaan kemarin Lo bilang sendiri kalau Gue itu penting buat hidup Lo, nelen ludah sendiri?" Cela Doyoung dengan raut kemenangan.
"Itu karena kamu lagi sedih. Saya cuma empati."
Doyoung lagi-lagi berdecak. Bayangkan dirimu diterbangkan setinggi itu, lalu diterjunkan bebas tanpa parasut. Tapi bukan berarti Doyoung berharap dari Jeongwoo. Tapi kan siapapun akan salah tingkah kalau dibilang begitu.
Tapi Doyoung tidak cinta dengan Jeongwoo. Tolong digarisbawahi agar tidak ada yang salah paham.
"Lo rebutan perusahaan nggak sama Haruto?"
Entah kenapa Doyoung tertarik membahas hal ini. Melihat Jeongwoo dan Haruto yang tak pernah akur, bisa jadi mereka memperebutkan hal penting seperti perusahaan. Agaknya ini yang membuat Haruto sampai mati-matian menentang pernikahan Doyoung dan Jeongwoo.
"Nggak, Haruto nggak tertarik sama perusahaan."
Balasan Jeongwoo membuat Doyoung tertegun. Bukan karena terkejut mendengar bahwa Haruto tak tertarik dengan perusahaan, tapi karena fakta bahwa mungkin Haruto menentang pernikahannya dengan Jeongwoo memang murni karena Haruto tertarik pada Doyoung? Bisa jadi? Apa ini? Mengapa Doyoung mendadak merasakan aliran darah yang berdesir membuatnya sulit untuk menyembunyikan senyumnya.
"Dia juga nggak tertarik sama kamu."
Dua kali!
Dua kali Jeongwoo menghempaskan Doyoung dari ketinggian. Ia memicing ke arah Jeongwoo, melayangkan tatapan protes atas kesenangannya yang diganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEIGN || JEONGBBY
FanfictionSemenjak pertemuannya dengan Park Jeongwoo, hidup Doyoung seakan berada dalam tahanan. Dan Doyoung sekali lagi membenci fakta bahwa dia tak bisa lari dari sosok yang selalu ia benci itu. WARN! BXB area!